- Source: Perasaan (Buddhisme)
Dalam Buddhisme, perasaan (Pāli dan Sanskerta: vedanā वेदना) mengacu pada perasaan atau sensasi menyenangkan, tidak menyenangkan, dan netral yang terjadi ketika organ indra internal seseorang berkontak dengan objek indra eksternal dan kesadaran terkait.
Perasaan diidentifikasi dalam ajaran Buddha sebagai berikut:
Salah satu dari tujuh faktor mental universal dalam Abhidhamma Theravāda.
Salah satu dari lima faktor mental universal dalam Abhidharma Mahāyāna.
Salah satu dari dua belas mata rantai Kemunculan Bersebab (dalam aliran Theravāda dan Mahāyāna).
Salah satu dari lima gugusan (dalam aliran Theravāda dan Mahāyāna).
Salah satu objek fokus dalam praktik empat landasan perhatian-penuh.
Dalam konteks dua belas tautan (nidāna), nafsu keinginan (taṇhā) dan kemelekatan/keterikatan (upādāna) terhadap vedanā menyebabkan penderitaan; sebaliknya, perhatian-penuh (sati) dan pemahaman jernih (sampajañña) terhadap vedanā dapat mengarah pada kecerahan dan padamnya sebab-sebab penderitaan.
Theravāda
= Jenis-jenis perasaan
=Secara umum, Tripitaka Pali menguraikan vedanā dalam tiga "jenis" dan enam "jenis." Beberapa diskursus (sutta) membahas penjumlahan jenis-jenis vedanā alternatif yang mencakup hingga 108 jenis.
Tiga jenis
Dalam seluruh diskursus kanonis (Sutta Piṭaka), Sang Buddha mengajarkan bahwa ada tiga jenis vedanā:
menyenangkan (sukha)
tidak menyenangkan (dukkha)
bukan tidak-menyenangkan maupun bukan menyenangkan (adukkhamasukha, "ambivalen", terkadang disebut "netral" dalam terjemahan)
Enam jenis
Di tempat lain dalam Triptaka Pali disebutkan bahwa ada enam jenis vedanā, yang berhubungan dengan sensasi yang timbul dari kontak (Pali: phassa) antara organ indra internal (āyatana; yaitu, mata, telinga, hidung, lidah, tubuh, dan batin), objek indra eksternal, dan kesadaran yang terkait (Pali: viññāṇa). (Lihat Figur 1.)
Dengan kata lain:
perasaan yang timbul dari kontak mata, bentuk yang terlihat, dan kesadaran-mata
perasaan yang timbul karena kontak telinga, suara, dan kesadaran-telinga
perasaan yang timbul dari kontak hidung, ganda/bau-bauan, dan kesadaran-hidung
perasaan yang timbul akibat kontak lidah, rasa, dan kesadaran-lidah
perasaan yang timbul dari kontak tubuh, sentuhan, dan kesadaran-tubuh
perasaan yang timbul dari kontak batin (mano), objek-batin (dhamma), dan kesadaran-batin
Dua, tiga, lima, enam, 18, 36, dan 108 jenis
Dalam beberapa diskursus (sutta), banyak jenis vedanā disinggung berkisar antara dua sampai 108, sebagai berikut:
dua jenis perasaan: fisik dan mental
tiga jenis: menyenangkan (sukha), menyakitkan (dukkha), netral (adukkhamasukha)
lima jenis: menyenangkan secara fisik (sukha), menyakitkan secara fisik (dukkha), menyenangkan secara batiniah (somanassa), menyakitkan secara batiniah (domanassa), dan ketenangan (upekkhā)
enam jenis: satu untuk setiap indra (mata, telinga, hidung, lidah, tubuh, dan batin)
18 jenis: perluasan dari tiga jenis perasaan mental yang disebutkan di atas (perasaan mental yang menyenangkan, perasaan mental yang menyakitkan, perasaan tenang) masing-masing dalam konteks dari keenam indra yang disebutkan di atas
36 jenis: 18 jenis perasaan yang disebutkan sebelumnya untuk seorang perumah tangga dan 18 jenis perasaan yang disebutkan sebelumnya untuk seorang yang meninggalkan keduniawian (sebagai biksu/biksuni)
108 jenis: 36 jenis yang disebutkan tadi untuk masa lalu, masa kini, dan masa depan
Dalam kepustakaan Pali yang lebih luas, dari pencacahan di atas, kitab Visuddhimagga pasca-kanonis menyoroti lima jenis vedanā: menyenangkan secara fisik (sukha); menyakitkan secara fisik (dukkha); menyenangkan secara batiniah (somanassa); menyakitkan secara batiniah (domanassa); dan, ketenangan (upekkhā).
