Nestor Apollonovich
Lakoba (1 Mei 1893 – 28 Desember 1936) adalah tokoh pemimpin komunis Abkhaz.
Lakoba turut serta dalam membangun kekuatan Bolshevik di Abkhazia setelah Revolusi Rusia.
Lakoba kemudian menjabat sebagai pemimpin Abkhazia setelah kaum Bolshevik memperoleh kemenangan pada tahun 1921. Ketika
Lakoba berkuasa, Abkhazia awalnya diberikan status khusus dalam Uni Soviet sebagai Republik Sosialis Soviet Abkhazia. Walau di atas kertas merupakan bagian dari Republik Sosialis Soviet Georgia dengan status istimewa, RSS Abkhaz secara efektif merupakan republik yang terpisah dari Georgia. Hal tersebut bisa terjadi karena kedekatan
Lakoba dengan Joseph Stalin.
Lakoba berhasil menentang penerapan kolektivisasi di Abkhazia, walau akibatnya
Lakoba terpaksa menerima dicabutnya status istimewa Abkhazia, sehingga statusnya berubah menjadi republik otonom dalam RSS Georgia.
Lakoba sangat populer di Abkhazia karena dianggap merakyat.
Lakoba menjalin pertemanan yang dekat dengan Stalin yang sering berlibur ke Abkhazia pada dasawarsa 1920-an sampai 1930-an. Kedekatan ini membuat
Lakoba menjadi lawan dari Lavrentiy Beria. Beria merupakan salah satu orang terdekat Stalin yang bertanggung jawab atas wilayah Republik Sosialis Federasi Soviet Transkaukasia yang juga mencakup Georgia. Ketika Beria berkunjung ke Tbilisi pada Desember 1936,
Lakoba dibunuh dengan cara diracun. Hal tersebut membuat Beria dapat mengukuhkan kekuatannya di Abkhazia dan Georgia. Beria kemudian menetapkan
Lakoba dan keluarganya sebagai musuh negara. Nama
Lakoba baru dipulihkan setelah kematian Stalin pada 1953. Saat ini
Lakoba dianggap sebagai pahlawan nasional di Abkhazia.
Kehidupan awal
= Masa muda dan pendidikan
=
Nestor Lakoba lahir di desa Lykhny, yang waktu itu merupakan bagian dari Okrug Sukhum, Kegubernuran Kutais, Kekaisaran Rusia (sekarang Abkhazia).
Lakoba mempunyai dua saudara, Vasily dan Mikhail.
Lakoba dilahirkan dari keluarga petani. Ayahnya, Apollo, meninggal sebelum
Lakoba lahir. Mikhail Bgazhba, yang kemudian menjadi Sekretaris Pertama Partai Komunis Abkhaz, menyatakan bahwa Apollo
Lakoba ditembak mati karena menentang para ningrat dan pemilik tanah di wilayahnya. Ibu
Lakoba menikah lagi sebanyak dua kali, tetapi kedua suami tersebut juga meninggal. Dari umur 10 hingga 12 tahun,
Lakoba bersekolah di Athos Baru, kemudian dua tahun berikutnya bersekolah di Lykhny. Dia kemudian mendaftar di Seminari Tbilisi pada tahun 1905. Namun, ia tidak tertarik untuk belajar agama.
Lakoba membaca buku-buku terlarang waktu itu dan sering ketahuan oleh pihak sekolah.
Lakoba merupakan penyandang tuna rungu, sehingga ia harus menggunakan alat bantu dengar selama hidupnya. Hal ini merupakan ciri khas dari
Lakoba yang membuatnya kadang dijuluki sebagai "Si Tuli" oleh Joseph Stalin.
Pada tahun 1911,
Lakoba dikeluarkan dari seminari karena terlibat dalam aktivitas revolusioner.
Lakoba akhirnya pindah ke Batumi yang pada waktu itu merupakan pelabuhan utama untuk mengekspor minyak dari Kaukasus. Dia belajar secara autodidak untuk mengikuti ujian gimnasium. Ketika di Batumi,
Lakoba mulai berhubungan dengan kaum Bolshevik.
Lakoba mulai bekerja bersama mereka sejak musim gugur tahun 1911 dan secara resmi bergabung pada September 1912.
Lakoba kemudian terlibat dalam aksi propaganda kepada buruh dan petani di Adjara dan sekitarnya.
Lakoba kemudian mengembangkan kemampuannya untuk mengorganisasi massa.
Lakoba terpaksa meninggalkan Batumi pada tahun 1914 setelah tindakannya diketahui oleh polisi untuk kemudian pindah ke Grozny yang merupakan kota penghasil minyak di Kaukasus.
Lakoba tetap melanjutkan upayanya untuk menyebarkan propaganda Bolshevik kepada rakyat sekitar.
