Kabupaten Pamekasan (Hanacaraka: ꦥꦩꦼꦏꦱꦤ꧀, Pegon: ڤامۤكاسان, pelafalan dalam bahasa Indonesia: [paˈməkːasan]) adalah sebuah wilayah
Kabupaten di Pulau Madura.
Kabupaten ini juga terletak di provinsi Jawa Timur, Indonesia. Ibu kotanya adalah Kecamatan
Pamekasan.
Kabupaten ini berbatasan dengan Laut Jawa di utara, Selat Madura di selatan,
Kabupaten Sampang di barat, dan
Kabupaten Sumenep di timur.
Kabupaten Pamekasan merupakan
Kabupaten termaju di Pulau Madura dilihat dari segi infrastruktur dan angka kemiskinan yg paling kecil di Pulau Madura, Serta mempunyai Indeks Pembangunan Manusia tertinggi di Pulau Madura sebesar 70,32 (2023).
Kabupaten Pamekasan terdiri atas 13 kecamatan, yang dibagi lagi atas 178 desa dan 11 kelurahan. Pusat pemerintahannya ada di Kecamatan
Pamekasan. Ada rencana pemindahan ibukota ke kecamatan Waru sebagai pusat pemerintah
Kabupaten Pamekasan.
Geografi
Kabupaten Pamekasan merupakan salah satu
Kabupaten di kawasan Madura yang terletak di perlintasan jalur jaringan jalan Sampang-Sumenep. Luas wilayah
Kabupaten Pamekasan 79.230 Ha, terdiri dari 13 Kecamatan dan 189 Desa. Secara garis besar wilayah
Kabupaten Pamekasan terdiri dari dataran rendah pada bagian selatan dan dataran tinggi di wilayah tengah dan utara dengan kemiringan lahan tidak lebih rendah dari 2%. Secara astronomis
Kabupaten Pamekasan berada pada 6°51'–7°31' Lintang Selatan dan 113°19'–113°58' Bujur Timur.
= Batas Wilayah
=
Batas-batas wilayah
Kabupaten Pamekasan sebagai berikut:
= Topografi
=
Kondisi topografi
Kabupaten Pamekasan didasarkan atas ketinggian dan kelerangan, di mana ditinjau dari kondisi topografi ini
Kabupaten Pamekasan terletak di ketinggian 0-340 meter di atas permukaan laut. Wilayah tertinggi yaitu Kecamatan Pegantenan yang berada pada ketinggian 312 meter di atas permukaan laut, sedangkan wilayah terendah yaitu Kecamatan Galis berada pada ketinggian 6 meter di atas permukaan laut. Untuk kemiringan wilayah
Kabupaten Pamekasan terbagi atas empat karakteristik, yaitu:
Kelerangan 0-15 % merupakan daerah datar sampai landai, penyebarannya meliputi seluruh kecamatan di
Kabupaten Pamekasan dengan luas daerah ±59.964 Ha, dengan luasan tersebar adalah di Kecamatan Pademawu yaitu seluas 7.189 Ha
Kelerangan 15-25 %, merupakan daerah miring sampai berbukit, penyebarannya meliputi sebagian besar wilayah Kecamatan
Pamekasan dengan luas daerah ±14.094 Ha, dengan luasan tersebat adalah di Kecamatan Batumarmar yaitu seluas 5.611 Ha
Kelerangan 25-40 %, merupakan daerah berbukit sampai curam, penyebarannya hanya meliputi tujuh kecamatan di
Kabupaten Pamekasan dengan luas daerah ± 2.383 Ha, dengan luasan tersebar adalah Kecamatan Kadur seluas 638 Ha
Kelerengan 40 %, merupakan daerah sangat curam, penyebarannya hanya pada enam kecamatan di
Kabupaten Pamekasan dengan luas daerah ±2.789 Ha dengan luasan terbesar berada di Kecamatan Kadur seluas 956 Ha.
= Hidrologi
=
Kabupaten Pamekasan memiliki 21 buah sungai dengan sungai terpanjang yaitu sungai Samadjid. Pola aliran sungai yang terdapat di
Kabupaten Pamekasan merupakan sumber air permukaan mengikuti pola aliran sungai sejajar teranyam, berkelok putus, cagar alam bersifat tetap, sementara, dan berkala. Untuk panjang sungai yang ada tersebut berkisar antara 2–12 km yang terpanjang adalah Sungai Samadjid dan yang terpendek adalah Sungai Bringin dan Sungai Dingin dengan panjang 2 km.
= Iklim
=
Wilayah
Kabupaten Pamekasan memiliki suhu udara antara 21°–34 °C dengan tingkat kelembapan nisbi berkisar antara 72%–84%.