= Kerangka kerja kanonis
=Vedanā merupakan fenomena penting dalam kerangka-kerangka yang sering diidentifikasi dalam Tripitaka Pali berikut ini:
"lima gugusan"
dua belas kondisi (nidāna) Kemunculan Bersebab
empat "dasar perhatian-penuh"
Gugusan batin
Vedanā adalah salah satu dari lima gugusan pembentuk kehidupan (Pali: khandha) yang melekat (Pali: upādāna; lihat Figur 2 di sebelah kanan). Dalam Tripitaka Pali, seperti yang ditunjukkan di atas, perasaan muncul dari kontak antara organ indra, objek indra, dan kesadaran.
Kondisi sentral
Dalam Kemunculan Bersebab (Pali: paṭiccasamuppāda), Sang Buddha menjelaskan bahwa:
vedanā muncul dengan kontak (phassa) sebagai kondisinya
vedanā bertindak sebagai kondisi untuk nafsu-keinginan (Pali: taṇhā).
Dalam kitab Visuddhimagga pasca-kanonis yang disusun abad ke-5, perasaan (vedanā) diidentifikasikan sebagai sesuatu yang muncul secara simultan dan tak terpisahkan dari kesadaran (viññāṇa) dan batin-dan-jasmani (nāmarūpa). Di sisi lain, meski teks ini mengidentifikasi perasaan sebagai faktor penentu keinginan dan akibat batiniahnya yang mengarah pada penderitaan, hubungan kondisional antara perasaan dan nafsu-keinginan tidak diidentifikasi sebagai sesuatu yang terjadi bersamaan maupun sebagai sesuatu yang diperlukan secara karma.
Dasar perhatian-penuh
Di seluruh Tripitaka Pali, terdapat referensi pada empat "landasan perhatian-penuh" (satipaṭṭhāna): tubuh (kāya), perasaan (vedanā), kondisi batin/kesadaran (citta), dan fenomena batiniah (dhammā). Keempat landasan ini diakui di antara tujuh kelompok kualitas yang menunjang pencerahan (bodhipakkhiyādhammā). Penggunaan istilah vedanā dan satipaṭṭhāna lainnya dalam praktik meditasi Buddhis dapat ditemukan dalam Satipaṭṭhāna Sutta dan Ānāpānasati Sutta.
Praktik kebijaksanaan
Setiap jenis vedanā disertai oleh kecenderungan atau obsesi yang mendasarinya (anusaya). Kecenderungan yang mendasari vedanā yang menyenangkan adalah kecenderungan ke arah nafsu, untuk vedanā yang tidak menyenangkan, kecenderungan ke arah kebencian, dan untuk vedanā yang tidak menyenangkan maupun tidak menyenangkan, kecenderunganya ke arah ketidaktahuan.
Dalam Tripitaka Pali, disebutkan bahwa bermeditasi dengan konsentrasi (samādhi) pada vedanā dapat menuntun pada perhatian-penuh (sati) dan pemahaman jernih (sampajañña) (lihat Tabel di sebelah kanan). Dengan pengembangan ini, seseorang dapat mengalami langsung di dalam dirinya sendiri realitas ketidakkekalan (anicca) dan sifat kemelekatan/keterikatan (upādāna). Hal ini pada akhirnya dapat mengarah pada pembebasan batin (nibbāna).