Lakoba melanjutkan studinya di Grozny dan kemudian lulus ujian pada tahun 1915. Pada tahun berikutnya,
Lakoba mengambil kuliah hukum di Universitas Kharkov yang sekarang termasuk dalam wilayah Ukraina. Namun, akibat Perang Dunia Pertama dan dampaknya terhadap Abkhazia,
Lakoba terpaksa berhenti melanjutkan studinya dan kembali ke kampung halaman.
= Permulaan aktivitas Bolshevik
=
Sekembalinya di Abkhazia,
Lakoba menerima jabatan di wilayah Gudauta dan membantu pembangunan jalur kereta api ke Rusia. Sembari mengawasi pembangunan jalur kereta tersebut, dia tetap menyebarkan propaganda Bolshevik kepada para buruh. Revolusi Februari yang mengakhiri Kekaisaran Rusia berdampak pada status Abkhazia yang menjadi tidak jelas dan diperebutkan banyak pihak. Majelis rakyat kemudian didirikan untuk memerintah wilayah tersebut.
Lakoba terpilih menjadi perwakilan dari Gudauta. Menurut Bgazhba, kemampuan
Lakoba untuk dekat dengan keseharian rakyat dan ditambah dengan kemampuan orasinya membuatnya menjadi pilihan ideal sebagai anggota perwakilan tersebut.
Lakoba semakin dikenal di Abkhazia karena mendirikan "Kiaraz" ("Киараз"; "bantuan bersama" dalam bahasa Abkhaz), sebuah brigade rakyat yang kemudian membantu Bolshevik mengukuhkan kekuatan di Abkhazia.
Lakoba merupakan Bolshevik yang paling penting di Abkhazia ketika revolusi dimulai pada 1917. Bolshevik yang berbasis di Gudauta (sebelah utara dari Abkhazia menentang Menshevik) yang bermarkas di Sukhumi. Pada 16 Februari 1918,
Lakoba dan Efrem Eshba menggulingkan Dewan Rakyat Abkhaz yang telah menguasai Abkhazia sejak November 1917. Kudeta tersebut dibantu oleh pelaut Rusia dari kapal perang yang berlabuh di Sukhumi. Kudeta tersebut hanya berlangsung selama lima hari dan berakhir setelah kapal perang tersebut kembali berlayar, sehingga Dewan Rakyat Abkhaz kembali memegang kendali.
Lakoba dan Eshba kembali menggulingkan Dewan Rakyat Abkhaz pada bulan April. Mereka menguasai Abkhaz selama 42 hari, sebelum akhirnya pasukan Republik Demokratik Georgia dan kaum anti-Bolshevik Abkhaz kembali merebut kekuasaan.
Lakoba dan Eshba melarikan diri ke Rusia dan tinggal di sana hingga 1921. Dewan Rakyat Abkhaz memegang kendali atas Abkhazia dan bernegosiasi dengan pemerintah Georgia mengenai status resmi Abkhazia. Kedua pihak tidak berhasil mencapai titik temu sebelum akhirnya Bolshevik menginvasi Abkhazia pada tahun 1921.
Pada musim gugur tahun 1918,
Lakoba diperintahkan untuk kembali ke Abkhazia dengan tujuan menyerang Menshevik. Dia kemudian ditangkap oleh kaum Menshevik dan dipenjarakan di Sukhumi. Ia dibebaskan lebih awal pada tahun 1919 setelah adanya penentangan dari masyarakat. Pada bulan April,
Lakoba ditawari jabatan sebagai komisaris polisi di Distrik Ochamchira. Ia menerima jabatan tersebut, dan menggunakan jabatannya untuk menyebarkan propaganda Bolshevik. Ketika pemerintah yang didukung oleh Menshevik mengetahui hal ini,
Lakoba kembali meninggalkan Abkhazia dan tinggal di Batumi selama beberapa bulan. Selama di Batumi,
Lakoba terpilih menjadi wakil ketua komite partai distrik Sukhumi.
Lakoba juga memimpin beberapa operasi yang menghalangi kegiatan Gerakan Putih (musuh Bolshevik selama Perang Saudara Rusia) di Kaukasus. Hal ini membuat
Lakoba semakin dikenal oleh pemimpin Bolshevik.
Pada tahun 1921,
Lakoba menikahi Sariya Dzhikh-Ogly. Sariya lahir dari keluarga kaya di Batumi. Ayah Sariya beretnis Adjaria, sementara ibunya merupakan orang Abkhaz yang berasal dari Ochamchira.
Lakoba dan Sariya sempat berjumpa beberapa tahun sebelum
Lakoba bersembunyi dari pasukan pendudukan Britania di Kaukasus selatan. Pada tahun berikutnya, mereka memiliki anak semata wayang yang bernama Rauf. Keluarga tersebut sangat dekat.
