H. M.
Kadrie Oening (15 Februari 1923 – 6 Juni 1989) adalah wali kota ke-3 Kota Samarinda sekaligus wali kota dari sipil yang pertama, dilantik sejak 8 November 1967 dan setelah menjabat dua kali sampai tahun 1980 digantikan oleh Drs. H. Anang Hasyim.
Sebelum dilantik sebagai Wali kota,
Kadrie Oening adalah salah seorang wedana yang diperbantukan di Kotamadya Balikpapan. Ia juga pernah menjadi Camat Sangkulirang pada masa Orde Lama.
Kadrie juga merupakan anggota Partai Sosialis Indonesia (PSI). Dia dilantik oleh Gubernur Kalimantan Timur yang keempat, Abdoel Wahab Sjahranie.
Kepemimpinan
Selama memimpin Samarinda,
Kadrie Oening banyak melakukan perubahan dan penataan kota Samarinda. Dia dikenal berani dan tegas. Seperti menghapus beroperasinya becak di Samarinda sejak 1 Januari 1975, seperti yang tertuang dalam SK Walikotamadya Tk. II Samarinda No. 150 tahun 1974.
Kadrie Oening sempat didemo, namun dengan bijak
Kadrie meredam dan mengganti becak dengan taxi Colt sebagai angkutan umum.
Jasa lain
Kadrie Oening yakni menata pusat perbelanjaan sekaligus Taman Hiburan atau yang biasa disebut THG atau Taman Hiburan Gelora di lokasi eks kebakaran tahun 1958. Lokasi tersebut dulunya kumuh, banyak bangunan liar dan terdapat Pasar Sementara yang berdampingan dengan lokalisasi liar WTS "Gulinggang".
Kadrie Oening juga berperan besar dalam bertambahnya luas wilayah kotamadya Samarinda dari 169 kilometer persegi menjadi 2.727 kilometer persegi atau sekitar 15 kali lipat wilayah sebelumnya. Dengan luas daerah tersebut, Samarinda mendapat tambahan Kecamatan yaitu Palaran, Sanga Sanga, Muara Jawa dan Samboja.
Selama menjabat Wali kota
Kadrie Oening juga sempat merelokasi warga bantaran sungai, dari Selili ke daerah yang disebut Supida I, Supida II dan Supida III.
Kadrie Oening juga turut andil dalam menambah panjang jalan-jalan kota secara permanen sesuai kebutuhan Samarinda sebagai ibu kota Kalimantan Timur.
Kadrie juga merupakan salah satu konseptor Stadion Segiri, Jalan Kesuma Bangsa. Taman Makam Pahlawan yang tadinya berada di belakang hotel Pirus, dipindahkan di Kesuma Bangsa, sehingga lokasinya dinilai lebih layak dan tertata rapi. Selain itu, dia pun merancang beberapa jembatan di Sungai Karang Mumus serta membangun Balai Kota yang hingga kini masih dipakai di Jalan Kesuma Bangsa.
Suka Sastra dan Drama
Kadrie Oening menyukai seni sastra dan teater sejak remaja. Beberapa kali mengadakan pementasan drama saat masa perjuangan melawan Belanda. Pementasan drama dilakukan sebagai propoganda terhadap Belanda dan membangkitkan semangat rakyat untuk menentang penjajahan Belanda. Sejumlah puisinya terhimpun dalam beberapa buku antologi puisi. Di antaranya, buku antologi pusi Seorang Lelaki di Terminal Hidup, buku puisi Apa Kata Mereka Tentang 3 yang Tidak Masuk Hitungan dan rencana buku antologi puisi Kami Ada, yang akan diterbitkan Akhmad Zailani.
Akhir kehidupan
Kadrie meninggal dunia pada tanggal 6 Juni 1989. Dia meninggalkan seorang istri yang bernama Aminatul Kadriyah, seorang anak perempuan yang bernama Chadryah, dan seorang cucu laki-laki. Ia awalnya dimakamkan di Kuburan Muslimin di Jalan K.H. Abul Hasan, sebelum dipindahkan ke Taman Makam Pahlawan Kusuma Bangsa pada tanggal 6 Februari 2018.
Warisan
Namanya diabadikan sebagai nama salah satu ruas jalan di Kota Samarinda. Selain itu, nama Stadion Madya Sempaja juga diubah namanya menjadi Gelanggang Olah Raga (GOR)
Kadrie Oening pada tanggal 5 April 2022 untuk mengenang jasa-jasanya sebagai wali kota.
Referensi
Daftar pustaka
Hassan, A. Moeis (2004). Kalimantan Timur: Apa, Siapa dan Bagaimana. Jakarta: Yayasan Bina Ruhui Rahayu. ISBN 979-9222-88-5.
Magenda, Burhan Djabier (2010). East Kalimantan: The Decline of a Commercial Aristocracy. Singapura: Equinox Publishing. ISBN 978-602-8397-21-6.
Zailani, Akhmad (2001). Wali kota Samarinda, Dari Masa ke Masa. Samarinda: Metro. ISBN 961-32-6972-6.