Musim Dingin Arab adalah istilah yang menjelaskan bangkitnya otoritarianisme dan ekstremisme agama setelah unjuk rasa
Musim Semi
Arab di negara-negara
Arab. Menurut akademisi Universitas Warsawa,
Musim Dingin Arab baru terjadi empat tahun setelah
Musim Semi
Arab.
Musim Dingin Arab ditandai oleh munculnya sejumlah perang saudara regional, ketidakstabilan kawasan, jatuhnya ekonomi dan demografi negara-negara
Arab, dan pecahnya perang sektarian etnis-agama. Menurut penelitian American University of Beirut, pada tahun 2014,
Musim Dingin Arab menyebabkan seperempat juta orang tewas dan jutaan lainnya mengungsi.
Musim Dingin Arab mengacu pada peristiwa di seluruh Liga
Arab, termasuk Perang Saudara Suriah, pemberontakan Irak dan perang saudara sesudahnya, Krisis Mesir, Krisis Libya, dan Krisis Yaman. Rentetan peristiwa
Musim Dingin Arab yang terjadi di Mesir mendorong tumbangya Mohamed Morsi dari tampuk kekuasaan dan naiknya Jenderal Abdel Fattah el-Sisi melalui kampanye anti-Ikhwanul Muslimin. Sejumlah perkembangan politik, terutama kembalinya otoritarianisme dan penghapusan kebebasan sipil di Mesir sejak kudeta 3 Juli 2013, disebut sebagai "
Musim Dingin militer" yang bertentangan dengan tujuan-tujuan
Musim Semi
Arab. Berbagai milisi dan suku mulai berselisih di Libya karena negosiasi yang gagal. Lebanon dan Bahrain juga ditandai sebagai wilayah
Musim Dingin Arab. Sean Yom menandai Libya dan Suriah sebagai tempat terjadinya
Musim Dingin Arab. Konflik Mali Utara sering disebut sebagia bagian dari "
Musim Dingin Islamis". Perubahan politik yang terjadi di Tunisia, termasuk pergantian pemerintahan, serta pemberontakan NIIS juga digadang-gadang oleh sejumlah pihak sebagai "tanda-tanda terjadinya
Musim Dingin Arab".
Menurut Moshe Dayan Center for Middle Eastern and African Studies, pada bulan Januari 2014, kerugian yang dipicu oleh
Musim Dingin Arab di seluruh kawasan
Arab mencapai kurang lebih 800 miliar dolar Amerika Serikat. Sekitar 16 juta orang di Suriah, Mesir, Irak, Yordania, dan Lebanon diperkirakan membutuhkan bantuan kemanusiaan pada tahun 2014.
Menurut The Economist, Malta "mendapat untung" dari
Musim Dingin Arab karena wisatawan yang biasanya berlibur ke Mesir atau Tunisia beralih ke tempat-tempat alternatif yang lebih aman.
Kekacauan politik dan kekerasan di Timur Tengah dan Afrika Utara menyebabkan perpindahan penduduk besar-besaran di kawasan tersebut. Akibatnya, "orang-orang kapal", termasuk pengungsi dalam negeri, pencari suaka, dan pengungsi yang sebelumnya menetap di Libya mulai bergerak menuju Uni Eropa. Upaya penduduk Libya dan Tunisia untuk mencari perlindungan dengan menyeberangi Laut Mediterania membuat para politikus dan penduduk Eropa khawatir. Mereka khawatir bahwa para pengungsi akan "membanjiri" pesisir pantai mereka dalam jumlah besar. Peristiwa ini memicu perumusan undang-undang dan pelaksanaan program patroli perairan untuk menangani kapal pengungsi.
Lihat pula
Krisis migran Eropa
Negara Islam Irak dan Syam
Kampanye militer melawan NIIS
Daftar konflik modern di Afrika Utara
Perluasan Perang Saudara Suriah
Konflik proksi
Arab Saudi–Iran
Referensi
Pranala luar
RT - Flames, Fury & Frustration:
Arab Spring spins into
Arab Winter?
RT - CrossTalk:
Arab Winter?
Arirang News - Prime Talk: Are we approaching an
Arab Winter? Jang Ji-hyang, Asan Institute for Policy Studies
VICE -
Arab Winter: Syrian refugees in Lebanon Bekaa Valley
Templat:Konflik Afrika Pasca-Perang
Dingin
Templat:Konflik Timur Tengah