Lakoba membantu istri dan anaknya untuk memperoleh pendidikan. Sariya kemudian dianggap sebagai penjamu tamu yang baik. Iparnya, Adile Abbas-Ogly, menyatakan bahwa Sariya sangat dikenal di Moskwa karena hal tersebut dan menjadi alasan utama Stalin untuk berlibur di Abkhazia.
Pemimpin Abkhazia
= Meneguhkan kekuasaan
=
Lakoba kembali ke Abkhazia pada tahun 1921. Abkhazia telah dikuasai oleh Bolshevik pada waktu itu sebagai hasil dari penaklukan Georgia. Bersama dengan Eshba dan Nikolai Akirtava,
Lakoba merupakan salah satu penandatangan telegram untuk Vladimir Lenin yang mengumumkan pembentukan Republik Sosialis Soviet Abkhazia (RSS Abkhazia) yang awalnya diizinkan untuk berdiri sebagai negara bagian Uni Soviet yang seutuhnya. Komite Revolusi (Revkom) yang didirikan dan dipimpin oleh Eshba and
Lakoba dalam rangka persiapan pendudukan Bolshevik kemudian berhasil menguasai Abkhazia. Revkom dibubarkan pada 17 Februari 1922.
Lakoba kemudian terpilih sebagai Ketua Dewan Komisar Rakyat yang dibentuk pada hari yang sama, sehingga secara resmi menjadi pemimpin Abkhazia. Ia menduduki posisi tersebut hingga 17 April 1930 setelah dewan tersebut dibubarkan dan diganti oleh Presidium Komite Eksekutif Pusat, walau
Lakoba tetap bertahan sebagai pemimpin. Meskipun ia dihormati oleh sesama pejuang revolusi,
Lakoba tidak pernah mendapat peranan penting dalam Partai Komunis dan menolak untuk menghadiri berbagai pertemuan partai. Hal ini disebabkan Partai Komunis Abkhaz merupakan cabang dari Partai Komunis Georgia dan
Lakoba ingin menghindari berurusan dengan pejabat partai di Georgia. Ia lebih memilih menggunakan koneksi dengan pejabat tinggi di pusat untuk mempertahankan pengaruhnya.
= Lakoba selama berkuasa
=
Sebagai pemimpin di Abkhazia,
Lakoba berkuasa mutlak dengan kendali penuh sampai Abkhazia terkadang dijuluki sebagai 'Lakobistan'.
Lakoba berteman baik dengan beberapa tokoh Bolshevik, seperti Sergo Orjonikidze, Sergei Kirov, dan Lev Kamenev. Namun, hubungan
Lakoba dengan Stalin-lah yang paling berperan dalam naiknya nama
Lakoba menuju kekuasaan. Stalin menyukai
Lakoba karena mereka berdua memiliki banyak kesamaan. Mereka berdua berasal dari Kaukasus, hidup tanpa sosok ayah (ayah Stalin pergi untuk bekerja ketika Stalin masih muda), dan mereka bersekolah di seminari yang sama. Stalin mengagumi kemampuan menembak
Lakoba dan sumbangsihnya selama Perang Saudara. Stalin sudah mengenal Abkhazia sejak masa revolusi. Ia bahkan mempunyai sebuah dacha di wilayah Abkhazia dan sering berlibur di sana pada dasawarsa 1920-an. Terkadang Stalin melawak dengan melontarkan kalimat, "Aku Koba, dan kamu
Lakoba" ("Я Коба, а ты Лакоба" dalam bahasa Rusia; Koba merupakan salah satu nama samaran Stalin pada masa revolusi).
Lakoba menjadi orang terdekat Stalin berkat peranannya dalam upaya Stalin untuk mencapai tampuk kekuasaan. Ketika Lenin meninggal pada Januari 1924, Leon Trotsky yang merupakan lawan berat Stalin untuk berkuasa sedang berada di Sukhumi karena alasan kesehatan.
Lakoba memastikan bahwa Trotsky tetap terisolasi dari dunia luar selama Lenin meninggal dan dimakamkan. Hal ini membantu Stalin untuk meneguhkan kekuasaannya. Walau
Lakoba dan Stalin mungkin sempat bertemu ketika Perang Saudara, keduanya baru bertemu secara resmi pada Kongres Partai ke-13 di Moskwa pada Mei 1924.
