Pemerintahan Nasional Direorganisasi Republik Tiongkok, atau secara Umum di
Tiongkok di sebut sebagai "Rezim Wang Jingwei" secara singkat disebut sebagai
Republik Tiongkok adalah nama
Pemerintahan kolaborator yang didirikan di
Tiongkok dari tahun 1940-1945.
Pemerintahan dan negara ini dipimpin oleh mantan anggota Kuomintang sekaligus Kolaborator Wang Jingwei.
Wang Jingwei adalah pemimpin sayap-kiri dari faksi Kuomintang yang dinamakan Kaum Reorganisasi. Kelompok ini sering bertentangan dengan kebijakan Chiang Kai-shek. Setelah jatuhnya ibu kota Nanjing ke tangan tentara Kekaisaran Jepang,
Pemerintahan Nasionalis terpaksa melarikan diri ke Chongqing. Pada tanggal 30 Maret 1940, pemberontak-pemberontak yang berada di bawah pengawasan tentara Jepang membentuk pemerintah kolaborator yang sekaligus diproklamirkan sebagai perwakilan yang sah dari
Republik Tiongkok. Pemerintah
Direorganisasi Nasional dibentuk dari
Pemerintahan kolaborator sebelumnya yang ada di
Tiongkok utara dan tengah, yaitu
Pemerintahan Direformasi
Republik Tiongkok yang berbasis di
Tiongkok timur,
Pemerintahan Sementara
Republik Tiongkok di
Tiongkok utara, dan pemerintah Mengjiang yang ada di Mongolia Dalam, meskipun dalam kenyataannya
Tiongkok Utara dan Mongolia Dalam relatif bebas dari pengaruh Nanjing. Meskipun menggunakan simbol-nama dan simbol negara yang sama dengan
Pemerintahan Nasionalis di Chongqing, namun pemerintah Nanjing hanya mendapat pengakuan internasional oleh negara pentandatangan Pakta Anti-Komintern, sedangkan
Pemerintahan Nasionalis terus diakui oleh seluruh dunia sebagai satu-satunya representasi
Republik Tiongkok yang sah.
Republik Tiongkok yang dipimpin
Pemerintahan Reorganisasi
Nasional secara efektif adalah salah satu dari beberapa negara boneka dibawah kendali Jepang selama Perang
Tiongkok-Jepang Kedua (1937-1945), dan PRN dimaksudkan untuk menyaingi legitimasi Pemerintah Nasionalis.
Pemerintahan Reorganisasi
Nasional menyatakan perang terhadap Sekutu pada tanggal 9 Januari 1943. Pada akhirnya, negara ini dan pemerintahannya dibubarkan menyusul kekalahan militer Jepang di akhir perang pada Agustus 1945.
Etimologi
Rezim ini juga secara tak resmi dikenal sebagai
Pemerintahan Nasionalis Nanjing (Hanzi: 南京國民政府; Pinyin: Nánjīng Guó Mín Zhèngfǔ), Rezim Nanjing, atau dinamakan sesuai nama pemimpinnya Rezim Wang Jingwei (Hanzi: 汪精衛政權; Pinyin: Wāng Jīngwèi Zhèngquán). Nama lain yang digunakan adalah
Republik Tiongkok-Nanjing,
Tiongkok-Nanjing, atau
Tiongkok Baru.
Batas-batas politik
Secara teori,
Pemerintahan Reorganisasi menguasai seluruh wilayah
Tiongkok dengan pengecualian Manchukuo, yang diakui sebagai negara merdeka. Pada kenyataannya,
Pemerintahan Reorganisasi hanya menguasai Jiangsu, Anhui, dan sektor utara Zhejiang, dimana semuanya awalnya menjadi wilayah yang dikuasai Jepang setelah 1937.
Oleh karena itu, batas-batas sebenarnya Pemerintah Reorganisasi berubah jika Jepang menguasai wilayah baru dalam perang. Selama serangan Jepang pada Desember 1941, Pemerintah Reorganisasi meluaskan kekuasaanya atas Hunan, Hubei, dan bagian provinsi Jiangxi. Pelabuhan Shanghai dan kota-kota Hankou dan Wuchang juga di bawah kendali
Pemerintahan Reorganisasi setelah 1940.
