- Source: Mundardjito
Mundardjito (8 November 1936 – 2 Juli 2021) merupakan seorang arkeolog dari Indonesia yang dijuluki sebagai Bapak Arkeologi Indonesia. Dia memperkenalkan ilmu metodologi arkeologi yang dia pelajari dari Universitas Athena di Yunani pada 1969-1972 sekaligus membuat cabang ilmu baru, yaitu ekologi dalam arkeologi ruang pada tahun 1993. Mundardjito merupakan mantan guru besar tetap di Universitas Indonesia. Setelah pensiun pada tahun 2001, dia menjadi guru besar tidak tetap di Universitas Indonesia (UI). Mundardjito telah mendapatkan penghargaan nasional seperti Penghargaan Ahmad Bakrie Award pada tahun 2014 dan Satyalencana Karya Satya pada tahun 1994. Pada tahun 2022, Ia mendapatkan Bintang Budaya Parama Dharma.
Riwayat Hidup
= Pendidikan dan masa awal kehidupan
=Mundardjito adalah anak kedua dari enam bersaudara dari dokter hewan Soedarjo yang merupakan Kepala Kebun Raya Bogor. Dia sekolah di Sekolah Dasar Negeri Bogor pada tahun 1943 dan lulus pada tahun 1949. Selanjutnya, dia melanjutkan Sekolah Menengah Pertama Negeri Bogor pada tahun 1949 sampai tahun 1952. Saat bersekolah di Sekolah Menengah Atas Negeri Bogor pada tahun 1952 hingga 1955, Mundardjito mulai tertarik dengan arkeologi karena gurunya merupakan seorang arkeolog yang berasal dari Jakarta. Pada tahun 1956, Mundardjito memilih Jurusan Arkeologi di Fakultas Sastra Universitas Indonesia sebagai pilihan studi perguruan tingginya. Selama berkuliah, dia bekerja sambilan sebagai pemusik dalam sebuah band untuk membantu biaya kuliahnya. Akan tetapi, ketika lulus ujian menjadi sarjana muda pada tahun 1961, Tjan Tjoe Siem yang saat itu menjabat sebagai Dekan Fakultas Sastra bertanya kepada Mundardjito apakah dia mau jadi pemain musik atau jadi sarjana sehingga Mundarjito memutuskan berhenti menjadi pemusik.
Mundardjito lulus sebagai sarjana pada tahun 1963 dengan skripsi yang mengambil tema penelitian di Bayat, Klaten dan menjadi asisten dosen arkeologi di Universitas Indonesia. Dia mendapatkan beasiswa untuk belajar metodologi arkeologi di Universitas Athena, Yunani pada pada 1969-1972 bersama Noerhadi Magetsari. Di bawah bimbingan Spyridon Marinatos, Mundardjito belajar metode pendisiplinan calon arkeolog agar menggunakan cetok untuk mendapatkan perasaan berbeda ketika menggali peninggalan arkeologis. Mundardjito juga mendapatkan beasiswa untuk belajar teori arkeologi di Universitas Pennyslvania, Amerika Serikat pada 1978-1979.
Mundardjito meraih gelar doktoral di UI pada tahun 1993 tanpa melalui pendidikan magister dengan gelar cum laude yang dipromosikan oleh Harsja W. Bachtiar dengan disertasi berjudul “Pertimbangan Ekologi dalam Penempatan Situs Masa Hindu-Buddha di Daerah Istimewa Yogyakarta: Kajian Arkeologi-Ruang Skala Makro.”
= Karier dan kontribusi di bidang arkeologi di Indonesia
=Mundardjito telah menjadi dosen tetap sejak tahun 1964 sampai tahun 2001 di Universitas Indonesia dan pernah menjadi Ketua Jurusan Arkeologi UI pada periode 1970 sampai 1972. Dia juga sempat menjadi Pembantu Dekan III Fakultas Sastra UI dari tahun 1972 sampai 1976. Dia diangkat sebagai Guru Besar UI pada tahun dan pada tahun 2001 memutuskan pensiun saat berusia 65 tahun.
Mundardjito telah mengenalkan metodologi dan teori arkeologi di Indonesia sekaligus mengembangkan cabang ilmu arkeologi baru yaitu arkeologi ekologi dan arkeologi keruangan pada tahun 1993 yang dia perkenalkan dalam disertasinya. Selain hal tersebut, Mundardjito juga menjadi salah satu penyusun Kode Etik Arkeolog pada tahun 1997 dalam pertemuan Ikatan Ahli Arkeologi Indonesia (IAAI) yang dia dirikan pada tanggal 4 Februari 1976 bersama rekan-rekannya. Mundardjito juga disebut sebagai salah satu pelopor arkeologi publik di Indonesia.
Prof. Otti, sapaan akrab Mundardjito, tak segan mengkritik siapa pun yang merusak situs dan benda arkeologis. Contohnya, saat ia mengkritisi pembangunan Pusat Informasi Majapahit (PIM) pada 2008 yang menurutnya merusak struktur situs Trowulan, Mojokerto. Selain itu, ia juga mengkritisi penggalian situs Gunung Padang pada 2012 yang menurutnya "tanpa rancangan penelitian yang memadai".
Penghargaan
Mundardjito mendapatkan penghargaan Satyalancana Karya Satya tiga puluh tahun dari Presiden Republik Indonesia pada tahun 1994 dan gelar bangsawan Kanjeng Raden Haryo dari Paku Buwono XIII di Keraton Solo pada tahun 2010. Dia juga mendapatkan penghargaan Satyalacana Kebudayaan pada tahun 2013. Pada tahun 2014, Mundarjito meraih penghargaan Bakrie Award untuk kategori pemikiran sosial. Pada tahun 2022, Ia mendapatkan Bintang Budaya Parama Dharma oleh pemerintah Indonesia.
Akhir hayat
Mundardjito meninggal dunia pada 2 Juli 2021 dan dimakamkan di TPU Tanah Kusir pada 3 Juli 2021.
Daftar Pustaka
Kata Kunci Pencarian:
- Mundardjito
- Sajarah Banten
- Suku Badui
- Bintang Budaya Parama Dharma
- 2021
- Masjid Kauman Pleret
- Indonesia dalam tahun 2021
- Kematian tahun 2021
- Mundardjito
- Soekmono
- Deaths in July 2021