Lakoba memanfaatkan hubungannya dengan Stalin demi kepentingan pribadi dan Abkhazia. Khawatir bahwa Abkhaz dapat terabaikan dalam Republik Sosialis Soviet Georgia (RSS Georgia), dia berusaha mempertahankan Abkhazia sebagai republik sosialis soviet seutuhnya. Dia kemudian terpaksa menerima perubahan status wilayah Abkhazia menjadi bagian dari Georgia. Abkhazia yang telah menjadi bagian dari RSS Georgia kemudian bergabung bersama dengan RSS Armenia dan RSS Azerbaijan menjadi Republik Sosialis Federasi Soviet Transkaukasia pada tahun 1922.
Lakoba umumnya menghindari berhubungan melalui Partai Komunis karena hal tersebut berarti dia harus berhadapan dengan pejabat di Tbilisi, Georgia. Ia memilih menggunakan koneksi orang dalam untuk langsung melapor ke Moskwa.
Lakoba mengawasi penerapan dari korenizatsiya, kebijakan yang diterapkan di seluruh Uni Soviet untuk memajukan etnis minoritas. Penerapan kebijakan tersebut di Abkhazia hanya menguntungkan orang terdekat
Lakoba. Sebagai bentuk penghargaan bagi kepemimpinan
Lakoba, ia dan Abkhazia dianugrahi Ordo Lenin pada 15 Maret 1935. Acara penganugrahan tersebut diundur hingga tahun berikutnya agar bertepatan dengan 15 tahun pendirian Bolshevik di Abkhazia. Pada Desember 1935 di Moskwa,
Lakoba dianugrahi Bintang Panji Merah sebagai penghargaan atas perjuangannya selama Perang Saudara.
Sebagai pemimpin,
Lakoba sangat populer di mata rakyatnya. Hal tersebut berlawanan dengan pemimpin etnis minoritas lain di Uni Soviet yang biasanya tidak dipercaya warganya dan dianggap perwakilan dari Uni Soviet ketimbang etnisnya. Menurut Bgazhba,
Lakoba mengunjungi beberapa desa di Abkhazia karena "
Lakoba ingin mengetahui keadaan hidup rakyat". Berbeda dengan pemimpin Bolshevik lainnya,
Lakoba bersikap tenang, elegan, dan menghindari berteriak ketika berpendapat. Dia juga dikenal karena mudah dijangkau oleh rakyat: sebuah laporan pada tahun 1924 yang ditulis oleh wartawan Zinaida Rikhter menyatakan bahwa:
"Di Sukhum, hanya di ruang terima tamu presidium bisa kita temukan identitas rakyat Abkhazia. Kepada
Nestor, rakyat satu per satu memanggil dia, mereka datang dengan hal sekecil apapun, melangkahi seluruh jalur resmi, dengan keyakinan bahwa dia akan mendengar mereka dan membuat keputusan. Pemimpin Abkhazia, Kamerad
Lakoba, dicintai rakyat dari seluruh kalangan."
= Pembangunan di Abkhazia
=
Lakoba menerapkan kebijakan industrialisasi besar-besaran di Abkhazia, contohnya pembangunan pertambangan batu bara di dekat Tkvarcheli. Namun, pertambangan tersebut tidak memiliki dampak yang signifikan terhadap perekonomian di wilayah itu. Proyek pembangunan lainnya meliputi pembangunan jalan dan rel baru, sistem drainase di lahan basah untuk mencegah wabah malaria, dan pengembangan sektor kehutanan. Sektor pertanian juga menjadi perhatian bagi
Lakoba, terutama pertanian tembakau. Pada tahun 1930-an, Abkhazia memasok hingga 52 persen dari seluruh ekspor tembakau dari Uni Soviet. Hasil pertanian lainnya, seperti teh, anggur, dan jeruk diproduksi dengan jumlah yang besar. Karena hal itu, Abkhazia menjadi salah satu wilayah terkaya di Uni Soviet, bahkan lebih kaya dibandingkan Georgia. Hasil ekspor tersebut membuat Abkhazia berubah menjadi "wilayah yang makmur di antara Kaukasus yang hancur karena perang". Pendidikan termasuk isu yang diperhatikan oleh
Lakoba.
Lakoba memerintahkan pembangunan sejumlah sekolah baru di Abkhazia. Pembangunan tersebut terbantu oleh kebijakan korenizatsiya yang mempromosikan kebudayaan lokal setempat. Banyak sekolah di Abkhazia menggunakan bahasa daerah seperti bahasa Abkhaz, bahasa Georgia, bahasa Armenia, dan bahasa Yunani dalam pembelajaran pada tahun 1920-an.
Abkhazia merupakan wilayah dengan etnis yang beragam. Maka dari itu,
Lakoba bertekad untuk mempertahankan persatuan antaretnis. Penduduk Abkhazia pada tahun 1920 hingga 1930-an yang beretnis Abkhaz hanya sekitar 25–30% dari keseluruhan populasi. Sisanya merupakan warga yang beretnis Georgia, etnis Rusia, etnis Armenia, dan etnis Yunani.
