Di dalam area makamMbah
Condrodipo terdapat sepasang
Makam dari
Mbah Condrodipo dan Nyai
Condrodipo istrinya.
Mbah Condrodipo merupakan tokoh yang dipercaya masyarakat gresik yang memiliki nama asli
Mbah Suryo Kumbang sedangkan nama asli dari Nyai Conrodipo adalah Nyai Dewi Tumgguljati.
Cerita Rakyat
= Asal Usul
=
Nyai Dewi Tungguljati inilah yang merupakan keturunan Sunan Giri yaitu Sunan Wuluh Giri. Sunan Wuluh Giri adalah salah satu putri Sunan Giri yang biasa disebut oleh masyarakat Gresik sebagai Sunan Kulon.
Mbah Suryo Kumbang merupakan keturunan dari Kerajaan Majapahit.
Mbah Condrodipo menurut cerita masyarakat Gresik memiliki peran dalam pembaharuan serta penyebaran agama Islam di Desa Kembangan di masa Sunan Giri.
Mbah Condrodipo merupakan murid dari Sunan Giri dan ada yang menyebutkan juga bahwa Sunan Giri maupun
Mbah Condrodipo saling bertukar ilmu.
Mbah Suryo Kembang mendapatkan julukan
Condrodipo dari Kyai Nasroh yang berasal dari Tuban. Sebagian masyarakat tidak menyetujui julukan ‘
Condrodipo’ tersebut di karenakan
Condrodipo berasal dari bahasa Budha yang memiliki makna condro yang berarti menerka atau kira-kira, sedangkan dipo memiliki arti sebelumnya. Nama tersebut diberikan oleh Kyai Nasroh karena Nyai Dewi Tungguljati memiliki keistimewaan yaitu dapat melihat kejadian yang akan terjadi di masa yang akan datang.
Tidak adanya bukti tertulis yang jelas untuk menceritakan kisah perjalanan
Mbah Condrodipo sehingga hanya cerita lisan saja yang masih dipercayai hingga saat ini. Sehingga hanya sedikit informasi yang dapat diceritakan mengenai
Mbah Condrodipo sendiri.
=
Makam Mbah dan Nyai
Condrodipo berada pada komplek pemakaman kesultanan Giri Kedaton terletak di sebelah barat di bukit
Condrodipo yang beralamat di Jl Mayjend Sungkono, Klangonan, Kembangan, Kebomas, Gresik. Di dekat
Makam Mbah Condrodipo inilah dibangun balai rukyat hilal, karena berada di daerah yang tinggi dan jarak pandang yang luas pada arah baratnya. Sehingga pada saat mendekati pergantian bulan hijjriyah atau saat penentuan awal puasa dan hari raya idul fitri tempat ini ramai untuk mengamati hilal.
Bangunan berlantai dua ini menghadap kearah Ufuk Barat di dalamnya terdapat Beberapa alat optik yang di jadikan sebagai penunjang melihat rukyatul hilal seperti Teleskop robotic, Theodolite laser dan non optik yakni rubu' mujayyat dan gawang lokasi. Balai ini telah berhasil melihat hilal sebanyak 5 kali yaitu pada awal Ramadhan tahun 1429 H, Dzulhijah 1430 H, Ramadhan 1431 H, dan 1432 H, dan Dzulhijjah 1432 H.
=
Terdapat tradisi ziarah yang dilakukan oleh masyarakat desa Kembangan dan Prambangan dilakukan setelah prosesi akad nikah selesai. Kedua pasangan pengantin dengan masih menggenakan pakaian pengantin lengkap naik ke bukit Arjuno beserta keluarga dan dikawal oleh sesepuh. Mereka bertawassul menurut ajaran sesuai syariat Islam. Jika pasangan pengantin tidak berkenan melakukan ziarah maka pakaian pengantinnya saja yang di bawah ke
Makam, prosesinya pun tidak jauh dari ziarah apabila pasangan pengantin berkenan langsung datang ke
Makam.
Tujuan dari kegiatan ziarah ini dilakukan adalah sebagai nuwunsewu atau permisi, sebab
Mbah dan Nyai
Condrodipo dikenal sebagai seorang yang memiliki peran dalam pembaharuan Islam dan babat alas di desa Kembangan serta untuk melestarikan tradisi dari para sesepuh terdahulu tentu sesuai dengan syariat dalam agama Islam.
Ternyata di area balai rukyat
Makam Mbah Condrodipo tidak hanya dijadikan sebagai tempat melihat hilal saja, Akan tetapi menjadi tempat ritual para perukyat untuk berziarah terlebih dahulu sebelum melakukan rukyat. Disini juga terdapat ritual unik yang tidak pernah ada di tempat lain yaitu istighosah Ritual Istighosah di lakukan sekitar pukul 16.40 Wib. Pada saat suasana Ufuk Barat normal dengan cuaca yang sangat cerah dan tepat dilaksanakannya pengamatan hilal.
Referensi