- Source: Pembiayaan Investasi Nonanggaran Pemerintah
Pembiayaan Investasi Nonanggaran Pemerintah (PINA) adalah skema pembiayaan proyek infrastruktur tanpa melibatkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) melalui penggalangan sumber pembiayaan alternatif agar dapat digunakan untuk berkontribusi dalam pembiayaan proyek-proyek strategis nasional yang membutuhkan modal besar, tetapi dinilai baik secara ekonomi dan menguntungkan secara finansial. PINA merupakan alternatif pendanaan yang difasilitasi oleh Pemerintah Pusat guna mengatasi kendala pembiayaan ekuitas proyek infrastruktur.
Investasi merupakan komponen penting dalam mendorong pertumbuhan ekonomi secara lebih berkesinambungan. Terciptanya iklim usaha yang kondusif sangat berpengaruh pada peningkatan investasi. Dengana adanya peningkatan investasi maka akan mendorong kegiatan di sektor-sektor lainnya, antara lain penciptaan lapangan kerja dan mendorong peningkatan ekspor. Berdasarkan RPJMN 2014-2019, upaya peningkatan investasi ditempuh melalui 2 (dua) pilar kebijakan, yaitu peningkatan Iklim Investasi dan iklim usaha untuk meningkatkan efisiensi proses perizinan bisnis, serta peningkatan investasi yang inklusif, terutama dari investor domestik. Kedua pilar kebijakan ini harus dilakukan secara terintegrasi, baik di tingkat pusat maupun di daerah. Sasaran pembangunan nasional dapat dicapai melalui investasi pemerintah (baik melalui belanja kementerian/lembaga, belanja non-kementerian lembaga, seperti subsidi dan public service obligation, transfer daerah, serta penyertaan modal negara) dan investasi nonanggaran pemerintah (baik itu swasta murni, BUMN murni, dan Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha dengan jaminan).
Total kebutuhan pembiayaan infrastruktur mencapai Rp 4.769 triliun. Dari total anggaran tersebut, porsi anggaran Pemerintah melalui APBN maupun APBD diperkirakan hanya Rp 1.978,6 triliun (41,3%), BUMN Rp 1.066,2 triliun (22,2%), sedangkan sisanya diharapkan dari sektor swasta sebesar Rp 1.751,5 triliun (36,5%). Dengan keterbatasan kapasitas fiskal, tetapi di sisi lain adanya peningkatan kapasitas partisipasi swasta, memunculkan peluang untuk meningkatkan pembiayaan investasi, khususnya ekuitas, yang bukan bersumber dari anggaran pemerintah. Karena itu, pemerintah perlu melakukan inovasi pembiayaan antara lain melalui pendekatan creative financing (pembiayaan kreatif). Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional selaku lembaga yang diamanatkan sebagai koordinator PINA akan memfasilitasi pertemuan badan usaha pelaksana/pemilik proyek infrastruktur yang membutuhkan pembiayaan ekuitas dengan badan usaha investor yang berminat dan berkomitmen untuk berinvesasi di proyek-proyek infrastruktur di Indonesia dengan imbal hasil yang menarik (IRR > 13%). Melalui skema PINA, pemerintah berharap pembangunan infrastruktur tidak hanya bergantung pada APBN, sehingga beban pada APBN tidak terlalu berat dan pembanguan infrastruktur bisa berjalan lebih cepat.
Kriteria prioritas proyek yang dipilih untuk didanai dengan skema PINA, antara lain mendukung percepatan target prioritas pembangunan nasional, memiliki manfaat ekonomi dan sosial bagi masyarakat Indonesia, memiliki kelayakan komersial, dan memenuhi kriteria kesiapan. Guna mensosialisasikan PINA, Bappenas menyelenggarakan Financial Closing PINA pada tanggal 17 Februari 2017. Pada kegiatan tersebut, PT Sarana Multi Infrastruktur (Persero) dan PT Taspen (Persero) secara bersama-sama memberikan pembiayaan investasi dalam bentuk ekuitas kepada PT Waskita Toll Road, yang memegang konsesi atas 15 ruas jalan tol.