Lakoba mempertahankan perdamaian di Abkhazia dengan mengabaikan teori kelas Marxisme dan melindungi tuan tanah serta ningrat. Kebijakan tersebut membuat
Lakoba diusulkan untuk disingkirkan dari kekuasaan pada tahun 1929. Stalin mencegah hal tersebut, tetapi mengkritisi
Lakoba karena ia dianggap salah dengan "mencari dukungan dari segala lapis masyarakat" (yang bertentangan dengan kebijakan Bolshevik).
Penerapan kolektivisasi di Uni Soviet yang dimulai pada tahun 1928 menjadi masalah besar bagi Abkhazia dan
Lakoba. Kolektivisasi menjadi masalah karena cara bertani penduduk Abkhaz dilakukan oleh rumah tangga secara individu dengan sering kali meminta bantuan keluarga dan teman. Hal tersebut tidak sesuai dengan pertanian kolektif yang diharapkan Stalin yang dikelola bersama melalui semacam koperasi atau negara. Sejarawan Timothy Blauvelt menyatakan bahwa
Lakoba menghindari penerapan kolektivisasi pada dua tahun pertama dengan berbagai alasan, seperti "keadaan setempat", "keterbelakangan" metode pertanian setempat, dan "teknologi yang primitif", serta ketiadaan kulak (petani yang relatif makmur) di Abkhazia. Walaupun begitu, menurut Blauvelt, mungkin lokasi Abkhazia yang jauh dan kedekatan
Lakoba dengan Stalin yang menunda penerapan kolektivisasi di kawasan tersebut. Penolakan
Lakoba untuk menerapkan kebijakan tersebut berdampak pada hubungan antara dirinya dengan Partai Komunis Abkhazia yang semakin memburuk. Stalin memihak
Lakoba dengan pernyataan kecaman terhadap Partai Komunis Abkhazia yang "tidak mempertimbangkan hal-hal tertentu mengenai kondisi di Abkhazia, memaksa beberapa kebijakan untuk mentransfer bentuk pembangunan sosialis ala Rusia di tanah Abkhazia".
Pada Januari 1931, Partai Komunis menerapkan kebijakan yang memaksa petani di Abkhazia untuk menerapkan pertanian kolektif melalui aktivis yang disebar keseluruh wilayah di Abkhazia. Akibatnya, terjadi protes besar-besaran untuk menentang kebijakan tersebut pada bulan Januari dan Februari.
Lakoba tidak mampu menghentikan sepenuhnya kebijakan kolektivisasi, walaupun dia dapat mengurangi dampak buruk kolektivisasi dan menghentikan deportasi massal. Sejarawan Abkhaz Stanislav
Lakoba berpendapat bahwa begitu Stalin memiliki kendali penuh di Moskwa, dia tidak lagi menoleransi
Lakoba ataupun Abkhazia. Sebagai ganti dari keringanan untuk tidak memberlakukan kolektivisasi secara menyeluruh,
Lakoba harus merelakan Abkhazia kehilangan status sebagai negara bagian seutuhnya. Pada 19 Februari 1931, Abkhazia diturunkan statusnya menjadi republik otonom bernama Republik Sosialis Soviet Otonom Abkhaz. Hal tersebut membuat Abkhazia berada di bawah kendali penuh Georgia. Langkah ini tidak populer di mata warga Abkhazia. Hal tersebut memicu unjuk rasa besar-besaran di Abkhazia yang merupakan unjuk rasa pertama dalam sejarah Abkhazia yang secara terang-terangan menentang pemerintah Soviet.
= Persaingan dengan Beria
=
Lakoba juga berpengaruh dalam naiknya karier Lavrentiy Beria.
Lakoba menyarankan Stalin untuk bertemu dengan Beria yang beretnis Mingrelia dan terlahir serta dibesarkan di Abkhazia. Beria merupakan kepala polisi rahasia Georgia sejak 1926. Karena dukungan
Lakoba, pada November 1931, Beria menjadi Sekretaris Kedua Transkaukasia, kemudian Sekretaris Pertama Georgia, dan dipromosikan menjadi Sekretaris Pertama Transkaukasia pada Oktober 1932.
Lakoba mendukung Beria karena ia merasa bahwa sebagai pemuda asli Abkhazia, Beria akan patuh pada
Lakoba, sementara pejabat sebelumnya tidak patuh. Hal lain yang penting adalah bahwa Beria tidak memiliki koneksi langsung ke Stalin, sehingga
Lakoba dapat mempertahankan hubungan eratnya dengan Stalin. Blauvelt berpendapat bahwa
Lakoba menginginkan Beria dalam kekuasaan untuk membantu mematahkan tuduhan bahwa
Lakoba menyalahgunakan kekuasaan. Dalam laporan yang disampaikan pada Komite Sentral pada tahun 1930, menyatakan bahwa
Lakoba bebas dari segala tuduhan karena kurangnya bukti dan intervensi oleh Stalin. Peran Beria sebagai kepala polisi rahasia Georgia membuat
Lakoba dapat mempengaruhi hasil penyelidikan lebih lanjut.
