Pesantren (atau pesantrian) adalah sebuah lembaga pendidikan Islam tradisional yang para siswanya tinggal bersama dan belajar di bawah bimbingan guru yang lebih dikenal dengan sebutan kyai dan mempunyai asrama untuk tempat menginap santri. Santri tersebut berada dalam kompleks yang juga menyediakan masjid untuk beribadah, ruang untuk belajar, dan kegiatan keagamaan lainnya. Kompleks ini biasanya dikelilingi oleh tembok untuk dapat mengawasi keluar masuknya para santri sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Pesantren juga dapat dipahami sebagai lembaga pendidikan dan pengajaran agama, umumnya dengan cara nonklasikal, di mana seorang kiyai mengajarkan ilmu agama Islam kepada santri-santri berdasarkan kitab-kitab yang ditulis dalam bahasa Arab oleh Ulama Abad pertengahan, dan para santrinya biasanya tinggal di pondok (asrama) dalam
Pesantren tersebut.
Sejarah umum
Umumnya, suatu pondok
Pesantren berawal dari adanya seorang kiai di suatu tempat, kemudian datang santri yang ingin belajar agama kepadanya. Setelah semakin hari semakin banyak santri yang datang, timbullah inisiatif untuk mendirikan pondok atau asrama di samping rumah kiai. Pada zaman dahulu kiai tidak merencanakan bagaimana membangun pondoknya itu, namun yang terpikir hanyalah bagaimana mengajarkan ilmu agama supaya dapat dipahami dan dimengerti oleh santri. Kiai saat itu belum memberikan perhatian terhadap tempat-tempat yang didiami oleh para santri, yang umumnya sangat kecil dan sederhana. Mereka menempati sebuah gedung atau rumah kecil yang mereka dirikan sendiri di sekitar rumah kiai. Semakin banyak jumlah santri, semakin bertambah pula gubuk yang didirikan. Para santri selanjutnya memopulerkan keberadaan pondok
Pesantren tersebut, sehingga menjadi terkenal ke mana-mana, contohnya seperti pada pondok-pondok yang timbul pada zaman Wali Songo.
Pondok
Pesantren di Indonesia memiliki peran yang sangat besar, baik bagi kemajuan Islam itu sendiri maupun bagi bangsa Indonesia secara keseluruhan. Berdasarkan catatan yang ada, kegiatan pendidikan agama di Nusantara telah dimulai sejak tahun 1596. Kegiatan agama inilah yang kemudian dikenal dengan nama pondok
Pesantren. Bahkan dalam catatan Howard M. Federspiel- salah seorang pengkaji keislaman di Indonesia, menjelang abad ke-12 pusat-pusat studi di Aceh (
Pesantren disebut dengan nama dayah di Aceh) dan Palembang (Sumatra), di Jawa Timur dan di Gowa (Sulawesi) telah menghasilkan tulisan-tulisan penting dan telah menarik santri untuk belajar.
= Etimologi
=
Istilah
Pesantren berasal dari kata pe-santri-an dan, di mana kata "santri" (Jw: cantrik) berarti murid padepokan, atau murid orang pandai dalam Bahasa Jawa. Istilah pondok berasal dari Bahasa Arab funduuq (فندوق) yang berarti penginapan. Khusus di Aceh,
Pesantren disebut juga dengan nama dayah. Biasanya
Pesantren dipimpin oleh seorang kiai. Untuk mengatur kehidupan pondok
Pesantren, kiai menunjuk seorang santri senior untuk mengatur adik-adik kelasnya, mereka biasanya disebut lurah pondok. Tujuan para santri dipisahkan dari orang tua dan keluarga mereka adalah agar mereka belajar hidup mandiri dan sekaligus dapat meningkatkan hubungan dengan kiai dan juga Tuhan.
Pendapat lainnya,
Pesantren berasal dari kata santri yang dapat diartikan tempat santri. Kata santri berasal dari kata Cantrik (bahasa Sansakerta, atau mungkin Jawa) yang berarti orang yang selalu mengikuti guru, yang kemudian dikembangkan oleh Perguruan Taman Siswa dalam sistem asrama yang disebut Pawiyatan. Istilah santri juga dalam ada dalam bahasa Tamil, yang berarti guru mengaji, sedang C. C Berg berpendapat bahwa istilah tersebut berasal dari istilah shastri, yang dalam bahasa India berarti orang yang tahu buku-buku suci agama Hindu atau seorang sarjana ahli kitab suci agama Hindu. Terkadang juga dianggap sebagai gabungan kata saint (manusia baik) dengan suku kata tra (suka menolong), sehingga kata
Pesantren dapat berarti tempat pendidikan manusia baik-baik.
