Drs.
Mulyana Wira
Kusumah (23 November 1948 – 1 Desember 2013) adalah seorang akademisi Indonesia, Kriminolog Universitas Indonesia dan anggota Komisi Pemilihan Umum 2001-2007.
Karier
Sebelumnya ia adalah tokoh KIPP (Komisi Independen Pemantau Pemilu) dan staff pengajar FISIP Universitas Indonesia, juga pernah bergiat di Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta.
Tahun 2005 ia dijebak oleh auditor BPK Khairansyah Salman, yang terlibat korupsi Dana Abadi Umat dan Korupsi SKK Migas saat ini.
Pejuang demokrasi ini wafat 1 Desember 2013. Banyak orang mengingat yang jelek-jeleknya saja. Padahal perjalanan panjang perjuangan
Mulyana W.
Kusumah, sangat besar dalam pembangunan demokrasi di RI.
Mengenang
Mulyana adalah mengingat perjuangan melawan penindasan. Aktivis sejak sebagai mahasiswa Kriminologi FISIP Universiatas
Indonesia (UI), namanya dikenal luas sebagai aktivis melawan penindasan Orde Baru. Lahir di Bogor 23 November 1948,
Mulyana yang mempunyai
analisis tajam dalam soal kriminologi, sebagai dosen UI, bukanlah staf pengajar yang menghabiskan waktu di kampus. Ia lebih banyak aktif di luar, berada dalam barisan rakyat tertindas, sehingga gelar akademisnya hanya doktorandus. Tetapi, meski bukan doktor, analisis
Mulyana lebih tajam dari sebagian kriminolog yang bergelar doktor bahkan gurubesar. Daya analisisnya, sama tajamnya dalam soal perjuangan melawan penindasan hukum dan politik.
Kematian
Mulyana meninggal dunia di Jakarta Minggu (1/12) pukul 21.30 WIB. Tiga pekan silam, ia dirawat di RS Siloam Kebon Jeruk. Seminggu
dirawat, diperbolehkan pulang. Namun tiga hari kemudian kondisi drop, sehingga dirawat lagi di RS Dharmais. Setelah hampir dua minggu dirawat, kembali ke rumah Kamis (28/11). Kondisinya tak banyak kemajuan, karena penyakitnya sudah komplikasi stroke dan asma. Sejak Minggu siang, kondisinya menurun. Minggu malam,
Mulyana berpulang.
Sejak awal 1970-an, ia sudah sering dikejar-kejar intel
Orde Baru. "Bersama sejumlah aktivis, kami pernah menyembunyikan
Mulyana.
Cincin emas keluarga dijual untuk biaya hidup
Mulyana dalam pelarian,"
ungkap Ali, adik
Mulyana. Aktivitas sekitar perlindungan hukum bagi kaum lemah,
membuat
Mulyana pernah menjadi Direktur Yayasan Lembaga Bantuan Hukum
Indonesia (YLBHI). Kemudian mendirikan Perhimpunan Bantuan Hukum Indonesia
(PBHI) bersama Hendardi dan Luhut MP Pangaribuan.
Ia juga salah seorang pendiri Komite Orang Hilang dan
Korban Kekerasan (Kontras), pernah Koordinator Dewan Penasehat.
Mulyana
juga pendiri Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP), yang kemudian
berlanjut menjadi komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Mulyana juga memberi sokongan moral yang luar biasa. Meski tidak ikut dalam
struktur kepengurusan, tetapi ia memberi kebebasan kepada Bara JP untuk
mengadakan rapat rutin di kantornya.
Ia tak pernah lelah membagi ilmu, gemar berbagi analisis politik terkini
kepada para pengurus Bara JP, juga banyak memberi masukan dalam membangun
portal berita www.baranew.co.
Hingga akhir hayat,
Mulyana masih tetap berusaha berjuang
untuk memperjelas 15 juta daftar pemilih tetap (DPT) yang belum jelas. Di
suatu hari Sabtu awal November, ia mengundang sejumlah aktivis untuk
berdiskusi, apa yang harus dilakukan atas 15 juta DPT bermasalah.
Diskusi diadakan di kantor Sakti, Jl Percetakan Negara
VB/15. Diskusi yang berlangsung dari sore hingga malam, sepakat, pembahasan
dilanjutkan esok harinya, yaitu hari Minggu. Pada hari itu, kondisi
Mulyana
sudah lemah.
Lanjutan diskusi hari Minggu, sesaat setelah diskusi
selesai, ia pamitan karena merasa belum fit. Sesampai di rumah, kondisinya
bertambah buruk, sehingga malam itu juga ia dirawat di RS Siloam.
Ketika saya berkunjung ke Siloam,
Mulyana masih
menyempatkan diri mencari tahu perkembangan gugatan Memorandum of
Understanding (MoU) antara KPU dengan Lembaga Sandi Negara (Lemsaneg), yang
diadukan ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), di mana berkas
gugatan disusun oleh
Mulyana.
Sekembali dari perawatan di Siloam, suatu hari ia menulis
mengirim sms kepada saya: "Selamat siang Sihol. Saya sudah pulang,
observasi dilanjutkan sembari berobat jalan. Saya tentu saja memanfaatkan
kebebasan untuk untuk beraktivitas kembali."
Sms itu tak segera saya balas. Saya berpikir, baru sakit
lalu langsung beraktivitas yang bisa hingga begadang-begadang, akan menjadi
siksaan bagi kesehatan Mas Mul. "Mas, selamat sembuh. Namun lagu
dangut Bedagang. Jangan Begadang, agaknya semakin menarik didendangkan," begitu balasan
saya.
Mas Mul tak membalas ulang. Dua hari kemudian, saya
mendengar kabar, Mas Mul kembali dirawat, kali ini di RS Dharmais. Sms tadi
itulah sms terakhir yang saya terima dari
Mulyana W Kusuma.
Mulyana adalah guru banyak orang, senior, mentor, sahabat semua kalangan.
Selamat jalan Mas Mul.
Lihat pula
Nazaruddin Sjamsuddin
Referensi
Pranala luar
(Indonesia) Profil di kpu.go.id
(Indonesia) "
Mulyana Divonis 2 Tahun 7 Bulan", KOMPAS, 12 September 2005