Dalam tafsir
Islam,
dunia dapat dibagi menjadi "Darul
Islam" ("Wilayah
Islam", tempat berlakunya hukum
Islam), "Darul Sulh" ("Wilayah Perjanjian", daerah bukan
Islam yang sudah menandatangani gencatan senjata dengan pemerintah Muslim), dan "Darul Harbi" ("Wilayah Perang", yaitu wilayah non-Muslim yang belum menerima
Islam).
Kata dar dalam bentuk tunggal (دار) secara harfiah berarti "rumah", "tempat tinggal", "struktur", "tempat", "tanah", atau "negara". Dalam ilmu fikih, istilah ini sering kali mengacu kepada salah satu bagian di
dunia.
Gagasan "
Pembagian"
dunia dalam
Islam tidak ada di dalam Al-Quran maupun Hadits.
menurut Abou El Fadl, satu-satunya "dar" yang disebutkan oleh Quran adalah "tempat tinggal selanjutnya dan tempat tinggal di bumi, dan yang pertama jelas lebih tinggi dari yang kedua".
Istilah ini pertama kali digunakan oleh ahli-ahli hukum
Islam dalam pembahasan aturan hukum mengenai penaklukan
Islam hampir satu abad setelah Muhammad. Orang pertama yang menggunakan istilah ini adalah Abu Hanifa di Irak dan murid-muridnya, Abu Yusuf dan Al-Shaybani.
menurut Abu Hanifa, persyaratan agar suatu negara dapat dianggap sebagai bagian dari "Darul
Islam" (bahasa Arab: دار الإسلام, "Wilayah
Islam") adalah:
Muslim harus dapat menikmati kedamaian dan keamanan di negaranya
Negara harus dikuasai oleh pemerintah Muslim
Memiliki perbatasan dengan beberapa negara Muslim
Darul Harbi
Darul Harbi (bahasa Arab: دار الحرب, "Wilayah Perang") atau "Darul Kufur" ( دار الكفر, "Wilayah Kafir") adalah negara yang tidak menerapkan hukum
Islam.
menurut Majid Khadduri, perbedaan mendasar antara "Darul
Islam" dengan "Darul Harbi" baru muncul setelah kekalahan Kekhalifahan Umayyah dalam Pertempuran Tours pada tahun 732, yang menghentikan perluasan wilayah
Islam ke utara, sementara pada saat yang sama perluasan wilayah
Islam ke timur juga terhenti.
Wahbah al-Zuhayli menyatakan bahwa konsep Darul Harbi bersifat historis: "keberadaan Darul
Islam dan Darul Harbi pada masa ini langka atau sangat-sangat terbatas. Sebab negara-negara
Islam telah bergabung dengan Perserikatan Bangsa-Bangsa yang menyatakan bahwa hubungan antara bangsa adalah perdamaian dan bukan perang. Maka dari itu negara-negara non-Muslim adalah Darul Ahd …"
Darul Hudna
Darul Hudna (bahasa Arab: دار الهدنة "Wilayah Ketenangan") adalah wilayah non-Muslim yang sedang melakukan gencatan senjata dengan Darul
Islam. Gencatan senjata dicapai lewat upeti atau perjanjian. Jika kafir harbi melanggar gencatan senjata, pertempuran akan berlanjut. Setelah sepuluh tahun berlalu, perang juga akan diteruskan. Selain itu, hanya perjanjian yang sesuai dengan asas-asas
Islam yang dianggap sah.
Darul Ahd, Darul Sulh
Dar al-'Ahd (bahasa Arab: دار العهد "Wilayah Gencatan Senjata") atau Dar al-Sulh (bahasa Arab: دار الصلح "Wilayah Perdamaian") adalah istilah yang mengacu kepada wilayah yang memiliki perjanjian perdamaian dengan Muslim.
Catatan kaki
Bacaan lanjut
Western Muslims and the Future of
Islam, by Tariq Ramadan
Fatwa on Terrorism and Suicide Bombings, by Muhammad Tahir-ul-Qadri
Nicola Melis, Trattato sulla guerra. Il Kitab al-gihad di Molla Husrev. Cagliari: Aipsa, 2002.
König, Daniel G., Arabic-Islamic Views of the Latin West. Tracing the Emergence of Medieval Europe, Oxford, OUP, 2015.