- Source: Pembantaian Pulau Liuqiu
Pembantaian Pulau Liuqiu adalah pembantaian yang dilakukan oleh tentara Belanda terhadap masyarakat adat di Pulau Liuqiu (Hanzi: 琉球嶼) pada tahun 1636. Pembantaian tersebut merupakan pembalasan dendam Belanda atas pembantaian yang dilakukan oleh penduduk Pulau Liuqiu terhadap pelaut-pelaut Belanda yang kapalnya karam di pulau tersebut pada dua kejadian berbeda, yakni pada tahun 1622 dan 1631.
Latar Belakang
Pada tahun 1622, dua tahun sebelum VOC mendirikan cabang di Taiwan, sebuah kapal Belanda bernama Gouden Leeuw (bahasa Indonesia: Singa Emas) karam di antara batu karang lepas pantai Pulau Liuqiu. Seluruh awak kapal tersebut tercatat dibunuh oleh penduduk pulau tersebut.
Lalu pada tahun 1631, kapal Beverwijk juga mengalami nasib yang sama dengan Gouden Leeuw — karam akibat batu karang di lepas pantai Pulau Liuqiu. Tercatat 50 awak berhasil menyelamatkan diri dari kapal tersebut tetapi mereka harus berhadapan dengan penduduk Pulau Liuqiu selama dua hari sebelum akhirnya dikalahkan.
Para pejabat VOC tidak ingin berdiam diri atas dua kejadian tersebut. Gubernur Jenderal Hindia Belanda Timur Hendrik Brouwer menyuruh Gubernur Formosa Hans Putmans untuk "menghukum dan menghapus penduduk [...] Pulau Singa Emas sebagai balasan atas perbuatan keji mereka terhadap orang-orang kita." Pulau Singa Emas adalah sebutan Belanda untuk Pulau Liuqiu untuk mengenang tewasnya para penyintas kapal Gouden Leeuw.
Kampanye Pembalasan
= Ekspedisi pertama
=Putmans ingin menyerang Pulau Liuqiu sesegara mungkin, dia bahkan sempat meminta bantuan dari para pendekar dari distrik Mattau (bahasa Mandarin: 麻豆) untuk menyerang warga Pulau Liuqiu. Ekspedisi pertama dilakukan pada tahun 1633 dan dipimpin oleh Claes Bruijn dan terdiri atas 250 tentara Belanda, 40 bajak laut Tionghoa Han, dan 250 penduduk asli Formosa. Ekspedisi tersebut gagal tetapi mereka berhasil menemukan bukti-bukti pembantaian terhadap kru Beverwijk, seperti koin, tembaga dari dapur kapal, dan topi Belanda.
= Ekspedisi kedua
=Ekspedisi kedua dilakukan pada tahun 1636 dengan jumlah kru yang lebih besar di bawah pimpinan Jan Jurriansz. Penduduk Pulau Liuqiu mengungsi ke dalam gua dan tentara Belanda beserta sekutunya menggunakan kesempatan tersebut untuk menutup seluruh mulut gua, hanya menyisakan lubang kecil untuk meletakkan sulfur dan menyulut api. Setelah tiga hari diserang dengan gas beracun, 42 orang pertama meninggalkan gua dan menyerahkan diri. Setelah delapan hari, pada 4 Mei 1636, mulut-mulut gua akhirnya dibuka setelah tidak lagi terdengar suara tangisan. Saat disidik, tentara Belanda menemukan setidaknya 300 jenazah pria, wanita, dan anak-anak yang tewas akibat gas beracun tersebut.
Serangan-serangan sporadis masih dilakukan oleh para penyintas ekspedisi Belanda yang kedua tersebut. Beberapa penyintas yang berhasil ditangkap kemudian dijadikan budak di Taiwan dan Batavia. Sementara wanita dan anak-anak yang berhasil kabur dijadikan pembantu di rumah orang-orang Belanda di Taiwan; beberapa di antaranya dijadikan istri oleh pria Belanda.
= Ekspedisi ketiga
=Ekspedisi terus dilakukan terhadap Pulau Liuqiu. Pada 5 Juli 1636, Belanda meluncurkan ekspedisi ketiga setelah tewasnya seorang sersan Belanda pada 30 Juni 1636. Taktik serangan Belanda masih mirip dengan taktik pada ekspedisi kedua yakni memastikan penduduk Pulau Liuqiu yang bersembunyi kelaparan dengan memutus akses pangan serta dengan menjarah pulau tersebut. Lebih dari 300 penduduk tewas dan 544 penduduk ditangkap.
Depopulasi
Pada tahun 1645 Pulau Liuqiu akhirnya dikosongkan ketika seorang saudagar Tionghoa menyewa pulau tersebut dari VOC dan memindahkan 13 penduduk terakhirnya dari pulau tersebut.