Negeri Senja adalah judul novel karya Seno Gumira Ajidarma yang diterbitkan oleh Kepustakaan Populer Gramedia pada tahun 2003. Roman setebal 250 halaman dengan ISBN 978-979-90-2396-4, ini mengantarkan Seno memenangi Penghargaan Kusala Sastra Khatulistiwa untuk kategori fiksi, tahun 2004. Penghargaan serupa juga diterima pada tahun berikutnya, 2005 melalui karyanya, Kitab Omong Kosong untuk kategori Prosa.
Latar belakang
Novel roman
Negeri Senja karya Seno Gumira Ajidarma ini bercerita tentang catatan seorang pengembara/musafir lata yang sedang melakukan perjalanan di sebuah
Negeri yang tidak terdapat di dalam peta,
Negeri ini ada tapi tiada,
Negeri yang miskin di mana waktu seolah-olah tidak bergerak, karna selalu berada dalam keadaan
Senja, matahari tertahan terus di cakrawala, tidak ada pagi, tidak ada siang, tidak ada malam, yang ada hanya
Senja.
Negeri ini disebut
Negeri Senja. Bagi si Pengembara sendiri,
Negeri Senja adalah
Negeri yang paling indah karena kegemarannya yang selalu mencari pesona
Senja ke seluruh pelosok
Negeri. Namun ternyata, bukan hanya pesona
Senja yang dia temukan di
Negeri Senja. Di balik keindahan
Senja itu dia temukan drama manusia dalam permainan kekuasasaan; intrik, penindasan dan pembantaian. Di
Negeri Senja ini, konon, dan memang hanya konon
Negeri ini telah berdiri semenjak 500 tahun semenjak pengembara itu terdampar di
Negeri ini, dan sejak 200 tahun ini di pimpin oleh Puan Tirana, seorang perempuan buta yang memimpin dengan kejam di mana semua hal yang berbau pengetahuan dan kebebasan berpendapat merupakan hal sangat tabu di lakukan. Ironis sekali, di
Negeri yang sepertinya tiada pernah habis-habisnya cahaya
Senja yang teramat indah itu, kata cinta tidak ada definisinya, tidak di pikiran penduduknya, bahkan tidak juga ada dalam kamus bahasa antarbangsa. Karena cinta, kasih dan sayang telah dihapus dari kamus bahasa
Negeri Senja oleh Tirana. Penghapusan ini konon dan memang hanya karena dilatarbelakangi sebuah pengkhianatan cinta yang pernah dialami sang penguasa Tirana.
Naiknya Tirana ke puncak kekuasaan diselimuti misteri. Tidak ada seorangpun saksi hidup yang bisa berkisah tentang bagaimana perempuan itu bisa berkuasa. Ketika mereka dilahirkan, Tirana telah menjadi penguasa
Negeri Senja, Dan di
Negeri itu, tak ada sedikit pun catatan sejarah yang bisa dibaca. Selama kepemimpinan Tirana, pemberontakan, penentangan, dan percobaan pembunuhan pun sering kali dilakukan terhadapnya, tapi dengan kemampuannya membaca fikiran setiap orang yang terkena sinar
Senja dan pasukan khusus beserta mata-mata yang dipunyainya, dia dapat menghancurkan semuanya. Bahkan arwah para pemberontak pun akan di penjarakannya, dan selama itu pulalah semua penduduk
Negeri Senja berbicara seperlunya. Berpikirpun mereka batasi hanya pada tempat-tempat yang gelap, di lorong-lorong yang gelap dan pengap dimana cahaya
Senja tidak bisa menembus. Mereka berani untuk berpikir dan berbicara tetapi itu hanya untuk hal-hal yang dirasakan teramat sangat penting. Oleh karea itu, rakyat
Negeri Senja menjadi terbiasa hidup dalam kegelapan dan selalu menghindari cahaya. Memang itulah yang dikehendaki oleh Tirana agar rakyatnya selalu hidup dalam kegelapan.
Sejumlah rakyat yang merasa sudah sangat tertindas oleh kekuasaan sang Tirana, bersama-sama menggalang kesatuan untuk menggerakkan perlawanan terhadap sang penguasa. Mereka menamakan dirinya sebagai Partai Hitam. Namun di tengah usaha pembunuhan Tirana dalam suatu pemberontakan yang dilakukan oleh kaum perlawanan itu, Tirana yang memiliki kekuatan seperti Tuhan membakar
Negeri Senja hingga hanya tersisa Istana Pasir tempat Ia dan pengikutnya berada. Menyaksikan seluruh peristiwa mengerikan ini, si Pengembara tak tahan karena selalu dihantui setiap hari sehingga memutuskan untuk meninggalkan
Negeri Senja dengan segala rahasia di dalamnya dan meneruskan perjalanan yang memang menjadi tujuan hidupnya.
Lihat pula
Kusala Sastra Khatulistiwa
Seno Gumira Ajidarma
Referensi