- Source: Mantingan, Bulu, Rembang
Mantingan adalah desa di kecamatan Bulu, Rembang, Jawa Tengah, Indonesia.
Legenda Desa
Ada satu cerita mitos yang berkembang di Desa Mantingan, yang salah satu larangannya yang masih di taati oleh warga Mantingan. Bemula dari zaman dahulu ketika Maling Kopo dan Maling Gentiri oleh musuhnya. Mereka berlari hingga tertangkap di pemakaman ( dukuh Pos ) sebelum di bawa pergi mereka berpesan “ sok Mben nek dadi rejane zaman, desa iki tak jenengke Mantingan ( Montang – manting iso mangan )” ini berasal dari ketika berlari pontang – panting dikejar – kejar musuh tapi mereka masih bisa bertahan hidup selain itu mereka juga melarang warga dukuh pos untuk tidak menanam “lompong dan kedelai” apabila ini dilanggar akan terjadi pageblok (wabah penyakit). Mereka berpesan seperti itu karena sebelum tertangkap mereka “ keserimpet oyot mimang dan tanaman kedelai” menyebabkan mereka terjatuh dan tertangkap.
Seperti yang telah diceritakan oleh para Sesepuh Desa, keadaan Desa Mantingan tidaklah semaju sekarang. Hutan Mantingan dulu sangat lebat, penerangan listrik belum ada, bahkan kolam renang yang menjadi pusat wisata orang – orang luar daerah tidaklah sebagus sekarang, semuanya belum tertata dengan baik, banyak sekali loji – loji bekas rumah Belanda atau Pesanggrahan yang berada di Desa Mantingan yang masih bisa dilihat sebagai bukti sejarah tempo dulu, ada Loji Besar Kantor orang Belanda, beserta loji loji berada di area Asrama Polisi Kehutanan/Perhutani, dan sangat disayangkan bangunan bersejarah itu dibongkar oleh Perum Perhutani, sekarang hanya tinggal pondasinya. Ada juga loji loji yang di bongkar dan sekarang menjadi asrama dan Kantor Polsek Bulu, yang tersisa hanya 1 di depan TPK Mantingan, itupun keadaannya hampir roboh.
Meski demikian zaman dulu sarana transportasi sudah sangat ramai. Apalagi sejak di bangunnya stasiun kereta api pada tahun 1898 lama kelamaan banyak sekali orang – orang dari luar Desa Mantingan terutama para pedagang yang singgah di Desa Mantingan Yang singgah untuk Menawarkan dagangannya.
Pada saat itu sturktur pemerintahan tidak begitu jelas. Hingga sekitar tahun 1918 Desa Mantingan dipimpin seorang Lurah ( Kepala Desa ) yang bernama “ Djoyo Suwito” dari kecamatan Bangkle Kabupaten Blora dari tahun 1918 – 1938 yang lebih dikenal dengan sebutan “Mbah Djoyo” selanjutnya “Sutrisno” dari tahun 1938-1945 dan dilanjutkan oleh “Wakijan” yang berasal dari Medang Kabupaten Blora dari tahun 1945 – 1955. Semua lurah – lurah tersebut tidaklah dipilih melalui pemilihan Kepala Desa oleh masyarakat Desa Mantingan melainkan ditunjuk langsung oleh pemerintah, sehingga lebih dikenal dengan sebutan “Lurah Bayangan”
Satu sejarah yang tidak dapat dilupakan, sekitar tahun 1945 – 1949 tentara “Jati Kusuma” dari Tuban singgah di Pemandian/Pesanggrahan dan sekarang yang lebih dikenal dengan Wana Wisata Mantingan untuk bergerilya melawan penjajah ( Jepang dan Belanda.
Pada Periode (1 Juni 1946 - 1 Maret 1948) di tempat bersejarah ini, Divisi V Ronggolawe dibentuk oleh Djatikoesoemo kemudian berpindah ke Cepu untuk menghadapi Agresi Militer Belanda II dan pemberontakan PKI Madiun 1948.
Sejarah
Sejarah terbentuknya Desa Mantingan pada awalnya merupakan komunitas pemukiman penduduk dengan jumlah jiwa yang masih sedikit, tersebar ditepi atau didalam (Enclave) kawasan hutan jati yang pada waktu itu dikelola oleh Perusahaan Kehutanan Pemerintah Hindia Belanda. Mata pencarian penduduk disamping bercocok tanam pada lahan milik sendiri juga bertani dikawasan hutan sebagai pesanggem, serta bekerja sebagai buruh tanaman, pemeliharaan tebangan kayu kehutanan.
Perusahaan Kehutanan Pemerintah Hindia Belanda pada waktu itu berkantor pusat di Mantingan. Fasilitas Pesanggrahan Tempo dulu, kolam renang dan lapangantenis serta jaringan jalan angkutan produksi kayu jati yang masih dapat dilihat sebagai bukti sejarah sampai sekarang.
Pada zaman republik ini manajemen perusahaan kehutanan negara dipegang oleh Perusahaan Umum Perhutani (BUMN) yang kantor pusatnya telah dipindah ke pusat kabupaten kota Rembang, namun kata “Mantingan” masih melekat dengan penyebutan lengkap “Kesatuan Pemangkuan Hutan Mantingan” di Rembang.