Setelah berkuasa, Beria mulai menjatuhkan
Lakoba dan berusaha untuk mendekati Stalin.
Lakoba mengatakan kepada rekan Bolsheviknya, Sergo Ordzhonikidze, bahwa Beria pernah berujar bahwa Ordzhonikidze "akan menembaki seluruh orang Georgia di Georgia jika bukan karena dirinya [Beria]" ketika Ordzhonikidze memimpin invasi terhadap Georgia pada tahun 1921. ketika Ordzhonikidze memimpin invasi terhadap Georgia pada tahun 1921. Dalam pembicaraan itu
Lakoba juga membahas rumor bahwa Beria bekerja sebagai agen ganda melawan Bolshevik di Azerbaijan pada 1920. Sejarawan Amy Knight berpendapat bahwa penyebab ketegangan lainnya kemungkinan adalah adanya rasa kebencian yang mendalam antara Mingrelia dan Abkhazia. Selama Rencana Lima Tahun Kedua yang dimulai pada tahun 1933, Beria mencoba untuk memulai rencana pemindahan warga beretnis Mingrelia ke Abkhazia secara besar-besaran, walau pada akhirnya dapat digagalkan. Hubungan antara Beria dan
Lakoba semakin memburuk setiap keduanya berupaya untuk semakin dekat dengan Stalin walau
Lakoba masih dapat mempertahankan kedekatannya dengan Stalin.
Pada tahun 1933, Beria tampaknya mendalangi sebuah peristiwa untuk mendapatkan dukungan Stalin yang waktu itu sedang berada di dacha pribadinya di Gagra, Abkhazia utara. Pada 23 September, Stalin pergi untuk melaut sejenak di Laut Hitam yang terletak di depan dachanya dengan menggunakan kapal kecil yang tidak laik untuk berlayar di perairan terbuka. Stalin, Beria, Kliment Voroshilov, dan beberapa penumpang lainnya berniat untuk menyusuri perairan sekitar pantai selama beberapa jam. Ketika mereka sampai tujuan untuk piknik di dekat kota Pitsunda, mereka ditembaki sebanyak tiga kali. Tembakan tersebut berasal dari antara mercusuar atau pos perbatasan. Ketiga tembakan tersebut tidak mengenai mereka maupun kapalnya, walau Beria menyatakan bahwa dia melindungi Stalin dengan memasang badannya. Awalnya Stalin bergurau mengenai insiden tersebut, walau kemudian ia memerintahkan seseorang untuk menyelidiki kejadian tersebut. Ia menerima surat dari penjaga perbatasan yang kemungkinan melepas tembakan yang kemudian meminta maaf dan menjelaskan bahwa ia mengira kapal tersebut merupakan kapal asing. Penyelidikan mandiri yang dilakukan oleh Beria menyalahkan
Lakoba atas kebijakan untuk menembak kapal yang tidak dikenal. Namun, investigasi tersebut dihentikan oleh atasan Beria ketika rumor bahwa insiden tersebut dirancang untuk menjebak
Lakoba mulai menyebar.
Penyebab lain perselisihan antara Beria dan
Lakoba terkait dengan penerbitan buku Stalin dan Khashim (Сталин и Хашим dalam bahasa Rusia) pada tahun 1934. Buku tersebut menceritakan kehidupan Stalin sebagai pejuang revolusi, ketika pada tahun 1901–1902, Stalin bersembunyi dengan seorang penduduk desa bernama Khashim Smyrba di dekat Batumi. Buku ini menunjukkan Stalin sebagai sosok yang dekat dengan rakyat, suatu hal yang senang didengar Stalin. Buku ini diduga ditulis oleh
Lakoba. Buku ini dipuji oleh Stalin yang menyukai deskripsi Khashim sebagai sosok "sederhana, naif, tetapi jujur dan setia." Sebagai tanggapan, Beria memulai proyek untuk menceritakan seluruh kehidupan Stalin sebagai pejuang revolusi di Kaukasus. Hasil karya tersebut yang berjudul Tentang Permasalahan Sejarah Organisasi Bolshevik di Transkaukasus (К вопросу об истории большевистских организаций в Закавказье) melebih-lebihkan peran Stalin di wilayah tersebut. Ketika karya tersebut diterbitkan sebagai serial di Pravda, Beria menjadi dikenal di seluruh Uni Soviet.