Kabupaten Pamekasan beriklim tropis basah dan kering (Aw) dengan dua musim, yaitu musim hujan yang berlangsung pada periode Desember–April dengan bulan terbasah adalah bulan Januari dan musim kemarau yang berlangsung pada periode Mei–Oktober dengan bulan terkering adalah Agustus. Curah hujan tahunan di wilayah
Pamekasan berkisar antara 1.200–1.700 mm per tahun dengan jumlah hari hujan berkisar antara 80–120 hari hujan per tahun.
Sejarah
Kemunculan sejarah pemerintahan lokal
Pamekasan, diperkirakan baru diketahui sejak pertengahan abad ke-15 berdasarkan sumber sejarah tentang lahirnya mitos atau legenda Aryo Menak Sunoyo yang mulai merintis pemerintahan lokal di daerah Proppo atau Parupuk. Jauh sebelum munculnya legenda ini, keberadaan
Pamekasan tidak banyak dibicarakan. Diperkirakan,
Pamekasan merupakan bagian dari pemerintahan Madura di Sumenep yang telah berdiri sejak pengangkatan Arya Wiraraja pada tanggal 13 Oktober 1268 oleh raja Kertanegara.
Kabupaten Pamekasan lahir dari proses sejarah yang cukup panjang. Istilah
Pamekasan sendiri baru dikenal pada sepertiga abad ke-16, ketika Ronggosukowati mulai memindahkan pusat pemerintahan dari Kraton Labangan Daja ke Kraton Mandilaras. Memang belum cukup bukti tertulis yang menyebutkan proses perpindahan pusat pemerintahan sehingga terjadi perubahan nama wilayah ini. Begitu juga munculnya sejarah pemerintahan di
Pamekasan sangat jarang ditemukan bukti-bukti tertulis apalagi prasasti yang menjelaskan tentang kapan dan bagaimana keberadaannya.
Jika pemerintahan lokal
Pamekasan lahir pada abad ke-15, tidak dapat disangkal bahwa
Kabupaten ini lahir pada zaman kegelapan Majapahit yaitu pada saat daerah-daerah pesisir di wilayah kekuasaan Majapahit mulai merintis berdirinya pemerintahan sendiri. Berkaitan dengan sejarah kegelapan Majapahit tentu tidak bisa dimungkiri tentang kemiskinan data sejarah karena di Majapahit sendiri telah sibuk dengan upaya mempertahankan bekas wilayah pemerintahannya yang sangat besar, apalagi saat itu sastrawan-sastrawan terkenal setingkat Mpu Prapanca dan Mpu Tantular tidak banyak menghasilkan karya sastra. Sedangkan pada kehidupan masyarakat Madura sendiri, tampaknya lebih berkembang sastra lisan dibandingkan dengan sastra tulis. Graaf (2001) menulis bahwa orang Madura tidak mempunyai sejarah tertulis dalam bahasa sendiri mengenai raja-raja pribumi pada zaman pra-islam.
Tulisan-tulisan yang kemudian mulai diperkenalkan sejarah pemerintahan
Pamekasan ini pada awalnya lebih banyak ditulis oleh penulis Belanda sehingga banyak menggunakan Bahasa Belanda dan kemudian mulai diterjemahkan atau ditulis kembali oleh sejarawan Madura, seperti Zainal Fatah ataupun Abdurrahman. Memang masih ada bukti-bukti tertulis lainnya yang berkembang di masyarakat, seperti tulisan pada daun lontar atau Layang Madura, namun demikian tulisan pada layang inipun lebih banyak menceritakan sejarah kehidupan para Nabi (Rasul) dan sahabatnya, termasuk juga ajaran-ajaran agama sebagai salah satu sumber pelajaran agama bagi masyarakat luas.
Masa pencerahan sejarah lokal
Pamekasan mulai terungkap sekitar paruh kedua abad ke-16, ketika pengaruh Mataram mulai masuk di Madura, terlebih lagi ketika Ronggosukowati mulai mereformasi pemerintahan dan pembangunan di wilayahnya. Bahkan, raja ini disebut-sebut sebagai raja Pertama di
Pamekasan yang secara terang-terangan mulai mengembangkan Agama Islam di kraton dan rakyatnya. Hal ini diperkuat dengan pembuatan jalan Se Jimat, yaitu jalan-jalan di Alun-alun kota
Pamekasan dan mendirikan Masjid Jamik
Pamekasan. Namun, sampai saat ini masih belum bisa diketemukan adanya inskripsi ataupun prasasti pada beberapa situs peninggalannya untuk menentukan kepastian tanggal dan bulan pada saat pertama kali ia memerintah
Pamekasan.
