Monastisisme senobitik (bahasa Inggris: cenobitic/coenobitic monasticism) merupakan suatu tradisi monastik yang menekankan kehidupan dalam komunitas. Di Barat, kerap kali komunitas tersebut termasuk dalam suatu tarekat atau ordo keagamaan dan kehidupan dari rahib
senobitik diatur dalam suatu peraturan keagamaan, satu kumpulan aturan. Model
Monastisisme yang lebih tua, yang disebut eremitik, adalah menjalani kehidupan sebagai seorang petapa atau eremit. Satu bentuk
Monastisisme yang ketiga, yang utamanya ditemukan di Timur, adalah skiti.
Kata Inggris cenobite (senobit) dan cenobitic (
senobitik) diturunkan melalui bahasa Latin dari kata Yunani koinos (κοινός), "bersama", dan bios (βίος), "hidup". Kata sifatnya bisa juga cenobiac (κοινοβιακός, koinobiakos). Satu kelompok rahib ataupun rubiah yang hidup dalam komunitas sering disebut sebagai suatu cenobium (senobium).
Monastisisme senobitik terdapat dalam berbagai agama, kendati monastisme
senobitik Buddhis dan Kristen adalah yang paling menonjol.
Asal mula kata
Kata Senobit awalnya diterapkan pada para pengikut Pythagoras di Crotona, Italia, yang mendirikan suatu komune bukan hanya untuk studi filosofis tetapi juga untuk "berbagi barang-barang duniawi dalam keramahtamahan".
Pada abad ke-1 M, Filo dari Aleksandria (ca 25 SM – ca 50 M) mendeskripsikan suatu komunitas asketik Yahudi yang terdiri dari kaum pria dan kaum wanita di Danau Mareotis di sekitar Aleksandria, Mesir, yang ia sebut Therapeutae. Para anggota komunitas tersebut hidup terpisah antara satu dengan yang lainnya selama enam hari dalam seminggu, mempelajari Alkitab Ibrani pada siang hari dan makan pada sore hari, lalu setelahnya mereka berharap untuk memimpikan penglihatan-penglihatan yang diinformasikan oleh studi mereka. Para anggota komunitas tersebut menyusun kitab-kitab midras, suatu metode alegoris untuk menafsirkan kitab suci. Hanya pada hari Sabat saja Therapeutae bertemu, berbagi pembelajaran mereka, makan bersama, meski sederhana, dengan hidangan roti dan air dari sumbernya, serta mendengarkan suatu pengajaran tentang Taurat yang diberikan oleh salah seorang anggota terhormat komunitas tersebut. Setiap hari Sabat ketujuh diselenggarakan festival pembelajaran dan menyanyi, yang berpuncak dalam suatu tarian egalitarian.
Penulis Kristen abad ke-3 Eusebius dari Kaisarea (ca 263–339), dalam Sejarah Gereja karyanya, mengidentifikasi Therapeutae yang disebutkan oleh Filo sebagai para rahib Kristen pertama, mengidentifikasikan penolakan mereka atas harta milik, praktik hidup dalam kemurnian, puasa, dan kesendirian, dengan keteladanan
senobitik para rahib Kristen.
Versi terorganisir
Monastisisme senobitik Kristen umumnya dianggap dimulai di Mesir pada abad ke-4 M. Para rahib Kristen dari abad-abad terdahulu biasanya adalah para eremit atau petapa, khususnya di Timur Tengah; hal ini tetap menjadi sangat umum hingga kemunduran Kekristenan Aram pada Abad Pertengahan Akhir. Bagaimanapun, bentuk kehidupan dalam kesendirian semacam itu tidak sesuai bagi kebanyakan orang. Beberapa rahib mendapati bahwa gaya hidup eremitik terlalu soliter dan sulit; dan apabila orang tidak siap secara rohani, gaya hidup tersebut dapat menyebabkan gangguan mental.
