Ibu pengganti atau surogasi (bahasa Inggris: surrogacy) adalah suatu pengaturan atau perjanjian yang mencakup persetujuan seorang wanita untuk menjalani kehamilan bagi orang lain, yang akan menjadi orang tua sang anak setelah kelahirannya. Terdapat dua jenis utama surogasi, yaitu surogasi gestasional (juga dikenal sebagai surogasi penuh atau inang) yang terjadi pertama kali pada bulan April 1986 dan surogasi tradisional (juga dikenal sebagai surogasi parsial, genetik, atau langsung). Dalam surogasi gestasional, kehamilan terjadi akibat pemindahan atau transfer embrio yang diciptakan dengan program "bayi tabung" atau fertilisasi in vitro (IVF), dengan suatu cara tertentu sehingga anak yang dilahirkan tidak terkait secara genetik dengan sang inang atau "
Ibu pengganti".
pengganti gestasional juga disebut sebagai pembawa gestasional. Dalam surogasi tradisional, sang
pengganti dijadikan hamil secara alami ataupun artifisial (buatan), tetapi anak yang dilahirkan memiliki keterkaitan genetik dengannya. Di Amerika Serikat, surogasi gestasional lebih umum daripada surogasi tradisional dan secara hukum dianggap tidak begitu kompleks.
Mereka yang bermaksud menjadi orang tua mungkin akan melakukan suatu pengaturan surogasi ketika kehamilan tidak dimungkinkan secara medis ataupun risiko kehamilan menyajikan bahaya yang tidak dapat diterima bagi kesehatan sang
Ibu, dan merupakan suatu metode yang disukai pasangan sesama jenis untuk memiliki anak. Kompensasi dalam bentuk uang mungkin, atau mungkin juga tidak, dilibatkan dalam pengaturan ini. Apabila sang
Ibu pengganti atau yang rahimnya "dititipi" menerima uang untuk pelaksanaan surogasi maka pengaturan ini dianggap sebagai surogasi komersial. Apabila ia tidak menerima kompensasi selain penggantian biaya medis dan biaya lain yang sewajarnya maka disebut sebagai surogasi altruistik.
Hukum surogasi di Indonesia
Praktik surogasi dilarang di Indonesia. Larangan tersebut termuat dalam peraturan umum mengenai "bayi tabung" pada pasal 16 UU No.23 Tahun 1992 tentang Kesehatan dan Keputusan Menteri Kesehatan No.72/Menkes/Per/II/1999 tentang Penyelenggaraan Teknologi Reproduksi Buatan. Dari kedua peraturan tersebut dapat disimpulkan kalau praktik "
Ibu pengganti" dilarang pelaksanaannya di Indonesia, dan dipertegas dengan adanya sanksi pidana bagi yang mempraktikkannya (pasal 82 UU No.23 Tahun 1992 tentang Kesehatan).
Masalah etika
Masalah-masalah etika yang telah dikemukakan sehubungan dengan surogasi misalnya:
Sejauh mana hendaknya masyarakat peduli tentang eksploitasi, komodifikasi, dan/atau paksaan ketika wanita dibayar untuk hamil dan melahirkan bayi, terutama dalam kasus di mana terdapat perbedaan kekayaan dan kekuasaan yang besar antara orang tua yang dimaksud dan
Ibu pengganti?
Sejauh mana masyarakat dibenarkan untuk mengizinkan wanita membuat kontrak tentang penggunaan tubuhnya?
Sejauh mana hak asasi wanita untuk membuat kontrak tentang penggunaan tubuhnya?
Apakah mengontrak untuk surogasi lebih seperti mengontrak untuk ketenagakerjaan, atau lebih seperti mengontrak untuk prostitusi, atau lebih seperti mengontrak untuk perbudakan?
Manakah, apabila ada, dari jenis-jenis kontrak tersebut yang seharusnya diberlakukan?
Perlukah negara dapat memaksa seorang wanita untuk menjalani "performa khusus" dalam kontraknya jika itu mengharuskannya melahirkan embrio yang ingin ia gugurkan, atau menggugurkan embrio yang ingin kandung dalam jangka waktu normal?
Apakah arti menjadi seorang
Ibu?
Apa hubungan antara
Ibu genetik,
Ibu gestasional, dan
Ibu sosial?
Apakah mungkin secara sosial atau secara hukum mengandung dalam beberapa mode keibuan dan/atau pengakuan beberapa
Ibu?
Perlukah seorang anak yang dilahirkan melalui surogasi memiliki hak untuk mengetahui identitas setiap/semua orang yang terlibat dalam konsepsi dan kelahiran anak tersebut?
Masalah keagamaan
Masing-masing agama memiliki pandangan yang berbeda terkait praktik surogasi atau "penyewaan rahim", biasanya terkait dengan sikap masing-masing terhadap teknologi reproduksi berbantuan secara umum.
= Katolisisme
=
Pasal 2376 dalam Katekismus Gereja Katolik menyatakan bahwa: "Teknik-teknik yang memisahkan persekutuan suami-istri, melalui tindakan campur tangan orang lain selain pasangan tersebut (pemberial sel telur atau sperma, rahim
pengganti), adalah sangat tidak bermoral.
= Yudaisme
=
Para akademisi hukum Yahudi memperdebatkan masalah ini, beberapa di antara mereka berpendapat bahwa hak asuh orang tua ditentukan oleh wanita yang melahirkan sementara yang lainnya berpandangan bahwa orang tua genetik adalah orang tua yang sah secara hukum. Hal tersebut diperdebatkan dengan sengit pada beberapa tahun terakhir. Belakangan, instansi-instansi keagamaan Yahudi menerima surogasi apabila yang dilakukan adalah surogasi gestasional penuh dengan melibatkan kedua sel gamet orang tua yang dimaksud dan fertilisasi dilakukan melalui metode IVF.
Lihat pula
Bioetika
Fertilitas
Inseminasi buatan
Reproduksi
Referensi
Bacaan tambahan
(Inggris) Teman, Elly (March, 2010). "Birthing a Mother: The Surrogate Body and the Pregnant Self". Berkeley: University of California Press.
(Inggris) Siegel-Itzkovich, Judy (April 3, 2010). "Womb to Let". The Jerusalem Post.
(Inggris) Li, Shan (February 18, 2012). "Chinese Couples Come to U.S. to Have Children Through Surrogacy". Los Angeles Times.