=
Pondok
Sebuah pondok pada dasarnya merupakan sebuah asrama pendidikan Islam tradisional di mana para siswanya (santri) tinggal bersama di bawah bimbingan seorang atau lebih guru yang lebih dikenal dengan kiai Dengan istilah pondok
Pesantren dimaksudkan sebagai suatu bentuk pendidikan keislaman yang melembaga di Indonesia.
Pondok atau asrama merupakan tempat yang sudah disediakan untuk kegiatan bagi para santri. Adanya pondok ini banyak menunjang segala kegiatan yang ada. Hal ini didasarkan jarak pondok dengan sarana pondok yang lain biasanya berdekatan sehingga memudahkan untuk komunikasi antara kiai dan santri, dan antara satu santri dengan santri yang lain.
Dengan demikian akan tercipta situasi yang komunikatif di samping adanya hubungan timbal balik antara kiai dan santri, dan antara santri dengan santri. Hal ini sebagaimana dikemukakan oleh Zamakhsyari Dhofier, bahwa adanya sikap timbal balik antara kiai dan santri di mana para santri menganggap kiai seolah-olah menjadi bapaknya sendiri, sedangkan santri dianggap kiai sebagai titipan Tuhan yang harus senantiasa dilindungi
Sikap timbal balik tersebut menimbulkan rasa kekeluargaan dan saling menyayangi satu sama lain, sehingga mudah bagi kiai dan ustaz untuk membimbing dan mengawasi anak didiknya atau santri. Segala sesuatu yang dihadapi oleh santri dapat dimonitor langsung oleh kiai dan ustaz, sehingga dapat membantu memberikan pemecahan ataupun pengarahan yang cepat terhadap santri, mengurai masalah yang dihadapi para santri.
Keadaan pondok pada masa kolonial sangat berbeda dengan keberadaan pondok sekarang. Hurgronje menggambarkan keadaan pondok pada masa kolonial (dalam bukunya Imron Arifin, Kepemimpinan kiai) yaitu: “Pondok terdiri dari sebuah gedung berbentuk persegi, biasanya dibangun dari bambu, tetapi di desa-desa yang agak makmur tiangnya terdiri dari kayu dan batangnya juga terbuat dari kayu. Tangga pondok dihubungkan ke sumur oleh sederet batu-batu titian, sehingga santri yang kebanyakan tidak bersepatu itu dapat mencuci kakinya sebelum naik ke pondoknya.
Pondok yang sederhana hanya terdiri dari ruangan yang besar yang didiami bersama. Terdapat juga pondok yang agaknya sempurna di mana didapati sebuah gang (lorong) yang dihubungkan oleh pintu-pintu. Di sebelah kiri kanan gang terdapat kamar kecil-kecil dengan pintunya yang sempit, sehingga sewaktu memasuki kamar itu orang-orang terpaksa harus membungkuk, jendelanya kecil-kecil dan memakai terali. Perabot di dalamnya sangat sederhana. Di depan jendela yang kecil itu terdapat tikar pandan atau rotan dan sebuah meja pendek dari bambu atau dari kayu, di atasnya terletak beberapa buah kitab”
Dewasa ini keberadaan pondok
Pesantren sudah mengalami perkembangan sedemikian rupa sehingga komponen-komponen yang dimaksudkan makin lama makin bertambah dan dilengkapi sarana dan prasarananya.
Dalam sejarah pertumbuhannya, pondok
Pesantren telah mengalami beberapa fase perkembangan, termasuk dibukanya pondok khusus perempuan. Dengan perkembangan tersebut, terdapat pondok perempuan dan pondok laki-laki. Sehingga
Pesantren yang tergolong besar dapat menerima santri laki-laki dan santri perempuan, dengan memilahkan pondok-pondok berdasarkan jenis kelamin dengan peraturan yang ketat.