Alasan di atas merupakan penyebab didirikannya komunitas-komunitas monastik terorganisir agar para rahib dapat memperoleh lebih banyak dukungan dalam pergulatan rohani mereka masing-masing. Kehidupan eremitik tidak memiliki unsur sosialisasi, karena para eremit hanya bertemu seminggu sekali untuk berdoa bersama, sementara para senobit berkumpul untuk berdoa bersama secara lebih teratur dan sering. Para rahib
senobitik juga mempraktikkan lebih banyak sosialisasi karena biara tempat mereka tinggal sering kali terletak di atau dekat desa berpenghuni. Sebagai contoh, versi Bohairik dari Kisah Hidup Santo Pakomius terjemahan Dionysius Exiguus menyatakan bahwa para rahib biara di Tabenna membangun sebuah gereja bagi penduduk desa dari kota di dekatnya yang bernama sama, bahkan "sebelum mereka membangun [gereja] bagi mereka sendiri". Hal ini berarti bahwa para rahib
senobitik mendapati kalau kehidupan mereka bersentuhan dengan kehidupan orang lain, termasuk kaum awam, sedangkan para rahib eremitik berupaya sedapat mungkin tidak berhubungan dengan orang lain, hanya sesekali berkumpul untuk berdoa.
Santo Pakomius
Pada awal mula berkembangnya, rahib-rahib
senobitik juga berbeda dari para pendahulunya, yakni rahib-rahib eremitik dan sesamanya, dalam hal pengaturan aktual cara hidup mereka. Sementara rahib-rahib eremitik ("petapa") saat itu tinggal sendiri-sendiri dalam suatu biara pertapaan yang hanya terdiri dari satu pondok ataupun gua ("sel"), rahib-rahib
senobitik ("senobit") tinggal bersama-sama dalam suatu biara pertapaan yang terdiri dari satu bangunan ataupun satu kompleks bangunan. Dalam kasus terakhir, masing-masing bangunan dapat dihuni sekitar 20 rahib, dan di dalamnya terdapat sel-sel atau kamar-kamar tersendiri untuk ditempati dua atau tiga rahib. Struktur cara hidup yang demikian bagi para rahib
senobitik dikaitkan dengan St. Pakomius, yang sering disebut sebagai "bapa
Monastisisme senobitik". St. Pakomius diperkirakan mendapat gagasan akan tempat tinggal seperti itu dari masa yang ia jalani dalam ketentaraan Romawi, karena gaya tersebut sangat "mengingatkan [kita] pada barak-barak tentara".
Kendati St. Pakomius sering dikreditkan sebagai "bapa
Monastisisme senobitik", adalah lebih tepat memandangnya sebagai "bapa
Monastisisme senobitik yang terorganisir", karena ia merupakan rahib pertama yang mengumpulkan kelompok-kelompok komunal kecil yang banyak terdapat pada saat itu ke dalam suatu gabungan yang lebih besar biara-biara.
Catatan mengenai bagaimana St. Pakomius mendapat gagasan untuk memulai suatu biara
senobitik terdapat dalam Sejarah Lausiak karya Palladius dari Galatia, yang menyebutkan bahwa seorang malaikat menyampaikan gagasan tersebut kepadanya. Terlepas dari penjelasan menarik mengenai mengapa ia memutuskan untuk memulai tradisi
senobitik, terdapat sumber-sumber yang mengindikasikan bahwa telah ada komunitas-komunitas monastik komunal lainnya sekitar waktu tersebut dan mungkin sebelum ia. Pada kenyataannya, tiga dari sembilan biara yang tergabung dalam gabungan
senobitik St. Pakomius bukan didirikan oleh ia, yang berarti bahwa ia bukan orang pertama yang memiliki gagasan semacam itu karena ketiganya "jelas memiliki suatu asal mula sendiri".
Meski ia bukan yang pertama kali menerapkan
Monastisisme komunal, St. Pakomius tetap merupakan bagian penting dari sejarah monastik
senobitik, karena ia adalah orang pertama yang mengumpulkan biara-biara terpisah bersama-sama masuk ke dalam suatu struktur yang lebih terorganisir. Hal ini merupakan alasan mengapa (serta kenyataan bahwa banyak hagiografi dan literatur yang menulis tentangnya) ia tetap diakui sebagai bapa tradisi tersebut.
Kaum Meletian dan Manikean
Selain dari biara-biara yang menggabungkan diri dalam gabungan biara-biara
senobitik St. Pakomius, terdapat juga kelompok-kelompok
senobitik lainnya, baik Kristen maupun non-Kristen, yang memutuskan untuk tidak bergabung dengannya. Kaum Meletian dan Manikean adalah contoh dari kelompok-kelompok
senobitik itu.
