Kyai Wirasuta adalah seorang tokoh utama yang menjadi cikal bakal diadakannya upacara adat Saparan Bekakak.
Kyai Wirasuta dan Nyai
Wirasuta adalah seorang abdi dalem keraton yang mengabdi kepada Sri Sultan Hamengku Buwono I.
Kyai Wirasuta bersama istrinya adalah abdi dalem penongsong. Maksudnya adalah seorang abdi dalem yang tugasnya adalah memayungi Sri Sultan Hamengku Buwono I ketika pergi ke mana pun.
Sejarah berawal, ketika Sri Sultan Hamengku Buwono I pada tahun 1755 mendirikan keraton yang terletak di Desa Pacethokan. Sembari menunggu pembangunan keraton selesai, Sri Sultan tinggal di Pesanggrahan yang terletak di desa Ambarketawang bersama para abdi dalemnya.
Ketika pembangan keraton usai, Sri Sultan segera pindah ke keraton tersebut, beserta para abdi dalemnya, kecuali
Kyai Wirasuta dan Nyai
Wirasuta yang memilih dan memohon untuk tetap bisa tinggal di Ambarketawang. Sri Sultan pun menyetujuinya. Singkat cerita
Kyai dan Nyai
Wirasuta beserta keluarganya tinggal di Ambarkewatang. Hingga pada suatu hari, tepatnya di bulan Safar, terjadi musibah yaitu bencana longsor yang menimpa pesanggrahan Ambarketawang.
Kyai dan Nyai
Wirasuta wafat karena kejadian tersebut.
Semenjak kejadian tersebut, di setiap bukan Safar, terjadi bencana longsor yang membuat warga resah. Untuk itu, Sri Sultan memberikan perintah untuk mengadakan Slametan, untuk memohon kepada Tuhan agar diberikan perlindungan di setiap bulan Safar. Wujud selametan ini adalah berupa tumpeng, ingkung ayam, jajan pasar dan sebagainya. Lalu penyembelihan bekakak yang mana dimaksudkan untuk menggantikan
Kyai dan Nyai
Wirasuta dan warga lain yang tertimpa musibah. Acara ada Slametan ini yang kemudian disebut Saparan Bekakak.
Referensi
Bekakak, Ritual Masyarakat di Ambarketawang, Jogja Liputan 6. Diakses pada 4 Maret 2020
Saparan Bekakak Gamping. Diarsipkan 2020-03-04 di Wayback Machine. Gudeg.net. Diakses pada 4 Maret 2020
Cerita Rakyat Nusantara. Diakses pada 4 Maret 2020