Kudeta Guinea 2008 adalah sebuah
Kudeta militer yang terjadi di
Guinea pada 23 Desember
2008, tak lama setelah kematian Presiden Lansana Conté yang telah lama menjabat. Sebuah junta yang menyebut dirinya Dewan Nasional untuk Demokrasi dan Pembangunan (Conseil National de la Démocratie et du Developement, CNDD), yang dipimpin Kapten Moussa Dadis Camara, merebut kekuasaan dan mengumumkan bahwa badan itu akan memimpin negara tersebut selama dua tahun sebelum pemilihan presiden diselenggarakan.
Kematian Conté
Dini hari tanggal 23 Desember
2008, Aboubacar Somparé, Ketua Majelis Nasional, mengumumkan di televisi bahwa Conté telah meninggal dunia pada pk. 18.45 waktu setempat sehari sebelumnya "setelah lama menderita sakit." Sementara Somparé tidak menyebutkan jenis penyakitnya, sumber-sumber melaporkan bahwa Conté mengidap diabetes kronis dan leukemia. Menurut Konstitusi, Presiden Majelis Nasional akan mengambil alih jabatan kepresidenan apabila terjadi kekosongan, dan pemilihan presiden baru harus diselenggarakan dalam waktu 60 hari. Somparé memohon agar Ketua Mahkamah Agung, Lamine Sidimé, menyatakan jabatan presiden kosong dan memberlakukan Konstitusi. Perdana Menteri Ahmed Tidiane Souaré dan Jenderal Diarra Camara, panglima tentara, berdiri berdampingan dengan Somparé saat pengumuman itu. Sambil mengumumkan masa berkabung nasional selama 40 hari untuk Conté, Souaré menganjurkan agar rakyat tetap "tenang dan menahan diri". Ia memerintahkan tentara untuk mengamankan perbatasan dan menjaga ketenangan di dalam negeri "demi menghormati kenangan terhadap almarhum pemimpin yang hebat".
Para pejabat pemerintah berkumpul di Istana Rakyat, tempat kedudukan Dewan Nasional, pada dini hari tanggal 23 Desember. Perdana Menteri Souaré, Somparé, Ketua Mahkamah Agung, dan para pemimpin militer pun hadir di sana.
Berbicara kepada Radio France Internationale setelah kematian Conté, pemimpin oposisi Jean-Marie Doré dari Uni untuk Kemajuan
Guinea menekankan bahwa lembaga-lembaga negara harus "mampu berusaha untuk mencegah kekacauan yang tidak perlu di
Guinea yang dapat menambah sulitnya situasi".
Enam jam setelah Somparé mengumumkan kematian Conté, sebuah pernyataan dibacakan di radio negara yang mengumumkan terjadinya sebuah
Kudeta militer. Pernyataan ini, yang dibacakan oleh Kapten Moussa Dadis Camara atas nama sebuah kelompok yang menyebut dirinya Dewan Nasional untuk Demokrasi dan Pembangunan (CNDD), mengatakan bahwa "pemerintah dan lembaga-lembaga Republik telah dibubarkan." Pernyataan ini juga mengumumkan dibekukannya konstitusi "serta semua aktivitas politik dan uni." Menurut Kapten Camara,
Kudeta ini diperlukan karena
Guinea berada dalam "keadaan yang sangat menyedihkan" karena kemiskinan dan korupsi yang merajalela, dan ia berkata bahwa lembaga-lembaga yang ada "tidak mampu memecahkan krisis yang telah dihadapi negara ini." Lebih jauh, Camara berkata bahwa seseorang dari kalangan militer akan menjadi Presiden, sementara seorang warga sipil akan ditunjuk sebagai Perdana Menteri yang memimpin pemerintahan yang baru yang akan disusun seimbang secara etnis. Menurut Camra, Dewan Nasional untuk Demokrasi dan Pembangunan, akan teridiri atas 26 orang perwira dan 6 orang sipil.
Melaporkan dari Conakry pada saat
Kudeta diumumkan, Alhassan Sillah dari BBC mengatakan bahwa situasi di kota "luar biasa sepi" dan bahwa ia tidak melihat seorang tentara pun. Belakangan hari itu, beberapa tank terlihat di kota.
Setelah pengumuman Camara, Souaré mengatakan bahwa lembaga-lembaga pemerintahan dan negara tetap utuh. Menurut Souaré, ia tidak tahu siapa yang ada di balik usaha
Kudeta itu, namun ia mengatakan bahwa ia "yakin bahwa mereka akan mengerti. Mereka belum menggunakan kekerasan. tidak ada ancaman terhadap siapapun." Somparé, sementara itu, menyebut upaya
Kudeta itu sebagai "sebuah kemunduran bagi negara kita" dan mengungkapkan harapan bahwa
Kudeta itu tidak akan berhasil. Ia berpendapat bahwa kebanyakan tentara masih setia kepada pemerintah.