= Hubungan dengan "emosi"
=Bhikkhu Bodhi mengklarifikasi hubungan antara vedanā (sering diterjemahkan sebagai "perasaan") dan gagasan Barat tentang "emosi". Bhikkhu Bodhi menulis:
“Kata Pali vedanā tidak menandakan emosi (yang nampaknya adalah sebuah fenomena kompleks yang melibatkan berbagai faktor mental yang menyertainya), namun kualitas afektif semata dari sebuah pengalaman, yang bisa menyenangkan, menyakitkan, atau netral.”
= Tradisi Abhidhamma
=Dalam terjemahannya untuk kitab Abhidhammatthasaṅgaha, Bhikkhu Bodhi menyatakan:
Perasaan adalah faktor mental yang merasakan objek. Ini adalah mode afektif ketika objek dialami. Kata Pali vedanā tidak menandakan emosi (yang nampaknya merupakan fenomena kompleks yang melibatkan berbagai faktor mental yang menyertainya), namun kualitas afektif semata dari sebuah pengalaman, yang bisa menyenangkan, menyakitkan, atau netral....
Nina van Gorkom menyatakan:
Ketika kita mempelajari Abhidhamma, kita belajar bahwa 'vedanā' tidak sama dengan apa yang kita maksud dengan "perasaan" dalam bahasa konvensional. Perasaan adalah nāma, ia mengalami sesuatu. Perasaan tidak pernah muncul sendirian; ia menyertai citta dan cetasika lainnya dan dikondisikan oleh mereka. Jadi, perasaan adalah nāma yang terkondisi. Citta tidak merasakan, ia mengenali objek dan vedanā merasakan...
Semua perasaan memiliki fungsi mengalami rasa, aroma suatu objek (Aṭṭhasālinī, I, Bagian IV, Bab I, 109). Kitab Aṭṭhasālinī menggunakan perumpamaan untuk menggambarkan bahwa perasaan mengalami rasa suatu objek dan bahwa citta serta cetasika lain yang muncul bersama dengan perasaan mengalami rasa tersebut hanya sebagian saja. Seorang juru masak yang telah menyiapkan makanan untuk raja hanya mencicipi makanan tersebut dan kemudian menawarkannya kepada raja yang menyukai rasanya:
... dan sang raja, sebagai tuan, ahli, dan majikan, memakan apa pun yang disukainya, begitu pula sekadar mencicipi makanan oleh si juru masak bagaikan kenikmatan sebagian dari objek tersebut oleh dhamma-dhamma yang tersisa (citta dan berbagai cetasika lainnya), dan seperti halnya si juru masak mencicipi sebagian makanan, maka dhamma-dhamma yang tersisa menikmati sebagian dari objek tersebut, dan seperti halnya sang raja, sebagai tuan, ahli, dan majikan, memakan makanan sesuai keinginannya, demikian pula perasaan, sebagai tuan, ahli, dan majikan, menikmati rasa dari objek tersebut, dan oleh karena itu dikatakan bahwa kenikmatan atau pengalaman adalah fungsinya.
Jadi, semua perasaan memiliki kesamaan, yakni mengalami 'rasa' suatu objek. Citta dan cetasika pendamping lainnya juga mengalami objek tersebut, namun perasaan mengalaminya dengan caranya sendiri yang merupakan ciri khasnya.
Mahāyāna
= Definisi
=Mipham Rinpoche menyatakan:
Perasaan/sensasi diartikan sebagai kesan.
Agregat perasaan/sensasi dapat dibagi menjadi tiga: menyenangkan, menyakitkan, dan netral. Atau, ada lima: kesenangan jasmani, kesenangan mental, kesakitan jasmani, kesakitan mental, dan perasaan/sensasi netral.
Dalam hal dukungan, ada enam perasaan/sensasi yang dihasilkan dari kontak...
