Puri Agung Jro Kuta adalah kompleks bangunan bersejarah yang terletak di Jalan Sutomo Nomor 38, Denpasar, Bali, Indonesia.
Puri ini merupakan tempat tinggal keluarga kerajaan yang memiliki garis keturunan langsung dengan Kerajaan Klungkung.
Puri ini juga merupakan pengempon Pura Luhur Uluwatu, salah satu pura Sad Kahyangan di Bali.
Sejarah
Puri Agung Jro Kuta didirikan sekitar tahun 1820 Masehi oleh Dewa Gede Jambe Badung atau Kyai
Agung Gede
Jro Kuta Kahuningan yang berasal dari Kerajaan Klungkung.
Puri Agung Jro Kuta dikelola secara turun-temurun oleh keturunan Kerajaan Klungkung. Garis keturunan pengelola
Puri Agung Jro Kuta berasal dari Raja Dewa
Agung Putra Kusamba.
Sejarah
Puri Agung Jro Kuta juga tidak lepas dari peristiwa Puputan Badung yang terjadi di tahun 1906. Pada 16 September 1906, I Gusti Ngurah Alit Gede bersama pasukannya gugur di dekat Sanur ketika menghadang pasukan Belanda yang ingin memasuki Denpasar. Begitu pula I Gusti Ngurah
Agung, turut berjuang bersama masyarakat melawan pasukan Belanda di Denpasar pada 20 September 1906.
Tata letak
Tata letak
Puri Agung Jro Kuta tidak berubah sejak pertama kali didirikan.
Puri Agung Jro Kuta mempunyai bagian pekarangan. Di dalam pekarangan terdapat empat gapura berukuran besar. Posisi gapura berbeda-beda dan tidak satupun yang ditempatkan berdekatan secara sejajar. Keempat gapura ini dalam bahasa Bali disebut sebagai Nyatur Singa yang meliputi Jaba, Saren
Agung, Suci dan Merajan
Agung. Bagian Jaba di bagi lagi menjadi Jaba Ancak Saji, Jaba Tengah, dan Jaba Tandeng. Jaba Ancak Sanji menjadi jalan dan pintu masuk menuju ke keraton. Lokasi Jaba Ancak Sanji berada di bagian barat daya
Puri Agung Jro Kuta. Jaba Tandeng merupakan tempat berkumpul. Dahulu, Jaba Tandeng digunakan sebagai ruang tamu raja. Namun kemudian berubah fungsi menjadi tempat upacara keagamaan. Saren
Agung digunakan sebagai tempat tinggal. Sedangkan Suci dan Merajan
Agung merupakan tempat sembahyang keluarga yang mendiami atau tinggal di sekitar
Puri.
Tradisi
Di dalam
Puri ada tradisi yang dilaksanakan turun-temurun oleh keluarga Kerajaan Klungkung yaitu tradisi menenun. Alat tenun yang digunakan memakai alat tenun tradisional, Bahan pembuatan alat tenun dari kayu yang ditebang pada usia tua.
Referensi
= Catatan kaki
=
= Daftar pustaka
=
Helen Creese, Darma Putra, Henk Schulte Nordholt (2006). Seabad Puputan Badung, Perspektif Belanda dan Bali. Pustaka Larasan. ISBN 979-3790-12-1. Pemeliharaan CS1: Banyak nama: authors list (link)