Masjid
Masjid merupakan elemen yang tak dapat dipisahkan dengan
Pesantren dan dianggap sebagai tempat yang paling tepat untuk mendidik para santri, terutama dalam praktik ibadah lima waktu, khotbah dan salat Jumat dan pengajaran kitab-kitab Islam klasik. Sebagaimana pula Zamakhsyari Dhofier berpendapat bahwa: “Kedudukan masjid sebagai sebagai pusat pendidikan dalam tradisi
Pesantren merupakan manifestasi universalisme dari sistem pendidikan Islam tradisional. Dengan kata lain kesinambungan sistem pendidikan Islam yang berpusat di masjid sejak masjid Quba’ didirikan di dekat Madinah pada masa Nabi Muhammad SAW tetap terpancar dalam sistem
Pesantren. Sejak zaman Nabi, masjid telah menjadi pusat pendidikan Islam”
Lembaga-lembaga
Pesantren di Jawa memelihara terus tradisi tersebut, bahkan pada zaman sekarang di daerah umat Islam begitu terpengaruh oleh kehidupan Barat, masih ditemui beberapa ulama dengan penuh pengabdian mengajar kepada para santri di masjid-masjid serta memberi wejangan dan anjuran kepada murid-muridnya.
Di Jawa biasanya seorang kiai yang mengembangkan sebuah
Pesantren pertama-tama dengan mendirikan masjid di dekat rumahnya. Langkah ini pun biasanya diambil atas perintah kiainya yang telah menilai bahwa ia sanggup memimpin sebuah
Pesantren. Selanjutnya kiai tersebut akan mengajar murid-muridnya (para santri) di masjid, sehingga masjid merupakan elemen yang sangat penting dari
Pesantren.
Pengajaran kitab-kitab klasik
Sejak tumbuhnya
Pesantren, pengajaran kitab-kitab klasik diberikan sebagai upaya untuk meneruskan tujuan utama
Pesantren yaitu mendidik calon-calon ulama yang setia terhadap paham Islam tradisional. Karena itu kitab-kitab Islam klasik merupakan bagian integral dari nilai dan paham
Pesantren yang tidak dapat dipisah-pisahkan.
Penyebutan kitab-kitab Islam klasik di dunia
Pesantren lebih populer dengan sebutan “kitab kuning”, tetapi asal usul istilah ini belum diketahui secara pasti. Mungkin penyebutan istilah tersebut guna membatasi dengan tahun karangan atau disebabkan warna kertas dari kitab tersebut berwarna kuning, tetapi argumentasi ini kurang tepat sebab pada saat ini kitab-kitab Islam klasik sudah banyak dicetak dengan kertas putih.
Pengajaran kitab-kitab Islam klasik oleh pengasuh pondok (kiai) atau ustaz biasanya dengan menggunakan sistem sorogan, wetonan, dan bandongan. Adapun kitab-kitab Islam klasik yang diajarkan di
Pesantren menurut Zamakhsyari Dhofir dapat digolongkan ke dalam 8 kelompok, yaitu: (1) Nahwu (gramatika Bahasa Arab) dan Sharaf (morfologi), (2) Fiqih (hukum), (3) Ushul Fiqh (yurispundensi), (4) Hadits, (5) Tafsir, (6) Tauhid (teologi Islam), (7) Tasawuf dan Etika, (8) cabang-cabang lain seperti Tarikh (sejarah) dan Balaghah (retorika).
Kitab-kitab Islam klasik adalah kepustakaan dan pegangan para kiai di
Pesantren. Keberadaannya tidaklah dapat dipisahkan dengan kiai di
Pesantren. Kitab-kitab Islam klasik merupakan modifikasi nilai-nilai ajaran Islam, sedangkan kiai merupakan personifikasi dari nilai-nilai itu. Di sisi lain keharusan kiai di samping tumbuh disebabkan kekuatan-kekuatan mistik yang juga karena kemampuannya menguasai kitab-kitab Islam klasik.
Sehubungan dengan hal ini, Moh. Hasyim Munif mengatakan bahwa: “Ajaran-ajaran yang terkandung dalam kitab kuning tetap merupakan pedoman hidup dan kehidupan yang sah dan relevan. Sah artinya ajaran itu diyakini bersumber pada kitab Allah Al-Qur’an dan sunnah Rasulullah (Al-Hadits), dan relevan artinya ajaran-ajaran itu masih tetap cocok dan berguna kini atau nanti”
Dengan demikian, pengajaran kitab-kitab Islam klasik merupakan hal utama di
Pesantren guna mencetak alumnus yang menguasai pengetahuan tentang Islam bahkan diharapkan di antaranya dapat menjadi kiai.
Santri
Santri merupakan sebutan bagi para siswa yang belajar mendalami agama di
Pesantren. Biasanya para santri ini tinggal di pondok atau asrama
Pesantren yang telah disediakan. Ada pula santri yang tidak tinggal di tempat yang telah disediakan tersebut yang biasa disebut dengan santri kalong sebagaimana yang telah penulis kemukakan pada pembahasan di depan.
