Masjid Pusaka Banua Lawas adalah sebuah
Masjid tua yang terletak di desa
Banua Lawas, Kabupaten Tabalong, Kalimantan Selatan.
Masjid ini juga sering disebut
Masjid Pasar Arba karena pada hari rabu (arba), jumlah para pengunjung/peziarah lebih banyak dari hari-hari yang lain.
Di
Masjid tertua di Kabupaten Tabalong yang dikeramatkan itu, selain menjadi tempat ibadah, juga menjadi tonggak atau bukti sejarah diterimanya Islam bagi suku Dayak Maanyan di Kabupaten Tabalong.
Masjid ini ramai dikunjungi atau diziarahi umat Islam, termasuk dari Kaltim. Di
Masjid Pusaka ini, selain masih tersimpan beduk asli dan petaka sepanjang 110 cm. Tidak ditemukan inskripsi mengenai kapan
Masjid didirikan, tetapi diperkirakan dibangun pada abad ke-17 diprakarsai Khatib Dayan dan saudaranya Sultan Abdurrahman (dari Kesultanan Banjar yang berpusat di Kuin). Khatib Dayan dibantu tokoh-tokoh masyarakat Dayak, juga Datu Ranggana, Datu Kartamina, Datu Saripanji, Langlang Buana, Taruntung Manau, Timba Sagara, Layar Sampit, Pambalah Batung dan Garuntung Waluh.
Peninggalan
Di teras depan
Masjid Pusaka, ada dua tajau (guci tempat penampungan air yang dulunya digunakan suku Dayak untuk memandikan anak yang baru lahir). Kendati diterpa atau disengat matahari, namun dua tajau yang usianya mencapai 400 tahun itu tak berubah warnanya.
Para peziarah ke sana tak lupa membawa pulang air dalam tajau itu karena diyakini warga memiliki berkah digunakan cuci muka atau diminum. Kebanyakan mereka datang ke
Masjid Pusaka pada hari Rabu karena bertepatan hari pasar di
Banua Lawas.
Mereka menyempatkan diri ziarah, selain untuk beribadah antara lain sembahyang sunat tahiyatul
Masjid dan membaca surah Ya Sin, juga ada yang mengaku membayar nazar, karena harapannya terkabul.
Di samping
Masjid terdapat pekuburan warga setempat sejak dahulu dan salah satu yang mencolok adalah bangunan (kubah) yang merupakan makam pejuang Banjar bernama Penghulu Rasyid.
Awalnya tempat pemujaan Kaharingan
Versi lain terdapat dalam tradisi lisan yang berkembang di daerah
Banua Lawas dan sekitarnya yang menyebutkan bahwa tepat di lokasi
Masjid Pusaka Banua Lawas yakni
Masjid tua berarsitektur tradisional beratap tumpang tiga, jauh sebelum agama Hindu dan Islam berkembang, sudah berdiri semacam pesanggrahan atau tempat pemujaan kepercayaan Kaharingan suku Maanyan dalam bentuk yang sederhana.
Tempat pemujaan itu dianggap sakral, dan manfaatnya terasa sangat penting bagi orang-orang Maanyan yang pada masa itu banyak bermukim di
Banua Lawas.
Mereka kemudian menyebut daerah lokasi bangunan pemujaan tersebut sebagai
Banua Lawas atau
Banua Usang. Suatu kemungkinan menunjukkan bahwa aktivitas masyarakat, kemunculan, dan berkembangnya daerah-daerah lain di sekitarnya berawal dari
Banua Lawas ini.
Kemungkinan peristiwa besar terjadi yang memaksa mereka harus meninggalkan kampung halaman dan bermukim atau membangun pemukiman baru, dan akhirnya mereka menyebut kampung yang ditinggalkan tersebut sebagai
Banua Lawas.
Tradisi lisan yang berkembang di
Banua Lawas menyebutkan bahwa sebagian orang-orang Maanyan menyingkir karena mereka tidak bersedia menerima Islam sebagai agama mereka.
Tetapi kemungkinan lainnya adalah berkaitan dengan para imigran pelarian dari Jawa yang datang akibat kerusuhan politik di daerah asalnya dan mendirikan kerajaan baru di pulau Hujung Tanah bernama Negara Dipa.
Referensi
Pranala luar
Balai Adat Jadi Lambang Persaudaraan Orang Maanyan, Banjar dan Madagaskar
https://www.youtube.com/watch?v=Uw1n2cXkSzU Sejarah Mesjid
Pusaka Banua Lawas