Karena sangat dipengaruhi oleh sejarah kehutanan maka desa Mantingan yang kita lihat seperti sekarang ini mempunyai ciri spesifik sebagai berikut:
Interaksi yang sangat kuat antara masyarakat dengan sumberdaya hutan berkembang menjadi desa dengan tipologi Desa Lingkungan Hutan
Kepemilikan lahan pertanian tanaman pangan sangat kurang dari 0,5 ha pada 2006 per rumah tangga petani, sedangkan 80 % orang rumah tangga, tidak memiliki lahan lahan pertanian sama sekali. Kawasan hutan yang luasnya + 86% dari luas wilayah desa Mantingan yakni sebesar 990,009 ha
Sebagai penjelasan huruf C ( lahan pertanian yang sempit )dan huruf D ( Kawasan hutan yang luas ) diatas, sebagai akibat kebijakan tata guna lahan yang berpihak pada penguasa Hindia Belanda saat itu.
Domografi
Desa Mantingan dengan luas wilayah 990,009 ha. merupakan salah satu desa di kabupaten Rembang yang secara geografis berada di bagian Selatan perbatasan Kabupaten Rembang dengan Kabupaten Blora. Dengan jarak 24 Km. dari Pusat Kabupaten Rembang, dan mempunyai jarak 12 Km. dari Pusat Kabupaten Blora
Batas wilayah Desa Mantingan
Sebelah Utara: Desa Jukung dan Kawasan Hutan Perum Perhutani
Sebelah Selatan: Kawasan Hutan dan wilayah Kabupaten Blora
Sebelah Timur: Desa Kadiwono
Sebelah Barat: Desa Bulu
Topografi dengan bentang wilayah berombak sampai berbukit.
Curah hujan: 134,00 mm
Jumlah bulan hujan: 5 bulan
Suhu rata-rata harian: 37 °C
Tinggi tempat: 158m dpl
Luas wilayah Desa Mantingan 990,009 terdiri dari:
Tanah sawah: 45,064 ha
Tanah Kering (ladang/tegal): 52, 615 ha
Permukiman: 28,985 ha
Tanah Hutan lindung: 12,00 ha
Tanah Hutan Produks: 834,40 ha
Tanah Hutan Konversi: 7,80 ha
Tanah lainnya.: 9,2 ha
Dalam wilayah ini terdapat sebuah Wana Wisata Kartini sebagai tempat rekreasi wana wisata, yang dikelola oleh Perum Perhutani, sebagian penduduk mendapatkan pendapatan dari hasil berdagang dan berjualan di lokasi tersebut, tetapi 75% penduduknya bekerja sebagai petani, selain mata pencarian sebagai petani, penduduk mantingan juga bekerja sebagai belandong (Blandong: kerja wajib eksploitasi hutan di Karesidenan Rembang abad ke-19)
Penduduk desa Mantingan 85% memeluk agama Islam, 10 % Nasrani, dan 0,5% lainnya Kepercayaan. Seluruh penduduk mantingan beretnis Jawa.
Kepala Desa
Seiring dengan perkembangan zaman Desa Mantingan telah beberapa kali dipimpin oleh Kepala Desa yang dipilih melalui pemilihan Kepala Desa, diantaranya:
Tahun 1918 - 1938, Dipimpin Oleh Djojo Soewito
Tahun 1938 - 1945, Dipimpin Oleh Soetrisno
Tahun 1945 - 1955, Dipimpin Oleh Wakidjan
Tahun 1955 – 1985, Dipimpin oleh Djaman
Tahun 1985 – 1994, Dipimpin oleh Kariman
Tahun 1994 – 2003, Dipimpin oleh Aiptu (Purn) Soetiyono
Tahun 2003 – 2008, Dipimpin oleh Yuliani Ari Setyaningsih, SE.
Tahun 2008 – 2014, Dipimpin oleh Pariyadi
Tahun 2015 ( Bulan Januari – Juni 2015), dipimpin oleh Pj. Suryo Ponco Nugroho
Tahun 2015 ( Bulan Juli) – akhir Tahun 2016 dipimpin oleh Pj Kasmin
Tahun 2017 - 2022, dipimpin oleh Sardi
Tahun 2022 - 2028, dipimpin oleh Yuliani Ari Setyaningsih, SE. Petahana
Tempat ini terletak di Mantingan, Bulu, Rembang, Jawa Tengah, Indonesia, koordinat geografisnya adalah 6° 52'0" Selatan, 111° 25' 0" Timur
Peta Mantingan klik link berikut ini "http://www.maplandia.com/indonesia/jawa-tengah/rembang/mantingan/"
Pranala luar
"Mantingan"
Kata Kunci Pencarian:
- Mantingan, Bulu, Rembang
- Stasiun Mantingan
- Kabupaten Rembang
- Bulu, Rembang
- Bulu, Bulu, Rembang
- Pasedan, Bulu, Rembang
- Pondokrejo, Bulu, Rembang
- Ngulaan, Bulu, Rembang
- Wana Wisata Kartini Mantingan
- Cabean Kidul, Bulu, Rembang