Bahkan zaman pemerintahan Ronggosukowati mulai dikenal sejak berkembangnya legenda kyai Joko Piturun, pusaka andalan Ronggosukowati yang diceritakan mampu membunuh Pangeran Lemah Duwur dari Aresbaya melalui peristiwa mimpi. Padahal temuan ini sangat penting karena dianggap memiliki nilai sejarah untuk menentukan Hari Jadi Kota
Pamekasan.
Terungkapnya sejarah pemerintahan di
Pamekasan semakin ada titik terang setelah berhasilnya invansi Mataram ke Madura dan merintis pemerintahan lokal dibawah pengawasan Mataram. Hal ini dikisahkan dalam beberapa karya tulis seperti Babad Mataram dan Sejarah Dalem serta telah adanya beberapa penelitian sejarah oleh Sarjana barat yang lebih banyak dikaitkan dengan perkembangan sosial dan agama, khususnya perkembangan Islam di Pulau Jawa dan Madura, seperti Graaf dan TH. Pigeaud tentang kerajaan Islam pertama di Jawa dan Benda tentang Matahari Terbit dan Bulan Sabit, termasuk juga beberapa karya penelitian lainnya yang menceritakan sejarah Madura. Masa-masa berikutnya yaitu masa-masa yang lebih cerah sebab telah banyak tulisan berupa hasil penelitian yang didasarkan pada tulisan-tulisan sejarah Madura termasuk
Pamekasan dari segi pemerintahan, politik, ekonomi, sosial dan agama, mulai dari masuknya pengaruh Mataram khususnya dalam pemerintahan Madura Barat (Bangkalan dan
Pamekasan), masa campur tangan pemerintahan Belanda yang sempat menimbulkan pro dan kontra bagi para Penguasa Madura, dan menimbulkan peperangan Pangeran Trunojoyo dan Ke’ Lesap, dan terakhir pada saat terjadinya pemerintahan kolonial Belanda di Madura.
Pada masa pemerintahan Kolonial Belanda inilah, tampaknya
Pamekasan untuk perkembangan politik nasional tidak menguntungkan, tetapi disisi lain, para penguasa
Pamekasan seperti diibaratkan pada pepatah Buppa’, Babu’, Guru, Rato telah banyak dimanfaatkan oleh pemerintahan Kolonial untuk kerentanan politiknya. Hal ini terbukti dengan banyaknya penguasa Madura yang dimanfaatkan oleh Belanda untuk memadamkan beberapa pemberontakan di Nusantara yang dianggap merugikan pemerintahan kolonial dan penggunaan tenaga kerja Madura untuk kepentingan perkembangan ekonomi Kolonial pada beberapa perusahaan Barat yang ada didaerah Jawa, khususnya Jawa Timur bagian timur (Karisidenan Basuki).
Tenaga kerja Madura dimanfaatkan sebagai tenaga buruh pada beberapa perkebunan Belanda. Orang-orang
Pamekasan sendiri pada akhirnya banyak hijrah dan menetap di daerah Bondowoso. Walaupun sisi lain, seperti yang ditulis oleh peneliti Belanda masa Hindia Belanda telah menyebabkan terbukanya Madura dengan dunia luar yang menyebabkan orang-orang kecil mengetahui system komersialisasi dan industrialisasi yang sangat bermanfaat untuk gerakan-gerakan politik masa berikutnya dan muncul kesadaran kebangsaan, masa Hindia Belanda telah menorehkan sejarah tentang pedihnya luka akibat penjajahan yang dilakukan oleh bangsa asing. Memberlakukan dan perlindungan terhadap system apanage telah membuat orang-orang kecil di pedesaan tidak bisa menikmati hak-haknya secara bebas.
Begitu juga ketika politik etis diberlakukan, rakyat Madura telah diperkenalkan akan pentingnya pendidikan dan industri, tetapi disisi lain, keuntungan politik etis yang dinikmati oleh rakyat Madura termasuk
Pamekasan harus ditebus dengan hancurnya ekologi Madura secara berkepanjangan, atau sedikitnya sampai masa pemulihan keadaan yang dipelopori oleh Residen R. Soenarto Hadiwidjojo. Bahwa pencabutan hak apanage yang diberikan kepada para bangsawan dan raja-raja Madura telah mengarah kepada kehancuran prestise pemegangnya yang selama beberapa abad disandangnya.
