- Source: Pembunuhan Susianti Tinulele
Susianti Tinulele, seorang pendeta Gereja Kristen Sulawesi Tengah (GKST) Jemaat Effatha, ditembak mati pada tanggal 18 Juli 2004 saat sedang memimpin kebaktian malam hari di gereja tersebut. Pelaku penembakan adalah para anggota kelompok militan Islam yang terkait dengan kekerasan di Poso dalam beberapa tahun sebelumnya. Tersangka utama, Basri, bersama rekan-rekannya dari kelompok Mujahidin Tanah Runtuh, divonis penjara pada tahun 2007.
Kronologi
Peristiwa ini bermula saat seseorang yang tidak dikenal memasuki gereja sembari memegang senjata api. Di luar, seorang pelaku lainnya menodong satpam gereja agar tidak menghalangi rencana mereka. Ratusan orang jemaat yang sedang mengikuti kebaktian menoleh ke arah pintu masuk gereja, dan menyangka bahwa orang tersebut hanya memegang senjata mainan. Keadaan berubah saat pelaku mulai menembak, para jemaat panik dan berhamburan keluar gedung gereja. Pendeta Susianti Tinulele yang memimpin kebaktian malam itu, tewas di tempat setelah tembakan pertama mengenai dahinya, dan pelaku kemudian mulai menargetkan para jemaat dan melukai empat orang. Di tengah kekacauan, para pelaku memanfaatkan keadaan ini untuk kabur dan melarikan diri.
Korban
Susianti menjadi satu-satunya korban tewas. Empat orang lain yang menjadi korban dilarikan ke Rumah Sakit Budi Agung dan Rumah Sakit Woodward/Bala Keselamatan Palu. Semua korban merupakan jemaat yang sering mengunjungi gereja ini. Mereka adalah Christ Midiyanto, Farid Mohingko, Desriyanti Tangkede, dan Lustianti Ampu. Desriyanti dirujuk ke Rumah Sakit Angkatan Laut Ramelan, Surabaya, Jawa Timur, karena Rumah Sakit Woodward tidak memiliki dokter ahli bedah dan peralatan yang memadai. Pada tanggal 20 Juli, Desriyanti menjalani operasi pengangkatan serpihan peluru dari kepalanya dengan lancar. Sebelum dioperasi, ia menjalani pemeriksaan CT scan oleh tim bedah dari rumah sakit rujukan tersebut. Selain itu, tim dokter juga mengobati pembekuan darah pada pipi, tulang frontalis, dan pada bagian sinus di dekat hidungnya.
Jenazah Susianti dimakamkan pada siang hari tanggal 20 Juli. Proses pemakaman dibanjiri oleh ratusan pelayat yang turut mengantar jenazahnya dari rumah duka hingga ke pemakaman. Tunangan korban yang bernama Enos Tangke, juga tiba dari Kabupaten Morowali.
Reaksi
Menteri Agama Said Agil Husin Al Munawar menyebut bahwa peristiwa ini bukanlah masalah antar-umat beragama. Ia menilai orang yang beragama tidak mungkin melakukan tindakan di luar batas kemanusiaan dan akal sehat. Said menambahkan bahwa ia berharap agar kasus seperti ini tidak akan pernah terulang lagi. Ketua Majelis Persekutuan Gereja Indonesia, Nathan Setiabudi, mengutuk aksi teror ini. Ia menyayangkan pengamanan yang terkesan longgar dan lamban oleh aparat. Selain aparat penegak hukum, dia juga menyalahkan para elit politik yang menyebabkan kasus ini terjadi. Pada tanggal 20 Juli, Nathan bersama dengan Ketua Partai Damai Sejahtera, Ruyandi Hutasoit, menemui Presiden Megawati Sukarnoputri di kediaman pribadi Megawati. Pertemuan ini diakhiri dengan janji presiden bahwa ia akan mengusut tuntas peristiwa ini.
Setelah peristiwa tersebut, situasi Kota Palu masih berjalan dengan normal, meskipun penjagaan keamanan semakin ditingkatkan, khususnya di sejumlah tempat peribadatan dan pusat-pusat keramaian. Sejak tanggal 21 Juli, seluruh gereja dan beberapa rumah di Palu menaikkan bendera setengah tiang. Pengibaran bendera setengah tiang ini sendiri dilakukan selama tiga hari. Polri membentuk tim khusus untuk menjaga stabilitas keamanan di Palu, pasca penyerangan gereja ini.