Dilaporkan bahwa pasukan di kamp militer Alfa Yaya Diallo telah memilih seorang letnan kolonel, Sékouba Konaté, sebagai pemimpin upaya
Kudeta, meskipun beberapa tentara menentang karena mereka percaha bahwa seorang perwira yang lebih tinggi pangkatnya semestinya yang dipilih. Panglima Angkatan Bersenjata, Jenderal Diarra Camara, berkata bahwa para perancang
Kudeta hanya mewakili sebuah minoritas di kalangan Angkatan Darat. Sore hari 23 Desember, di tengah-tengah kebingungan tentang siapa yang memegang kekuasaan di negara itu, Jen. Camara meminta agar tentara "setidak-tidaknya menunggu hingga setelah pemakaman [Conté]", sementara juga menyatakan bahwa ia tidak berusaha menghalangi ambisi siapapun.
Pada 23 Desember, baik kantor Perdana Menteri maupun Istana Kecil, tempat tinggal resmi Conté, dilaporkan berada di bawah kendali para pemimpin
Kudeta. Perdana Menteri Souaré dilaporkan berada di Kamp Samory bersama Jenderal Diarra Camara. Menurut Somparé, para pemimpin
Kudeta mengadakan pertemuan untuk memilih seorang pemimpin sementara untuk negara itu pada malam haria tanggal 23 Desember; ia mengatakan bahwa Moussa Camara, Sékouba Konaté, dan Toto Camara dipertimbangkan sebagai calon-calon untuk posisi itu. Komposisi CNDD diumumkan jauh di malam hari 23 Desember; daftar namanya mencakup 32 anggota, 26 di antaranya perwira militer dan enam orang warga sipil.
Dalam wawancara dengan Guineenews pada 23 Desember, pemimpin oposisi Cellou Dalein Diallo mengatakan bahwa ia percaya konstitusi harus dihormati, sementara juga mengatakan bahwa ia yakin bahwa pemilihan presiden yang baru haru sdiadakan bersama-sama dengan pemilihan anggota parlemen yang telah direncanakan pada 31 Mei 2009.
Konsolidasi otoritas CNDD
Sebuah pernyataan dibacakan di radio pada 24 Desember yang mengumumkan bahwa Kapten Moussa Dadis Camara diangkat menjadi Presiden CNDD. Belakangan hari itu, Camara dan ribuan tentara yang setia kepadanya mengadakan parade di seluruh kota, dikelilingi dengan sejumlah besar pendukung sipil. Menurut Camara, ia "datang untuk melihat apakah suasana menguntungkan bagi kami", sambil menyatakan bahwa kerumunan massa yang besar menunjukkan bahwa rakyat memang mendukung
Kudeta. Juga pada 24 Desember, Camara berkata di siaran radio bahwa CNDD tidak ingin tetap mempertahankan kekuasaan selama-lamanya dan bahwa badan itu bermaksud memimpin negara selama dua tahun, sambil menjanjikan "pemilihan umum yang dapat dipercaya dan transparan pada akhir Desember 2010". Hal ini bertentangan dengan pernyataan sebelumnya yang menjanjikan pemilu dalam batas waktu yang ditetapkan Konstitusi yakni 60 hari.
CNDD mengumumkan jam malam di seluruh negara dari pk. 20.00 hingga 6.30, meskipun dinyatakan bahwa jam malam ini baru akan diberlakukan setelah 26 Desember agar tidak mengganggu perayaan Natal umat Kristen. Sejauh mana kontrol CNDD tetap belum jelas pada 24 Desember, meskipun PM Souaré telah bersembunyi, ia menegaskan bahwa pemerintah belum digulingkan. Souaré menggambarkan Camara sebagai "seorang kapten tak dikenal [yang] tidak menguasai tentara" dan kembali menyatakan bahwa kebanyakan militer masih setia, sambil menghubungkan "kekacauan" ini kepada "sebuah kelompok kecil".
Tak lama setelah CNDD memerintahkan seluruh anggota pemerintahan dan perwira militer untuk pergi ke kamp militer Alpha Yaya Diallo dalam waktu 24 jam, dengan ancaman akan dilakukannya "pembersihan terhadap seluruh wilayah nasional" bila mereka membangkang, Souaré pergi ke kamp itu dan menyerahkan dirinya pada 25 Desember, bersama-sama dengan semua anggota pemerintahannya kecuali dua orang menteri yang, menurut Souaré, sedang menjalankan misi resmi di luar negeri. Camara bertemu dengan Souaré dan menekankan bahwa CNDD kini yang berkuasa, namun ia mengatakan bahwa Souaré dan pemerintahannya dapat "kembali menjalankan tugasnya". Dalam pertemuan itu, Souaré menyesali kematian Conté dan mengungkapkan kesediaan pemerintahannya untuk bertugas di bawah CNDD, sambil menunjukkan bahwa pemerintahannya terdiri atas teknokrat, bukan politikus. Ia juga menyapa Camara sebagai "Presiden".