Perkembangan
Pamekasan, walaupun tidak terlalu banyak bukti tertulis berupa manuskrip ataupun inskripsi tampaknya memiliki peran yang cukup penting pada pertumbuhan kesadaran kebangsaan yang mulai berkembang di negara kita pada zaman Kebangkitan dan Pergerakan Nasional. Banyak tokoh-tokoh
Pamekasan yang kemudian bergabung dengan partai-partai politik nasional yang mulai bangkit seperti Sarikat Islam dan Nahdatul Ulama diakui sebagai tokoh nasional. Kita mengenal Tabrani, sebagai pencetus Bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan yang mulai dihembuskan pada saat terjadinya Kongres Pemuda pertama pada tahun 1926, namun terjadi perselisihan paham dengan tokoh nasional lainnya di kongres tersebut. Pada Kongres Pemuda kedua tahun 1928 antara Tabrani dengan tokoh lainnya seperti Mohammad Yamin sudah tidak lagi bersilang pendapat.
Pergaulan tokoh-tokoh
Pamekasan pada tingkat nasional baik secara perorangan ataupun melalui partai-partai politik yang bermunculan pada saat itu, ditambah dengan kejadian-kejadian historis sekitar persiapan kemerdekaan yang kemudian disusul dengan tragedi-tragedi pada zaman pendudukan Jepang ternyata mampu mendorong semakin kuatnya kesadaran para tokoh
Pamekasan akan pentingnya Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang kemudian bahwa sebagian besar rakyat Madura termasuk
Pamekasan tidak bisa menerima terbentuknya negara Madura sebagai salah satu upaya Pemerintahan Kolonial Belanda untuk memecah belah persatuan dan kesatuan bangsa.
Melihat dari sedikitnya, bahkan hampir tidak ada sama sekali prasasti maupun inskripsi sebagai sumber penulisan ini, maka data-data ataupun fakta yang digunakan untuk menganalisis peristiwa yang terjadi tetap diupayakan menggunakan data-data sekunder berupa buku-buku sejarah ataupun Layang Madura yang diperkirakan memiliki kaitan peristiwa dengan kejadian sejarah yang ada. Selain itu diupayakan menggunakan data primer dari beberapa informan kunci yaitu para sesepuh
Pamekasan.
Pemerintahan
= Bupati
=
Bupati
Pamekasan saat ini dijabat oleh Baddrut Tamam, didampingi wakil bupati, Fattah Jasin. Sebelumnya, Baddrut berpasangan dengan Raja'e, dan merupakan pemenang pada pemilihan umum bupati
Pamekasan tahun 2018. Akan tetapi, Raja'e meninggal dunia pada Desember 2020. Kemudian, Fattah Jasin menjadi wakil bupati selanjutnya, setelah disetujui oleh mayoritas anggota DPRD
Pamekasan pada akhir Maret 2022. Pada 30 Mei 2022, Fattah dilantik oleh gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa, di Gedung Negara Grahadi Kota Surabaya, menjadi wakil bupati
Pamekasan.
= Dewan Perwakilan
=
Komposisi anggota DPRD
Kabupaten Pamekasan selama tiga periode adalah sebagai berikut:
= Kecamatan
=
Kabupaten Pamekasan terdiri dari 13 kecamatan, 11 kelurahan, dan 178 desa. Pada tahun 2017, jumlah penduduknya mencapai 811.330 jiwa dengan luas wilayah 792,24 km² dan sebaran penduduk 1.024 jiwa/km².
Pada tahun 2015,
Kabupaten Pamekasan terbagi menjadi 13 Kecamatan 11 Kelurahan dan 179 Desa dengan luas wilayah 792.24 km² dan jumlah penduduk sebanyak 811.330 jiwa. Kode wilayah administrasi wilayah
Kabupaten Pamekasan adalah 35.28, Berikut adalah daftar kecamatan dan kelurahan/desa di
Kabupaten Pamekasan.
Daftar kecamatan dan kelurahan di
Kabupaten Pamekasan, adalah sebagai berikut:
Pendidikan
Selain dikenal Kota Batik dan Gerbang Salam.
Kabupaten Pamekasan juga dinobatkan sebagai
Kabupaten Pendidikan dikarenakan banyaknya lembaga pendidikan mulai dari Tingkat Taman Kanak-Kanak sampai Perguruan Tinggi. Predikat
Kabupaten Pamekasan sudah diresmikan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Moh. Nuh pada akhir tahun 2012 lalu, sejak saat itulah
Kabupaten Pamekasan secara resmi mendeklarasikan diri menjadi
Kabupaten Pendidikan.
Beberapa perguruan tinggi yang ada di
Pamekasan, seperti Institut Agama Islam Negeri Madura (IAIN Madura), Universitas Madura, Universitas Islam Madura
Pamekasan, dan lainnya. Jumlah perguruan tinggi di
Pamekasan di bawah naungan Kementerian Pendidikan sebanyak 4 perguruan tinggi swasta, sementara dibawah naungan Kementerian Agama, ada 11 perguruan tinggi, 1 negeri dan 10 swasta.
Referensi
Pranala luar
(Indonesia) Situs web resmi