Penyelidikan
= Sketsa pelaku
=Sehari setelah kejadian, Kapolri Jenderal Pol. Da'i Bachtiar berkunjung ke Palu sebagai bentuk belasungkawa sekaligus mengunjungi para korban di rumah sakit. Ia menegaskan bahwa kepolisian sedang dalam proses mengumpulkan informasi untuk membuat dan menyebarkan sketsa gambar para tersangka penembak Susianti. Sebelumnya, polisi telah mengumpulkan para saksi yang berada di lokasi pada saat kejadian untuk dimintai keterangan. Semua informasi yang didapat akan menjadi dasar pembuatan gambar atau sketsa pelaku. Da'i melanjutkan bahwa mereka masih terus mempelajari hubungan peristiwa ini dengan sejumlah aksi teror yang terjadi sebelumnya, seperti penembakan jaksa Ferry Silalahi. Para penyidik dari Kepolisian Resor Kota Palu baru menemukan sembilan butir selongsong dan lima butir peluru di tempat kejadian perkara (TKP). Di sisi lain, Kepolisian Daerah Sulawesi Tengah melakukan proses identifikasi terhadap jejak sepatu yang ditinggalkan para tersangka di halaman gereja.
= Keterangan saksi
=Saksi-saksi yang dimintai keterangan pada umumnya mengatakan, bahwa mereka hanya melihat pelaku utama yang menembak Susianti, dan tidak sempat menghitung jumlah total pelaku karena kekacauan yang terjadi saat para jemaat berhamburan keluar gereja. Seorang saksi yang juga menjadi korban bernama Lustianti, menyebut bahwa bunyi tembakan mirip dengan suara petasan. Lustiani sendiri dirawat di rumah sakit karena terserempet peluru. Ia membenarkan bahwa para penembak kabur menggunakan dua buah sepeda motor, masing-masing Yamaha RX King dan sepeda motor jenis bebek.
= Identitas pelaku
=Pada tanggal 21 Juli 2004, identitas pelaku berhasil didapatkan oleh kepolisian setelah menyimpulkan keterangan dari 15 saksi yang telah diperiksa dan juga penyelidikan atas beberapa berkas kasus yang terjadi sebelumnya. Kapolda Sulteng, Brigjen. Pol. Taufik Ridha, menyatakan bahwa pelaku berinisial F alias A. Ia menyebut bahwa para pelaku masih berada di wilayah Kota Palu atau Kabupaten Donggala, membuat pihak kepolisian memperketat jalur keluar masuk di kedua wilayah tersebut. Polda Sulawesi Tengah menurunkan 30 anggota Polres untuk mengejar para pelaku dengan operasi bersandi "Sendak (Senjata Api dan Bahan Peledak) Maleo". Kapolda menyatakan bahwa pelaku utama penembakan Fery Silalahi pada tanggal 26 Mei 2004 dan yang terjadi di gereja tersebut dilakukan oleh orang yang berbeda, tetapi mereka menduga bahwa para tersangka masih berada dalam satu jaringan. Investigasi gabungan yang dilakukan oleh Mabes Polri menyimpulkan keterlibatan sekelompok pemuda dari Poso sebagai pelakunya. Menurut mereka, motivasi di balik penembakan ini merupakan pembalasan atas serangan terhadap umat Muslim di Poso, yaitu pembantaian Pesantren Walisongo pada tahun 2000.
Dampak
Pada bulan Agustus 2007, para pelaku dihadapkan ke pengadilan: Basri, Wiwin Kalahe, Agus Jenggot, Yudi dan Rahman. Proses persidangan dilakukan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Beberapa bulan kemudian, pada bulan Desember 2007, pengadilan akhirnya menghukum masing-masing tersangka ke penjara: Wiwin Kalahe (19 tahun penjara), Agus Jenggot (14 tahun penjara), Yudi Parsan (10 tahun penjara), Rahman (19 tahun penjara) dan Basri (19 tahun penjara). Tiga orang yang terakhir juga didakwa dalam insiden penembakan Ivon dan Siti, dua siswi SMA di Poso dan juga kasus mutilasi tiga siswi SMA Kristen GKST Poso.
Referensi
= Daftar pustaka
=Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (11 Desember 2007). Putusan PN Jakarta Selatan Nomor 1413/Pid.B/2007/PN.Jkt-Sel. Tahun 2007 (Laporan). Mahkamah Agung Republik Indonesia.
Bacaan lanjutan
Aliansi Jurnalis Independen (April 2007). Liputan Peristiwa 22 Januari 2007 di Poso [Shabby Portrait of the Republic’s Role in Poso] (PDF) (Laporan). Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 14 Oktober 2016. Diakses tanggal 18 Desember 2017.
Karnavian, Tito (2008). Indonesian Top Secret: Membongkar Konflik Poso. Gramedia Pustaka Utama. ISBN 978-9-79223-763-4.
Karnavian, Tito (5 September 2014). Explaining Islamist Insurgencies: The Case of Al-Jamaah Al-Islamiyyah and the Radicalisation of the Poso Conflict, 2000-2007. Imperial College Press Insurgency and Terrorism Series. Imperial College Press. ISBN 978-1-78326-485-8.
KontraS (Februari 2007). "Gebang Rejo: Operasi di Pemukiman Penduduk" (PDF). No. 1. KontraS. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2013-06-12. Diakses tanggal 2018-03-28.
Kata Kunci Pencarian:
- Pembunuhan Susianti Tinulele
- Muhammad Basri (teroris)
- Mujahidin Tanah Runtuh
- Pengeboman pasar Palu 2005