Provinsi yang dikendalikan oleh Jepang seperti Shandong dan Hebei, secara teoretis adalah bagian dari PRN, meskipun sebenarnya daerah ini dikuasai oleh Komandan Front Utara Jepang dan berada dibawah
Pemerintahan yang dikendalikan Jepang secara terpisah dan berpusat di Beijing. Seperti Front Utara, sektor selatan memiliki komandan militer dan
Pemerintahan dari Jepang sendiri yang berpusat di Guangzhou. Setiap front bertindak sebagai unit militer sendiri, dengan administrasi politik dan ekonomi sendiri, juga serta komandan militer Jepang sendiri.
Jiangsu: 41,818 mi² (108,308 km²); ibu kota: Zhenjiang
Anhui: 51,888 mi² (134,389 km²); ibu kota: Anqing (juga termasuk ibu kota negara Nanjing)
Zhejiang: 39,780 mi² (103,030 km²); ibu kota: Hangzhou
Menurut sumber lain, jumlah ekspansi wilayah PRN selama periode 1940-an adalah 1,264,000 km².
Selama perang, Angkatan Darat Kekaisaran Jepang melakukan berbagai kekejaman di wilayah yang dikendalikan oleh Pemerintah Reorganisasi, seperti operasi "pembersihan" untuk menakut-nakuti rakyat. Jenderal Toshizō Nishio, Panglima Pasukan Ekspedisi Angkatan Darat Kekaisaran Jepang di daratan
Tiongkok, kemudian digantikan oleh Jenderal Yasuji Okamura. Pada tanggal 9 September 1945, menyusul kekalahan Jepang dalam Perang Dunia II, pasukan Jepang di daerah ini menyerah kepada Jenderal Dia Yingqin dari tentara Chiang Kai-shek, Tentara Revolusioner
Nasional.
Pemerintah, ekonomi, pendidikan dan kehidupan sehari-hari
= Administrasi politik dan pemerintah
=
Struktur administrasi Pemerintah Reorganisasi meliputi Legislatif Yuan dan Eksekutif Yuan. Keduanya berada dibawah presiden dan kepala negara Wang Jingwei. Namun, kekuatan politik yang nyata tetap berada ditangan Panglima Tentara Jepang Front
Tiongkok Tengah dan lembaga politik Jepang yang dibentuk oleh penasihat Jepang. Jepang juga mendirikan berbagai partai dan gerakan nasionalis lokal untuk mendukung keinginan mereka.
Setelah memperoleh persetujuan Jepang untuk membentuk
Pemerintahan Nasional, Wang Jingwei memerintahkan Kongres Perwakilan Kuomintang Keenam untuk mendirikan
Pemerintahan ini di Nanjing. Dedikasi terjadi di Ruang Konferensi, dan dua bendera yaitu bendera
Nasional "biru-langit putih-matahari merah-bumi" dan bendera "biru-langit putih-matahari" Partai Nasionalis diperkenalkan, mengapit potret besar Sun Yat-sen.
Pada hari
Pemerintahan baru dibentuk, dan sebelum sidang "Konferensi Politik Pusat" dimulai, Wang mengunjungi makam Sun di Gunung Ungu Nanjing dalam upaya untuk membangun legitimasi kekuasaannya sebagai pengganti Sun. Wang telah menjadi pejabat tingkat tinggi Pemerintah Nasionalis dan sebagai orang yang dekat dengan Sun, ia mentranskrip wasiat terakhir Sun, yaitu Perjanjian Zongli. Agar mendiskreditkan legitimasi pemerintah Chongqing, Wang mengadopsi bendera Sun dengan harapan hal ini dapat membuatnya sebagai penerus sah Sun dan membawa pemerintah kembali ke Nanjing.
=
Pemerintah Beijing (Administrasi Otonom Anti-Komunis Yi) berada di bawah panglima Front Jepang
Tiongkok Utara sampai daerah Sungai Kuning jatuh dalam lingkup pengaruh Front
Tiongkok Tengah. Selama periode yang sama, daerah tengah Zhejiang hingga Kanton dikuasai oleh Front
Tiongkok Selatan. Terdapat juga wilayah-wilayah kecil, dimana sebagian besar wilayah ini independen serta memiliki mata uang dan pemimpin lokalnya sendiri. Wilayah-wilayah kecil ini sering bertentangan.
