Rakai Garung adalah Raja Medang keenam yang memerintah sekitar tahun 829 - 847.
Namanya dikenal dalam Prasasti Pengging, Prasasti Mantyasih, Prasasti Wanua Tengah III dan diperkuat oleh Naskah Wangsakerta.
Dalam Prasasti Mantyasih, nama gelarnya ialah Sri Maharaja
Rakai Garung. Dalam Prasasti Wanua Tengah III (908), ia memerintah antara 14 Februari 829 s.d. 6 Maret 847. Ia adalah raja setelah Dyah Gula dan sebelum
Rakai Pikatan.
Prasasti tertua yang dikeluarkan
Rakai Garung ialah Prasasti Pengging (819). Dalam prasasti ini, namanya disebut sebagai Rakaryan i
Garung, dan masih belum bergelar sri maharaja. Ia mungkin adalah pejabat tinggi sebelum naik tahta, serta adalah anak atau saudara dari raja-raja sebelumnya.
Menurut prasasti Wanua Tengah III, ia adalah anak dari Sang lumah i Tuk, artinya seseorang (bangsawan/raja) yang dimakamkan di Tuk. Disebutkan bahwa
Rakai Garung mengembalikan status sima (desa perdikan) Wanua Tengah, yang pernah dicabut oleh raja sebelumnya.
Pendapat Pakar Sejarah
= Menurut Casparis
=
Rakai Garung dikira sama dengan Pu Palar
De Casparis menyamakan
Rakai Garung dengan tokoh Dang Karayan Partapan Pu Palar yang tertulis di Prasasti Gandasuli (832). Dalam prasasti itu, Dang Karayan lah yang mengadakan upacara sima. Nama Rakaryan Patapan Pu Palar juga ditemukan dalam Prasasti Karangtengah (824), bersamaan dengan penyebutan Pramodawardhani dan Samaratungga. Pramodhawardhani dianggap de Casparis sama dengan Sri Kaluhunnan. Oleh karena itu, ia menganggap bahwa Pramodawardhani adalah menantu
Rakai Garung yang menikah dengan
Rakai Pikatan.
= Menurut Slamet Muljana
=
Rakai Garung dikira sama dengan Samaratungga
Slamet Muljana menyamakan
Rakai Garung dengan Samaratungga, dan bukannya dengan Dang Karayan Partapan Pu Palar. Hal tersebut karena Dang Karayan cuma memiliki gelar haji (raja kecil), bukan maharaja.
Kutipan
Referensi
Ayatrohaedi. 2005. SUNDAKALA Cuplikan Sejarah Sunda Berdasarkan Naskah-naskah "Panitia Wangsakerta" Cirebon. Bandung: Pustaka Jaya