Ujir adalah nama sebuah
Pulau yang terletak di kecamatan Kepulauan Aru. Nama desa di kawasan ini diambil dari nama
Pulau utama, yakni
Pulau Ujir, yang melingkupi dua
Pulau kecil di sekitarnya, yakni
Pulau Kenari, dan
Pulau Wasir.
Pulau ini terletak sekitar 28 km sebelah utara daripada pusat kecamatan
Pulau-
Pulau Aru, yakni Galai Dubu, yang terletak di
Pulau Wamar.
Ujir menjadi persinggahan pertama para pendatang, pedagang, ataupun penjelajah dari Nusa Tenggara Timur maupun Maluku Utara sebelum pembangunan Dobo sejak akhir abad ke-19.
Sejarah
Pulau Ujir dihuni, setidaknya, sejak abad XVI, oleh orang-orang Eropa, yang tidak dapat dikonfirmasi antara orang Belanda ataupun orang Portugis. Setelah
Pulau Ujir ditinggalkan oleh orang-orang Eropa, sebelum akhirnya ditinggalkan dan dihuni oleh penduduk Maluku beragama Islam yang memiliki relasi dengan orang-orang yang berada di Kesultanan Ternate. Orang-orang Islam yang memiliki relasi dengan Kesultanan Ternate ini lalu singgah di
Pulau Ujir, mendirikan masjid, dan mengembangkan pemukiman yang disebut sebagai Kampung Lama Uifana. Datangnya orang-orang Islam yang memiliki relasi dekat dengan Kesultanan Ternate, khususnya pedagang, ke
Pulau Ujir ini menyebabkan
Pulau ini menjadi titik persinggahan di samping titik persinggahan yang ada di Kepulauan Kei dan Kepulauan Banda.
Pulau ini, pada akhirnya, menjadi
Pulau pertama yang mayoritasnya dihuni oleh penganut agama Islam di Kepulauan Aru. Catatan VOC menyebutkan bahwa Islam, melalui qadi, masuk ke
Pulau Ujir sejak 1650-51. Warga
Pulau Ujir juga sempat meminta bantuan pengiriman guru agama Islam melalui seorang naturalis berkebangsaan Jerman, yakni Georg Rumphius, pada tahun 1668.
Warga Desa
Ujir, dalam persaingan politik antara Uli Lima dengan Uli Siwa, selalu berpihak kepada Uli Siwa, setidaknya sejak tahun 1646, '53, dan '59. Seorang prajurit berpangkat kopral dan seorang guru agama Kristen di
Pulau Wokam, pada tahun 1674, menyebutkan bahwa setidaknya dua kapal dari Kesultanan Buton berdagang dengan warga Desa
Ujir. Pada abad XVIII,
Pulau Ujir menjadi pusat perlawanan warga Kepulauan Aru terhadap VOC. Satu serangan tercatat dari tentara VOC pernah terjadi di tahun 1790 untuk mengurangi pemberontakan warga Kepulauan Aru antara tahun 1787-91, yang dipimpin oleh Tamalola. Pada awal abad XIX,
Ujir merupakan suatu daerah setingkat kabupaten bersama-sama dengan
Pulau Wokam,
Pulau Wamar, dan
Pulau Maikoor di Kepulauan Aru. Catatan dari Odo Deodatus Taurn pada tahun 1918 menunjukkan bahwa
Pulau Ujir menjadi destinasi para pedagang dari
Pulau Seram sebelah timur.
Selain Kampung Lama Uifana, terdapat juga Kampung Lama
Ujir yang menjadi pemukiman di
Pulau Ujir. Kampung ini terletak di sebelah kiri daripada sungai utama di
Pulau Ujir. Kampung ini diberi nama Kampung Maiabil (Bahasa
Ujir: pinggir kali). Kampung ini berusia lebih muda[sebutkan angka] dibandingkan dengan Kampung Lama Uifana meskipun keduanya sama-sama telah ditinggalkan pada akhir Perang Dunia II. Kampung Maiabil pernah dibom oleh Angkatan Udara Australia di tahun 1942 karena kampung Maiabil pernah dikira sebagai pemukiman orang Jepang.
Sesudah pemboman Kampung Maiabil, Kampung Maiabil terabaikan dan sebahagian besar penduduk di
Pulau Ujir kemudian berpindah ke sebelah barat
Pulau hingga saat ini.
Geografi
Penduduk
Ekonomi
Perekonomian Desa
Ujir ditopang daripada budidaya mutiara, khususnya di
Pulau Ujir dan
Pulau Kenari, dan budidaya benih ikan kerapu, yang hanya eksis di
Pulau Ujir sahaja.
Rujukan
Daftar pustaka
Badan Pusat Statistik Kepulauan Aru (24 September 2021), Kecamatan
Pulau-
Pulau Aru Dalam Angka 2021 (dalam bahasa (Indonesia)), Dobo: Badan Pusat Statistik, ISSN 2598-7615, diakses tanggal 19 Mei 2022 Pemeliharaan CS1: Bahasa yang tidak diketahui (link)
Hägerdal, Hans; Wellfelt, Emilie (2019), Moeimam, Susi, ed., "Tamalola: Transregional connectivities, Islam, and anti-colonialism on an Indonesian Island", Wacana (dalam bahasa (Inggris)), Pondok Cina, Beji, Depok: Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia, 20 (3): 430–56, doi:10.17510/wacana.v20i3.802, diarsipkan dari versi asli tanggal 2022-05-22, diakses tanggal 2022-05-21 Pemeliharaan CS1: Bahasa yang tidak diketahui (link)
Handoko, Wuri (30 Desember 2016), "Situs
Pulau Ujir di Kepulauan Aru: Kampung Kuno, Islamisasi dan Perdagangan", Kapata Arkeologi, Latuhalat, Nusaniwe, Ambon: Balai Arkeologi Maluku, 12 (2): 163–74, doi:10.24832/kapata.v12i2.309, eISSN 2503-0876, diakses tanggal 20 Mei 2022
Whittaker, Joss R. (2019), Moeimam, Susi, ed., "The lives of things on
Ujir Island: Aru's engagement with commercial expansion", Wacana (dalam bahasa (Inggris)), Pondok Cina, Beji, Depok: Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia, 20 (3): 375–99, doi:10.17510/wacana.v20i3.760, eISSN 2407-6899, diarsipkan dari versi asli tanggal 2022-05-22, diakses tanggal 20 Mei 2022 Pemeliharaan CS1: Bahasa yang tidak diketahui (link)