Wang Jingwei pergi ke Tokyo pada tahun 1941 untuk pertemuan dengan pengawas Jepangnya. Di Tokyo, Menteri
Pemerintahan Nanjing dan Wakil Presiden Chou Fo-hai berkomentar kepada Asahi Shimbun bahwa lembaga yang dibentuk Jepang hanya membuat sedikit kemajuan di daerah Nanjing. Pernyataanya ini menimbulkan kemarahan dari Kumataro Honda, Duta Besar Jepang dan Konsulat di Nanjing. Chou Fo-hai mengajukan petisi untuk kontrol total provinsi sentral
Tiongkok oleh PRN. Sebagai tanggapan, Letnan Jenderal AD Kekaisaran Jepang Teiichi Suzuki diperintahkan untuk memberikan bimbingan militer untuk rezim Wang Jingwei di Nanking, dan menjadi bagian dari kekuatan sebenarnya yang ada di balik
Pemerintahan Wang.
Dengan izin dari tentara Jepang, kebijakan monopoli umum diterapkan, untuk kepentingan zaibatsu Jepang dan perwakilan lokalnya. Meskipun perusahaan-perusahaan ini diduga diperlakukan sama seperti perusahaan-perusahaan lokal oleh pemerintah, Presiden Legislatif Yuan di Nanjing, Cheng Kung-po, menganggap bahwa pendapat Kaizo Jepang tidaklah benar.
Pemerintahan Nanjing juga membuat kedutaan besarnya sendiri di Yokohama, Jepang (seperti yang dilakukan negara boneka Manchukuo).
= Orang-orang penting
=
Adminstrasi lokal:
Liang Hongzhi: Presidenn dan Kepala Negara pada masa-mas awal
Wang Jingwei: Presiden dan Kepala Negara
Chen Gongbo: Presiden dan Kepala Negara setelah kematian Wang, juga presiden Legislatif Yuan dan Gubenur daerah pendudukan Shanghai.
Zhou Fohai: Wapres dan Menteri keuangan di Legislatif Yuan
Jiang Kanghu: Kepala Yuan Pendidikan.
Kumataro Honda: Penasehat sipil dan politik PRN dan Duta Besar Jepang di Nanjing
Nobuyuki Abe: Penasehat politik Jepang di
Pemerintahan PRN
Teiichi Suzuki: Penasehat politik dan militer
Pemerintahan PRN
Bao Wenyue: Menteri Masalah Militer
Ren Yuandao: Menteri Angkatan Laut
Xiao Shuxuan: Kepala Staf Umum
Yang Kuiyi: Menteri Pelatihan Militer
Li Shiqun: Kepala No. 76, dinas rahasia PRN yang ditempatkan di Jalan Jessefield No. 76, Shanghai
Kaya Okinori: Nasionalis Jepang, pedagang, dan penasihat komersial PRN
Chu Minyi: Duta Besar PRN di Yokohama, Japan
Tao Liang: Pemilik tanah terkenal di
Tiongkok dan pejabat pemerintah PRN
Chao Kung: (Ignaz Trebitsch-Lincoln), pemimpin agama Buddha yang diakui
Perwakilan asing dan personel diplomatik:
Kumataro Honda: Perwakilan dan Duta Besar Jepang
Dr. Ernst Wörmann: Duta Besar Jerman
= Ekonomi
=
Ekonomi lokal dikelola terutama untuk Tentara Front Sentral Jepang. Perencana militer memberlakukan "ekonomi pendudukan" dengan uang perang (Yen militer dan Yuan
Tiongkok), dan Bank Sentral
Tiongkok yang seharusnya adalah entinitas
Tiongkok, tetapi malah dikelola oleh penasehat Jepang dan tentara Jepang di daerah ini.