Sejak tahun 1935, Stalin memberi tawaran pada
Lakoba untuk pindah ke Moskwa dan menggantikan Genrikh Yagoda sebagai kepala NKVD, polisi rahasia Soviet.
Lakoba menolak tawaran tersebut pada Desember 1935 dengan alasan masih ingin tinggal di Abkhazia. Penolakan mentah-mentah tersebut menimbulkan masalah bagi
Lakoba, karena niat baik dari Stalin pun mulai sirna. Setelah Stalin mengulangi tawaran tersebut pada Agustus 1936 dan kembali ditolak oleh
Lakoba, kebijakan baru mulai diterapkan, "Perihal Penulisan Penamaan Tempat". Kebijakan tersebut memaksa berbagai nama tempat di Abkhazia untuk diganti dari bahasa Abkhaz atau Rusia menjadi bahasa Georgia. Nama ibu kota Abkhazia, yang dalam bahasa Rusia disebut Sukhum, berubah menjadi Sukhumi.
Lakoba, yang menolak untuk menerbitkan pelat nomor di Abkhazia sampai mereka mengganti lokasi dari "Georgia" menjadi "Abkhazia," mulai menyadari bahwa ini merupakan langkah yang disengaja oleh Beria dan Stalin untuk menjatuhkan
Lakoba.
Lakoba mulai bertindak lebih berhati-hati. Dia mulai melobi Stalin agar memindahkan kewenangan Abkhazia dari Georgia menjadi bagian dari wilayah Krai Krasnodar di Rusia. Gagasan tersebut ditolak. Dalam kunjungan terakhir
Lakoba ke Moskwa untuk menemui Stalin, ia kembali mengajukan gagasan tersebut untuk terakhir kalinya dan mengeluhkan Beria.
Kematian
Karena
Lakoba populer di Abkhazia dan disenangi oleh Stalin, Beria kesulitan untuk menyingkirkannya. Pada tanggal 26 Desember 1936, Beria mengundang
Lakoba ke kantor Partai Komunis di Tbilisi dengan alasan untuk menjelaskan hubungan terbaru dengan Stalin. Beria kemudian mengajak
Lakoba dalam perjamuan makan malam keesokan harinya. Dalam perjamuan tersebut, disajikan ikan goreng yang merupakan makanan favorit
Lakoba dan segelas anggur yang telah diberi racun. Setelah makan malam, mereka menyaksikan opera berjudul Mzetchabuki (მზეჭაბუკი; "bocah-matahari" dalam bahasa Georgia). Selama pertunjukkan tersebut,
Lakoba menunjukan gejala keracunan dan kembali ke kamar hotelnya. Ia meninggal keesokan paginya. Secara resmi,
Lakoba dinyatakan meninggal akibat serangan jantung, walau hasil pemeriksaan medis terdahulu di Moskwa menunjukkan bahwa ia mengalami arteriosklerosis (penebalan pembuluh darah arteri), kardiosklerosis (penebalan jantung), dan erisipelas (infeksi kulit) di daun telinga kiri yang membuatnya kehilangan pendengarannya. Jasadnya dikembalikan ke Sukhumi, walau seluruh organ dalamnya (yang dapat membantu identifikasi penyebab kematian) telah dikeluarkan.
Knight berpendapat bahwa Stalin memerintahkan pembunuhan
Lakoba karena Beria tidak mungkin memiliki nyali untuk membunuh seseorang yang berpengaruh seperti
Lakoba tanpa perintah atasan. Hal mencurigakan lainnya adalah walau terdapat berbagai telegram ucapan belasungkawa dari pejabat penting di Uni Soviet, Stalin tidak mengirimkan ucapan semacam itu dan tidak berupaya menyelidiki kemungkinan bahwa Beria berperan dalam meninggalnya
Lakoba.
Lakoba dituduh sebagai pemberontak nasionalis yang membantu Trotsky dan berupaya untuk membunuh Stalin dan Beria.
Walau
Lakoba mendapat kecaman dalam waktu yang cepat, jasad
Lakoba mendapat pemakaman kenegaraan pada 31 Desember. Upacara pemakaman tersebut dihadiri oleh 13.000 orang, walau Beria tidak menghadiri upacara pemakaman tersebut (tetapi Beria membantu dalam pengembalian jasad ke Sukhumi). Pilot wanita Abkhazia pertama, Meri Avidzba, melakukan penerbangan melingkar sebagai bagian dari upacara pemakaman. Jenazahnya dikuburkan di Taman Botani Sukhumi, tetapi kemudian dipindahkan ke Pemakaman Santo Mikael di Sukhumi. Jenazah tersebut dikembalikan ke Taman Botani Sukhumi setelah tujuh tahun berada di sana. Berdasarkan memoar Nikita Khrushchev, Beria menggali kembali makam
Lakoba dan jenazahnya dibakar dengan alasan bahwa "musuh rakyat" tidak layak dimakamkan di Abkhazia. Hal ini mungkin dilakukan untuk menghilangan bukti bahwa
Lakoba diracun.