Bahkan sebelum St. Pakomius mengawali langkahnya ke arah komunitas-komunitas monastik, kaum Meletian merupakan suatu kelompok yang telah melakukan perekrutan anggota. Kaum Melitian dipandang sebagai suatu sekte Kristen sesat yang didirikan oleh Meletius dari Likopolis. Selain itu, mereka telah "mendengar aspirasi-aspirasi monastik Pakomius dan berupaya untuk merekrut dia" supaya bergabung dengan komunitas mereka.
Mengenai kaum Manikean, yakni para anggota suatu agama yang didirikan oleh seorang pria bernama Mani, beberapa akademisi meyakini bahwa mereka adalah "para pelopor asketisisme komunal di Mesir", dan bukan St. Pakomius maupun para pengikutnya sebagaimana yang menjadi pemikiran umum. Mani sendiri sebenarnya terpengaruh untuk mengawali
Monastisisme senobitik dari kelompok-kelompok lainnya, termasuk kaum Buddhis dan Elkesait Kristen-Yahudi yang telah mempraktikkan tradisi ini pada saat itu.
Gagasan keseluruhan
Monastisisme senobitik tidak dapat ditelusuri ke suatu sumber tunggal, namun, sebagaimana banyak kalangan berupaya untuk melakukannya dengan menyebut St. Pakomius "pendiri" tradisi ini, adalah lebih karena gagasan dan karya beberapa kelompok yang telah disebutkan di atas, serta, tentu saja para pengikut St. Pakomius.
Komunitas senobitik selanjutnya
Gagasan monastik
senobitik tidak berakhir pada kelompok-kelompok awal tersebut, namun menginspirasikan kelompok-kelompok dan individu-individu masa mendatang:
Mar Awgin mendirikan suatu biara di Gunung Izla, di atas Nisibis di Mesopotamia (ca 350), dan tradisi
senobitik dari biara ini tersebar ke Mesopotamia, Persia, Armenia, Georgia, India, dan Tiongkok.
Mar Saba mengorganisir para rahib di Gurun Yudea ke dalam suatu biara di dekat Betlehem (483), dan biara ini dipandang sebagai induk dari semua biara dalam Gereja Ortodoks Timur.
St. Benediktus dari Nursia mendirikan biara di Monte Cassino di Italia (529), yang merupakan benih dari
Monastisisme Katolik Roma pada umumnya, dan dari Ordo Santo Benediktus pada khususnya.
St. Bruno dari Cologne mendirikan biara pertamanya di Pegunungan Chartreuse di Prancis (1084) yang menjadi tonggak berdirinya Ordo Kartusian.
Dalam Kekristenan Timur maupun Barat, senobitisme mengukuhkan diri sebagai bentuk utama
Monastisisme, dengan banyaknya pendirian biara yang didukung kaum bangsawan dan penguasa pada zamannya. Perolehan harta milik dan kekayaan secara berlebihan mengakibatkan sejumlah upaya reformasi, misalnya yang dilakukan oleh St. Bernardus dari Clairvaux di Barat dan St. Nilus dari Sora di Timur.
Lihat pula
Pertapaan -
Monastisisme eremitik
Komunitas intensional
Lavra - bentuk awal
Monastisisme
Sheneset-Chenoboskion - suatu tempat di Mesir dengan sebuah biara yang didedikasikan pada St. Pakomius
Skiti - bentuk komunitas monastik dalam Kekristenan Timur
Tarekat religius tertutup
Catatan
Referensi
(Inggris) Attridge, Harold W. and Gohei Hata. “The Origins of Monasticism” in Ascetics, Society, and the Desert: Studies in Egyptian monasticism. Harrisburg, PA: Trinity Press International, 1999.
(Inggris) Dunn, Marilyn. The Emergence of Monasticism: From the Desert Fathers to the Early Middle Ages. Malden, Mass.: Blackwell Publishers, 2000.
(Inggris) Goehring, James E. "Withdrawing from the Desert: Pachomius and the development of Village Monasticism in Upper Egypt." Harvard Theological Review 89(1996): 267-285.
(Inggris) Halsall, Paul. “Chapter XXXII: Pachomius and Tabennesiots” in Palladius: The Lausiac History. September 1998. Internet Medieval Sourcebook. 30 March 2007
.
(Inggris) Harmless, William, S.J. “Chapter 5: Pachomius” in Desert Christians - An Introduction to the Literature of Early Monasticism. New York: Oxford University Press, 2004.
(Inggris) Lawrence, C.H. “Chapter 1: The Call of the Desert” in Medieval Monasticism. 3rd edition. Toronto: Pearson Education Limited, 2001.
Pranala luar