Menurut Zamakhsyari Dhofir berpendapat bahwa: “Santri yaitu murid-murid yang tinggal di dalam
Pesantren untuk mengikuti pelajaran kitab-kitab kuning atau kitab-kitab Islam klasik yang pada umumnya terdiri dari dua kelompok santri yaitu:
- Santri mukim yaitu santri atau murid-murid yang berasal dari jauh yang tinggal atau menetap di lingkungan
Pesantren.
- Santri kalong yaitu santri yang berasal dari desa-desa sekitar
Pesantren yang mereka tidak menetap di lingkungan kompleks peantren tetapi setelah mengikuti pelajaran mereka pulang
Dalam menjalani kehidupan di
Pesantren, pada umumnya mereka mengurus sendiri keperluan sehari-hari dan mereka mendapat fasilitas yang sama antara santri yang satu dengan lainnya. Santri diwajibkan menaati peraturan yang ditetapkan di dalam
Pesantren tersebut dan apabila ada pelanggaran akan dikenakan sanksi sesuai dengan pelanggaran yang dilakukan.
Kiai
Istilah kiai bukan berasal dari bahasa Arab, melainkan dari bahasa Jawa Kata kiai mempunyai makna yang agung, keramat, dan dituahkan. Selain gelar kiai diberikan kepada seorang laki-laki yang lanjut usia, arif, dan dihormati di Jawa. Gelar kiai juga diberikan untuk benda-benda yang keramat dan dituahkan, seperti keris dan tombak. Namun pengertian paling luas di Indonesia, sebutan kiai dimaksudkan untuk para pendiri dan pemimpin
Pesantren, yang sebagai muslim terhormat telah membaktikan hidupnya untuk Allah SWT serta menyebarluaskan dan memperdalam ajaran-ajaran serta pandangan Islam melalui pendidikan.
Kiai berkedudukan sebagai tokoh sentral dalam tata kehidupan
Pesantren, sekaligus sebagai pemimpin
Pesantren. Dalam kedudukan ini nilai kepesantrenannya banyak tergantung pada kepribadian kiai sebagai suri teladan dan sekaligus pemegang kebijaksanaan mutlak dalam tata nilai
Pesantren. Dalam hal ini M. Habib Chirzin mengatakan bahwa peran kiai sangat besar sekali dalam bidang penanganan iman, bimbingan perbuatan (Ar: 'amaliyah), penyebaran dan pewarisan ilmu, pembinaan akhlak, pendidikan beramal, dan memimpin serta menyelesaikan masalah yang dihadapi oleh santri dan masyarakat. Dan dalam hal pemikiran kiai lebih banyak berupa terbentuknya pola berpikir, sikap, jiwa, serta orientasi tertentu untuk memimpin sesuai dengan latar belakang kepribadian kiai
Dari pendapat di atas dapat diambil kesimpulan bahwa peran kiai sangat menentukan keberhasilan
Pesantren yang diasuhnya. Demikianlah beberapa uraian tentang elemen-elemen umum
Pesantren, yang pada dasarnya merupakan syarat dan gambaran kelengkapan elemen sebuah pondok
Pesantren yang terklasifikasi asli meskipun tidak menutup kemungkinan berkembang atau bertambah seiring dengan perkembangan zaman dan kebutuhan masyarakat.
= Peranan
=
Pesantren pada mulanya merupakan pusat penggemblengan nilai-nilai dan penyiaran agama Islam dan mengajarkan bahasa Arab, terkadang bahasa Arb yang digunakan di
Pesantren tercampur dengan bahasa setempat yang menyebabkan pembentukan dialek Arab Indonesia. Namun, dalam perkembangannya, lembaga ini semakin memperlebar wilayah garapannya yang tidak melulu mengakselerasikan mobilitas vertikal (dengan penjejalan materi-materi keagamaan), tetapi juga mobilitas horizontal (kesadaran sosial).
Pesantren kini tidak lagi berkutat pada kurikulum yang berbasis keagamaan (religious-based curriculum) dan cenderung melangit, tetapi juga kurikulum yang menyentuh persoalan masyarakat (society-based curriculum). Dengan demikian,
Pesantren tidak bisa lagi didakwa semata-mata sebagai lembaga keagamaan murni, tetapi juga (seharusnya) menjadi lembaga sosial yang hidup yang terus merespons karut-marut persoalan masyarakat di sekitarnya.