= Dampak
=
Beberapa bulan setelah kematian
Lakoba, anggota keluarganya dituduh melawan negara. Dua saudara
Lakoba ditangkap pada 9 April 1937. Ibu
Lakoba dan Sariya ditangkap pada 23 Agustus 1937. Tiga belas anggota keluarga
Lakoba disidang antara 30 Oktober hingga 3 November 1937 di Sukhumi. Tuduhan terhadap keluarga
Lakoba meliputi kegiatan kontra revolusi, subversi dan sabotase, spionase, terorisme, and pemberontakan di Abkhazia. Sembilan dari tiga belas terdakwa, termasuk dua saudara
Lakoba, ditembak mati pada 4 November. Rauf, putra
Lakoba yang berumur 15 tahun, mencoba untuk berbicara kepada Beria yang waktu itu mengunjungi Sukhumi untuk menyaksikan awal persidangan. Rauf kemudian ditangkap juga. Sariya dibawa ke Tbilisi dan disiksa untuk mengakui kesalahan
Lakoba. Namun ia menolak, bahkan setelah Rauf juga disiksa di hadapannya. Sariya meninggal dalam penjara di Tbilisi pada 16 Mei 1939. Rauf dikirim ke kamp buruh dan kemudian ditembak mati di penjara Sukhumi pada 28 Juli 1941.
Dengan wafatnya
Lakoba, Beria berkuasa penuh di Abkhazia dan menerapkan kebijakan "Georgifikasi". Pejabat Abkhaz ditangkap dengan tuduhan percobaan pembunuhan terhadap Stalin. Dampak lain dari kebijakan tersebut adalah masuknya ribuan pendatang dari etnis Mingrelia ke Abkhazia. Hal tersebut membuat etnis Abkhaz semakin tersingkir dan mengurangi proporsi warga etnis Abkhaz di Abkhazia. Beria tidak lagi mengejar perdamaian antaretnis seperti yang diharapkan
Lakoba. Beria lebih memilih mengutamakan sesama etnis Mingrelia. Beria berhasil mencapai tujuannya untuk memperbanyak warga etnis Mingrelia di Abkhazia, sebuah ambisi pribadi yang ia mulai pada tahun 1933 saat rencana lima tahun Uni Soviet kedua dimulai. Hal ini bertujuan untuk mengimbangi pengaruh warga dengan etnis Abkhaz di sana.
Peninggalan sejarah
Selepas kematiannya,
Lakoba dipandang sebagai "musuh rakyat" di Uni Soviet, walau setelah tahun 1953 namanya dipulihkan. Sebuah patung didirikan di Taman Botani Sukhumi pada tahun 1959 sebagai bentuk penghormatan terhadap
Lakoba di Abkhazia. Pada tahun 1965, Mikhail Bgazhba, Sekretaris Pertama Partai Komunis Abkhaz dari tahun 1958 hingga 1965, menulis biografi singkat dari
Lakoba untuk memulihkan nama baik
Lakoba. Di Abkhazia,
Lakoba dipandang sebagai pahlawan dan kerap dikaitkan dengan keberhasilan pembangunan dan kebudayaan.
Sebuah museum yang dipersembahkan untuk
Lakoba didirikan di Sukhumi, walau museum tersebut terbakar habis selama perang di Abkhazia pada tahun 1992–1993. Rencana untuk membangun kembali museum tersebut diumumkan oleh Pemerintah Republik Abkhazia pada tahun 2016. Setelah kematian
Lakoba, seluruh dokumen yang ia miliki dikubur agar tidak dihancurkan oleh pemerintah Soviet. Dokumen tersebut diambil kembali beberapa tahun kemudian oleh iparnya yang merupakan satu-satunya keluarga yang masih hidup. Dokumen tersebut pertama dibawa ke Batumi, Georgia. Pada dasawarsa 1980-an, dokumen tersebut dikembalikan ke Abkhazia dan sebagian besar dokumen tersebut diberikan kepada Universitas Princeton dan Stanford.
Catatan kaki
= Keterangan
=
= Rujukan
=
Daftar pustaka
Pranala luar
(Inggris) "Chapter One: The Abkhazian Candidate", Degenerate Magazine.
(Rusia) "Safari Kaukasus Josef Stalin" oleh Musto Jikhashvili
(Rusia) Biografi
Lakoba, dengan foto-foto