Berbicara di radio pada 25 Desember, Camara mengatakan bahwa ia tidak berencana untuk mencalonkan dirinya sebagai presiden pada akhir masa transisi dua tahun. Ia juga menyatakan bahwa CNDD tidak kebal terhadap suap. Menurut Camara, orang-orang telah "mulai muncul dengan berkarung-karung uang untuk mencoba mengorup kami. Mereka telah mencoba memberikan uang kepada istri-istri kami dan mobil kepada anak-anak kami." Ia memperingatkan bahwa ia "secara pribadi akan mengejar siapapun yang berusaha mengorup kami". Camara juga berkata bahwa pemakaman Conté pada 26 Desember (beberapa hari terlambat) mestinya "megah", dan ia menyatakan ketidaksetujuannya terhadap perlakuan yang kurang hormat terhadap jenazah Conté.
Pemakaman Conté dilaksanakan pada 26 Desember, dengan lebih dari 20.000 orang menghadirinya di stadion nasional. Para pemimpin dari negara-negara tetangga juga hadir pada pemahaman itu, meskipun Camara tidak. Jenderal Mamadou Ba Toto dari CNDD mengatakan pada pemakaman bahwa "kita berdoa kepada Tuhan agar memberikan kita keberanian untuk meneruskan pekerjaan [Conté] yang penuh toleransi dan damai demi kesejahteraan
Guinea".
Reaksi internasional
Amerika Serikat mengungkapkan harapan akan adanya "suatu transisi yang damai dan demokratis". Seorang jurubicara mengungkapkan "Kami bekerja dengan mitra-mitra kami di wilayah itu dan negara-negara lain di wilaha tersebut dan Uni Afrika untuk mendesak lembaga-lembaga di
Guinea agar mengambil langkah-langkah untuk memastikan terjadinya transisi yang damai dan demokratis".
Kanada "dengan keras mengutuk usaha
Kudeta di
Guinea dan menyerukan kepada semua pihak agar sepenuhnya menghormati Konstitusi dan penegakan hukum demi kebaikan rakyat
Guinea, yang sudah terlalu lama menderita" dan "...mengimbau agar [semua pihak] tenang dan menahan diri."
Masyarakat Ekonomi Negara-negara Afrika Barat (ECOWAS) memperingatkan bahwa
Guinea dapat dibekukan keanggotaannya di organisasi tersebut bila militer merebut kekuasaan.
Sekretaris Jenderal Ban Ki-moon, sambil mencatat kontribusi Conté terhadap perdamaian dan kesatuan di
Guinea dan kestabilan Afrika Barat, memuji bantuan
Guinea bagi para pengungsi dari pergolakan yang terjadi di wilayah sekitarnya. Ia mengimbau agar rakyat tenang, dan peralihan kekuasaan dilaksanakan dengan tertib di bawah Konstitusi
Guinea, dan mengajak Angkatan Bersenjata
Guinea untuk menghormati demokrasi.
Presiden Senegal Abdoulaye Wade mendesak komunitas internasional untuk mengakui junta militer yang dipimpin oleh Moussa Dadis Camara, yang merebut kekuasaan di
Guinea pada hari Selasa. Wade mengatakan Camara telah memintanya untuk menjadi juru bicaranya kepada dunia. Wade mengatakan, "Saya berseru kepada semua negara, Uni Eropa, dan khususnya Prancis, agar tidak melemparkan batu yang pertama, melainkan menerima kelompok ini seperti apa yang mereka katakan" dan bahwa "kapten telah meminta saya untuk menjadi penafsirnya bagi bangsa
Guinea, bagi pihak oposisi, bagi ECOWAS, Uni Afrika, Uni Eropa, Amerika Serikat, Bank Dunia, dan lembaga-lembaga internasional". Wade juga mendukung pemilihan umum yang dijanjikan dan bahwa "Ini adalah kali pertama yang telah dikatakan oleh militer, 'Kami akan menata pemilihan umum dan kembali ke barak-barak kami'".
Uni Afrika akan mengadakan rapat darurat tentang situasi ini. Komisioner Perdamaian dan Keamanan Ramtane Lamamra mengatakan, "Bila
Kudeta militer ini benar terjadi, maka hal ini adalah pelanggaran terang-terangan terhadap konstitusi dan legalitas Afrika yang secara mutlak melarang pergantian pemerintah yang tidak konstitusional".
Uni Eropa mengutuk
Kudeta itu dan menyerukan kepada militer dan pemerintah
Guinea agar menjamin dilaksanakannya transisi kepemimpinan secara damai. UE berseru kepada para pemimpin politik dan tentara untuk "menghormati langkah-langkah konstitusional untuk memastikan terjadikan peralihan kekuaaan secara damai" melalui pemilu.
Lihat pula
Gejolak militer
Guinea 2008
Junta militer
Referensi
Templat:Coup d'état