Tiongkok dibawah rezim PRN memiliki akses yang lebih besar untuk mendapat barang mewah di masa perang, dan pihak Jepang dapat menikmati benda-benda seperti korek api, beras, teh, kopi, cerutu, makanan dan minuman beralkohol, yang semuanya langka di Jepang. Hiburan tambahan, seperti pelacuran, kasino dan bar, dikelola oleh fungsionaris Jepang dan lokal untuk kepentingan militer. Tujuan dari kontrol ini diduga untuk menghambat depresiasi moneter dari yen, sehingga dapat menjaga kekuatan mata uang Jepang di wilayah ini.
Di wilayah yang diduduki Jepang, harga kebutuhan pokok naik secara substansial. Di Shanghai pada tahun 1941, harga barang naik hinga sebelas kali lipat. Inflasi serupa terjadi di Manchukuo, meskipun kendali ekonomi sangat terpusat oleh Jepang.
= Pendidikan
=
Pendidikan yang dilakukan serupa seperti di semua wilayah yang diduduki Jepang. Strateginya adalah untuk menciptakan tenaga kerja yang cocok untuk pabrik-pabrik dan tambang, serta untuk tenaga kerja manual. Jepang juga berusaha untuk memperkenalkan budaya dan pakaian mereka ke
Tiongkok. Keluhan-keluhan seperti di Manchukuo, menuntut dan menyerukan pengembangan pendidikan yang lebih bermakna
Tiongkok. Kuil Shinto dan pusat kebudayaan yang sama dibangun untuk menanamkan budaya dan nilai-nilai Jepang. Kegiatan ini terhenti pada akhir perang.
= Kehidupan shari-hari
=
Kehidupan sehari-hari sering sulit di
Tiongkok yang dikuasai PRN, dan semakin sulit saat kondisi perang berbalik melawan Jepang (sek. 1943). Penduduk setempat terpaksa melakukan pasar gelap untuk mendapatkan barang-barang yang diperlukan atau untuk mempengaruhi lembaga yang berkuasa. Kempetai dan Tokko Jepang, polisi korlaborator
Tiongkok, dan warga negara
Tiongkok yang bekerja di lembaga-lembaga/orang Jepang, semua bekerja untuk menyensor informasi, memantau oposisi, dan menyiksa musuh dan pembangkang. agen rahasia "dalam negeri" Tewu, dibentuk dengan "penasihat" tentara Jepang.
Jepang juga mendirikan pusat-pusat penahanan tawanan perang, kamp-kamp konsentrasi, dan pusat pelatihan Kamikaze untuk mengindoktrinasi pilot sebagai anggota Angkatan Laut Kōkūtai Shanghai (dilengkapi dengan Mitsubishi A6M Reisen, Yokosuka K5Y, Nakajima B5N dan beberapa pesawat amfibi). Nakajima/Kugisho L3Y1/2 dari Skuadron Pangkalan Tsingtao, dipisahkan di Tsingtao sebagai bagian dari Shina Homen Kantai' (Armada Wilayah
Tiongkok) di antara Angkatan Darat I/II Chutai dari Hiko Sentai ke-85 dan Senai ke-9 (dilengkapi dengan Ki-44 Shoki/Ki-84 Hayate). Kedua unit tersebut dipusatkan di Shanghai dan Nanjing.
= Kontrol media
=
Pemerintahan Nanjing membentuk "Biro Manajemen Surat Kabar" dibawah "Departemen Propaganda" pada bulan Oktober 1940. Empat lembaga pers dibentuk pada tahun 1941, meskipun semuanya secara resmi dikendalikan oleh dan disensor oleh Departemen Propaganda.
= Populasi
=
Populasi mungkin jumlahnya hampir mirip dengan angka dari tahun 1937-1938 yang berasal Kementerian Luar Negeri, dengan tidak memperhitungkan dari daerah luar atau daerah yang diduduki setelah kemenangan perperangan:
Jiangsu: 15,804,623
Anhui: 23,354,188
Zhejiang: 21,230,749
Populasi kota-kota besar meliputo:
Nanjing: 1,100,000
Shanghai: 3,703,430 (termasuk 75,000 orang asing)
Suzhou: 576,000
Hangzhou: 389,000
Shaoxing: 250,000
Ningbo: 250,000
Hankow: 804,526 (saat penguasaan sementara)
Penghitungan populasi lain menghasilkan:
Shanghai: 3,500,000
Hankow: 778,000
Sumber lain pada tahun 1940 melaporkan bahwa jumlah penduduk bertambah menjadi 182,000,000.