Alexander Berzin menguraikan faktor mental ini sebagai perasaan (tshor-ba, Skt. vedanā) suatu tingkat kebahagiaan. Dia menyatakan:
Ketika kita mendengar kata "perasaan" dalam konteks Buddhisme, yang dimaksud di sini hanyalah: merasakan tingkat kebahagiaan atau kebahagiaan tertentu, di suatu tempat dalam spektrum tersebut. Jadi, atas dasar kesadaran kontak yang menyenangkan—yang mudah terlintas dalam pikiran—kita merasa bahagia. Kebahagiaan adalah: kami ingin itu terus berlanjut. Dan, atas dasar kesadaran kontak yang tidak menyenangkan—yang tidak mudah datang ke pikiran, pada dasarnya kita ingin menyingkirkannya—kita merasa tidak bahagia. “Ketidakbahagiaan” adalah kata yang sama dengan “penderitaan” (mi-bde-ba, Skt. duḥkha). Ketidakbahagiaan adalah: Saya tidak ingin meneruskan ini; Saya ingin berpisah dari ini.
Dan kesadaran kontak netral. Kami merasa netral tentang hal itu—tidak ingin meneruskannya atau menghentikannya...
= Tradisi Abhidharma
=Kitab Abhidharma-samuccaya menyatakan:
Apakah ciri khusus vedanā yang mutlak? Yaitu untuk mengalami. Dengan kata lain, dalam pengalaman apapun, apa yang kita alami adalah kematangan individu dalam setiap tindakan positif atau negatif sebagai hasil akhirnya.
= Hubungan dengan "emosi"
=Chögyam Trungpa Rinpoche mengklarifikasi hubungan antara vedanā (sering diterjemahkan sebagai "perasaan") dan gagasan Barat tentang "emosi". Chögyam Trungpa Rinpoche menulis:
"Dalam kasus [yakni dalam ajaran Buddha] 'perasaan' bukanlah pengertian perasaan yang biasa kita pahami. Perasaan ini bukanlah perasaan yang kita anggap serius, seperti, misalnya, ketika kita berkata, 'Dia menyakiti perasaanku.' Perasaan seperti ini yang kita anggap serius termasuk dalam skandha keempat dan kelima dari saṅkhāra dan kesadaran."
Terjemahan alternatif
Terjemahan alternatif untuk istilah vedanā adalah:
Perasaan (Nina van Gorkom, Bhikkhu Bodhi, Alexander Berzin)
Merasakan tingkat kebahagiaan tertentu (Alexander Berzin)
Nada-perasaan (Herbert Guenther)
Sensasi (Erik Kunsang)
Lihat juga
Afektivitas (psikologi)
Landasan indra (Pali: saḷāyatana)
Satipaṭṭhāna (Pali; Sanskerta: smṛtyupasthāna)
Gugusan (Pali: khandha)
Valensi (psikologi)
Referensi
Daftar pustaka
Berzin, Alexander (2006), Primary Minds and the 51 Mental Factors
Bodhi, Bhikkhu (ed.) (2000). A Comprehensive Manual of Abhidhamma: The Abhidhammattha Sangaha of Ācariya Anuruddha. Seattle, WA: BPS Pariyatti Editions. ISBN 1-928706-02-9.
Bhikkhu Bodhi (2003), A Comprehensive Manual of Abhidhamma, Pariyatti Publishing
Dalai Lama (1992). The Meaning of Life, translated and edited by Jeffrey Hopkins, Boston: Wisdom.
Guenther, Herbert V. & Leslie S. Kawamura (1975), Mind in Buddhist Psychology: A Translation of Ye-shes rgyal-mtshan's "The Necklace of Clear Understanding" Dharma Publishing. Kindle Edition.
Kunsang, Erik Pema (penerjemah) (2004). Gateway to Knowledge, Vol. 1. North Atlantic Books.
Nina van Gorkom (2010), Cetasikas, Zolag
Thanissaro Bhikkhu (terj.) (1997). Paticca-samuppada-vibhanga Sutta: Analysis of Dependent Co-arising, Access to Insight
Hamilton, Sue (2001). Identity and Experience: The Constitution of the Human Being according to Early Buddhism. Oxford: Luzac Oriental. ISBN 1-898942-23-4.