Pondok
Pesantren adalah lembaga pendidikan Islam tertua yang merupakan produk budaya Indonesia. Keberadaan
Pesantren di Indonesia dimulai sejak Islam masuk negeri ini dengan mengadopsi sistem pendidikan keagamaan yang sebenarnya telah lama berkembang sebelum kedatangan Islam. Sebagai lembaga pendidikan yang telah lama berurat akar di negeri ini, pondok
Pesantren diakui memiliki andil yang sangat besar terhadap perjalanan sejarah bangsa.
Banyak
Pesantren di Indonesia hanya membebankan para santrinya dengan biaya yang rendah, meskipun beberapa
Pesantren modern membebani dengan biaya yang lebih tinggi. Meski begitu, jika dibandingkan dengan beberapa institusi pendidikan lainnya yang sejenis,
Pesantren modern jauh lebih murah. Organisasi massa (ormas) Islam yang paling banyak memiliki
Pesantren adalah Nahdlatul Ulama (NU). Ormas Islam lainnya yang juga memiliki banyak
Pesantren adalah Al-Washliyah dan Hidayatullah.
Seiring perkembangan zaman, serta tuntutan masyarakat atas kebutuhan pendidikan Umum, kini banyak
Pesantren yang menyediakan menu pendidikan umum dalam
Pesantren. kemudian muncul istilah
Pesantren salaf dan
Pesantren modern.
Pesantren salaf adalah
Pesantren yang murni mengajarkan pendidikan agama Islam. Sedangkan
Pesantren Modern menggunakan sistem pengajaran pendidikan umum, dengan sistem kelas dan kurikulum.
=
Pesantren yang hanya mengajarkan ilmu agama Islam saja umumnya disebut
Pesantren salaf. Pola tradisional yang diterapkan dalam
Pesantren salaf adalah para santri bekerja untuk kiai mereka - bisa dengan mencangkul sawah, mengurusi empang (kolam ikan), dan lain sebagainya - dan sebagai balasannya mereka diajari ilmu agama oleh kiai mereka tersebut. Sebagian besar
Pesantren salaf menyediakan asrama sebagai tempat tinggal para santrinya dengan membebankan biaya yang rendah atau bahkan tanpa biaya sama sekali. Para santri, pada umumnya menghabiskan hingga 20 jam waktu sehari dengan penuh dengan kegiatan, dimulai dari salat shubuh pada waktu pagi hingga mereka tidur kembali pada waktu malam. Pada waktu siang, para santri pergi ke sekolah umum untuk belajar ilmu formal, pada waktu sore mereka menghadiri pengajian dengan kiai atau ustadz mereka untuk memperdalam pelajaran agama dan al-Qur'an.
=
Ada pula
Pesantren yang mengajarkan pendidikan umum, di mana persentase ajarannya lebih banyak ilmu-ilmu pendidikan agama Islam daripada ilmu umum (matematika, fisika, dan lainnya). Ini sering disebut dengan istilah pondok
Pesantren modern, dan umumnya tetap menekankan nilai-nilai dari kesederhanaan, keikhlasan, kemandirian, dan pengendalian diri. Pada
Pesantren dengan materi ajar campuran antara pendidikan ilmu formal dan ilmu agama Islam, para santri belajar seperti di sekolah umum atau madrasah.
Pesantren campuran untuk tingkat SMP kadang-kadang juga dikenal dengan nama Madrasah Tsanawiyah, sedangkan untuk tingkat SMA dengan nama Madrasah Aliyah. Namun, perbedaan
Pesantren dan madrasah terletak pada sistemnya.
Pesantren memasukkan santrinya ke dalam asrama, sementara dalam madrasah tidak.
Ada juga jenis
Pesantren semimodern yang masih mempertahankan kesalafannya dan memasukkan kurikulum modern di
Pesantren tersebut seperti yang terdapat di Pondok
Pesantren Al - Ittihad Cianjur.