=
Tentara Jepang mengorganisasi tentara lokal, yang bertujuan untuk menlindungi
Tiongkok dibawah Rezim Nanjing (PRN). Pada kenyataannya, tentara berfungsi sebagai garis kedua serangan dan keamanan internal sebagai bagian dari Perang
Tiongkok-Jepang Kedua. Sebuah angkatan udara kolaborator ("Angkatan Udara Pemerintah Reformasi
Tiongkok" (1938), yang kemudian berganti nama menjadi "Angkatan Udara
Pemerintahan Nasional Tiongkok" pada tahun 1940) dibentuk, dimana pada awalnya hanya diberikan glider untuk tujuan pelatihan. Kemudian, AU ini dilengkapi dengan:
Nakajima Ki-34 untuk aktivitas militer dan transportasi tentara;
Nakajima Ki-27b
Tachikawa Ki-55 untuk pelatihan;
Tachikawa Ki-9 untuk pengintaian dan pelatihan; dan
Nakajima Ki-43Ia untuk pertahanan.
Untuk Angkatan Darat Kolaborator, Jepang menyediakan:
Tank Ringan Tipe 94
Karabin Tahun Meiji Tipe 38
Stahlhelm Jerman, helm, kanon, mortar, dan kanon AA ringan
Senapan Arisaka, Senapan Tipe 99 dan Pistol Nambu.
Untuk AL Kolaborator, AL Jepang menyediakan (semuanya hasil sitaan):
Gunboat Suma (bekas HMS Moth)
Gunboat Tatara (bekas USS Wake)
Gunboat Karatsu (bekas USS Luzon)
Gunboat Narumi (bekas RM Ermanno Carlotto)
Gunboat Okitsu (bekas RM Lepanto)
Gunboat Nan-Yo (bekas AL
Tiongkok Teh Hsing)
Patrol Boat PB-102 (bekas USS Stewart)
Patrol Boat PB-101 (bekas HMS Thracian)
Light Cruiser Isojima (bekas AL
Tiongkok Ning Hai)
Light Cruiser Yasojima (bekas AL
Tiongkok Ping Hai)
Rezim juga memiliki kekuatan berupa polisi reguler di bawah kendali Jepang. Para politisi dan media lokal secara konsisten memberikan propaganda pro-Jepang, memuji "upaya heroik pasukan Imperial", dan berpendapat "untuk pertahanan
Nasional terhadap komunisme dan kepentingan Barat".
Pasukan Chiang Kai-shek menangkap sejumlah anggota militer Wang Jingwei selama pertempuran militer. Tahanan musuh dari peringkat rendah dibujuk untuk berkhianat dan berjuang bersama pasukan anti-Jepang, tapi tahanan tingkat tinggi dieksekusi. Para pemimpin militer termasuk:
Menteri Masalah Militer: Bao Wenyue (鮑文樾)
Menteri Angkatan Laut: Ren Yuandao (任援道)
Kepala Staf Umum: Yang Kuiyi (楊揆一)
Menteri Pelatihan Militer: Xiao Shuxuan (蕭叔萱)
Lihat juga
Manchukuo
Pemerintahan Dadao (Shanghai 1937-1940)
Perang
Tiongkok-Jepang Kedua
Sejarah
Republik Tiongkok
Tentara Revolusioner
Nasional
Tentara Kolaborator
Tiongkok
Ghetto Shanghai
Daftar pemimpin Asia Timur di bidang pengaruh Jepang (1931-1945)
Daftar Pemimpin
Republik Tiongkok
Referensi
= Sitasi
=
Bibliografi
Pranala luar
Nanjing Puppet Government National Flag
Central China Railway Company Flag, under Japanese Army control
Japanese occupation moneys Diarsipkan 2009-10-06 di Wayback Machine.
Slogans, Symbols, and Legitimacy: The Case of Wang Jingwei's Nanjing Regime Diarsipkan 2007-10-23 di Wayback Machine.