Nyanaponika Thera (terj.) (1983). Datthabba Sutta: To Be Known (SN 36.5). Diakses 2007-06-08 dari "Access to Insight" di: http://www.accesstoinsight.org/tipitaka/sn/sn36/sn36.005.nypo.html.
Nyanaponika Thera & Bhikkhu Bodhi (trans.) (1999). Numerical Discourses of the Buddha: An Anthology of Suttas from the Anguttara Nikaya. Kandy, Sri Lanka: Buddhist Publication Society. ISBN 0-7425-0405-0.
Rhys Davids, T.W. & William Stede (eds.) (1921-5). The Pali Text Society’s Pali–English Dictionary. Chipstead: Pali Text Society. Mesin pencari daring umum untuk PED tersedia di http://dsal.uchicago.edu/dictionaries/pali/.
Sri Lanka Buddha Jayanti Tipitaka Series (SLTP) (n.d.). Samādhibhāvanāsuttaṃ (AN AN 4.1.5.1, in Pali). Diakses 2007-06-08 dari "MettaNet-Lanka" di: http://www.metta.lk/tipitaka/2Sutta-Pitaka/4Anguttara-Nikaya/Anguttara2/4-catukkanipata/005-rohitassavaggo-p.html.
Thanissaro Bhikkhu (terj.) (1997a). Samadhi Sutta: Concentration (AN 4.41). Diakses pada 2007-06-08 dari "Access to Insight" di: http://www.accesstoinsight.org/tipitaka/an/an04/an04.041.than.html.
Thanissaro Bhikkhu (terj.) (1997b). Sattatthana Sutta: Seven Bases (SN 22.57). Diakses 2007-06-08 dari "Access to Insight" di: http://www.accesstoinsight.org/tipitaka/sn/sn22/sn22.057.than.html.
Thanissaro Bhikkhu (terj.) (1998). Chachakka Sutta: The Six Sextets (MN 148). Diakses 2007-06-08 dari "Access to Insight" di: http://www.accesstoinsight.org/tipitaka/mn/mn.148.than.html.
Thanissaro Bhikkhu (terj.) (2004). Vedana Sutta: Feeling (SN 25.5). Diakses 2007-06-08 dari "Access to Insight" di: http://www.accesstoinsight.org/tipitaka/sn/sn25/sn25.005.than.html.
Thanissaro Bhikkhu (terj.) (2005a). Atthasata Sutta: The One-hundred-and-eight Exposition (SN 36.22). Diakses 2008-03-31 dari "Access to Insight" di http://www.accesstoinsight.org/tipitaka/sn/sn36/sn36.022.than.html.
Thanissaro Bhikkhu (trans.) (2005b). Bahuvedaniya Sutta: Many Things to be Experienced (MN 59). Diakses 2008-03-31 dari "Access to Insight" di http://www.accesstoinsight.org/tipitaka/mn/mn.059.than.html.
Thanissaro Bhikkhu (terj.) (2005c). Pañcakanga Sutta: With Pañcakanga (SN 36.19). Diakses 2008-03-31 dari "Access to Insight" dihttp://www.accesstoinsight.org/tipitaka/sn/sn36/sn36.019.than.html.
Trungpa, Chögyam (2001). Glimpses of Abhidharma. Boston: Shambhala. ISBN 1-57062-764-9.
Upalavanna, Sister (tak tertanggal). Samādhibhāvanāsuttaṃ – Developments of concentration (AN AN 4.5.1). Diakses 2007-06-08 dari "MettaNet-Lanka" di: http://www.metta.lk/tipitaka/2Sutta-Pitaka/4Anguttara-Nikaya/Anguttara2/4-catukkanipata/005-rohitassavaggo-e.html.
Pranala luar
Nyanaponika Thera (ed., terj.) (1983). Contemplation of Feeling: The Discourse-Grouping on the Feelings (Vedana-Samyutta) (The Wheel, No. 303/304). Kandy, Sri Lanka: Buddhist Publication Society. Ditranskripsi oleh Joe Crea (1995). Diakses 2007-06-08 dari "Access to Insight" di: http://www.accesstoinsight.org/lib/authors/nyanaponika/wheel303.html.