= Kajian Kitab Kuning
=
Kajian kitab kuning alias turats sudah melekat sebagai tradisi Pondok
Pesantren. Kitab kuning adalah kitab klasik karya ulama-ulama terdahulu yang bermuatan ilmu agama yang mencakup fiqih, aqidah, akhlak, tafsir, hadits, tata bahasa Arab alias nahwu dan shorof, tasawuf, ilmu Falak, sampai kajian sosial & kemasyarakatan (muamalah). Kitab yang dikaji pun bervariasi, mulai dari Tafsir Jalalain di bidang tafsir, Fathul Qarib di bidang fiqh, Ihya Ulumuddin di bidang tasawuf, Arbain Nawawi di bidang hadits, Imrithi di bidang nahwu, hingga Nurul Anwar di bidang Ilmu Falak. Pondok
Pesantren Lirboyo, Kediri, Pondok
Pesantren Al-Anwar, Rembang, Pondok
Pesantren Termas, Pacitan hingga Pondok
Pesantren Langitan, Tuban, Pondok Raudlatul Muta'allimin, Kudus, adalah Pondok
Pesantren yang terkenal dengan kajian kitab kuningnya. Selain itu, ada pula Ma'had Aly, yaitu Lembaga Pondok
Pesantren yang berfokus pada kajian kitab kuning dengan santri yang mendapat ijazah setingkat S1 dengan gelar Sarjana Agama (S.Ag.).
= Tahfizul Qur'an
=
Selain kajian kitab kuning, ada pula beberapa
Pesantren yang berfokus pada program Tahfizul Qur'an, yakni program menghapal Al-Qur'an. Macam-macam metode diterapkan masing-masing
Pesantren untuk membuat santri lancar mengkhatamkan Al-Qur'an secara hapalan. Di antara
Pesantren Tahfizul Qur'an yang terkenal adalah Pondok
Pesantren Al-Munawwir, Krapyak, Pondok
Pesantren Sunan Pandanaran, Sleman, Pondok
Pesantren Yanbu'ul Qur'an, Kudus, hingga Pondok
Pesantren Darul Qur'an.
= Bahasa
=
Beberapa
Pesantren juga menerapkan kurikulum bahasa untuk santrinya. Biasanya, kurikulum ini berlaku di
Pesantren Modern seperti Pondok
Pesantren Gontor. Kurikulum bahasa ini berfokus pada Bahasa Inggris atau Bahasa Arab dengan kewajiban santri menggunakan kedua bahasa tersebut selama ada di lingkungan
Pesantren.
= Pendidikan Formal
=
Untuk menjawab arus modernisasi, beberapa
Pesantren juga menggelar pendidikan formal mulai dari tingkat SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA, hingga Perguruan Tinggi. Universitas Hasyim Asy'ari, Jombang dan Universitas Sains Al-Qur'an, Wonosobo adalah contoh universitas milik institusi Pondok
Pesantren. Beberapa Madrasah formal juga menggelar pendidikan asrama untuk murid-muridnya sehingga bisa pula diklasifikasikan sebagai Pondok
Pesantren. Ada pula pendidikan khas
Pesantren yang mendapat ijazah setingkat formal mulai dari setingkat SD, SMP, SMA, hingga S1.
Sebab-sebab terjadinya modernisasi
Pesantren di antaranya:
Munculnya wancana penolakan taqlid dengan kembali kepada Al-Quran dan Sunnah sebagai isu sentral yang mulai ditadaruskan sejak tahun 1900. Maka sejak saat itu perdebatan antara kaum tua dengan kaum muda, atau kalangan reformis dengan kalangan ortodoks/konservatif, mulai mengemuka sebagai wancana publik.
Kian mengemukanya wacana perlawanan nasional atas kolonialisme belanda.
Terbitnya kesadaran kalangan Muslim untuk memperbaharui organisasi Islam mereka yang berkonsentrasi dalam aspek sosial ekonomi.
Dorongan kaum Muslim untuk memperbarui sistem pendidikan Islam. Salah satu dari keempat faktor tersebut dalam pandangan Karel A. Steenbrink, yang sejatinya selalu menjadi sumber inspirasi para pembaharu Islam untuk melakukan perubahan Islam di Indonesia.
Tokoh nasional
Beberapa alumnus
Pesantren yang terkenal antara lain:
Abdurrahman Wahid
Din Syamsuddin
Hasyim Asy'ari
Hasyim Muzadi
Hidayat Nur Wahid
Nurcholish Madjid
Sirajuddin Abbas
Lihat pula
Muhammadiyah
Nahdlatul Ulama
Persatuan Tarbiyah Islamiyah
Referensi
Pranala luar
(Indonesia)
Pesantren Virtual,
Pesantren Era Digital
(Indonesia) Pustakapesantren.com, Pustaka
Pesantren Diarsipkan 2016-12-24 di Wayback Machine.
(Indonesia) Pondok
Pesantren.net, Pendidikan Diniyah dan
Pesantren, Kementerian Agama RI
(Indonesia) Rabithah Ma'ahid Islamiyah Nahdltul Ulama, Asosiasi
Pesantren Indonesia