- Source: Reaksi Indonesia terhadap deklarasi kemerdekaan Kosovo 2008
Deklarasi kemerdekaan Kosovo dari Serbia diterbitkan pada Minggu, 17 Februari 2008 melalui pemungutan suara bulat di Majelis Kosovo. Seluruh 11 perwakilan minoritas Serbia memboikot pemrosesan tersebut. Reaksi internasional bercampur, dan komunitas dunia masih terpecah-pecah mengenai masalah pengakuan internasional Kosovo. Berikut adalah reaksi pemerintah Indonesia terhadap kemerdekaan Kosovo.
Reaksi
Pada 19 Februari 2008, juru bicara Kementerian Luar Negeri Indonesia Kristiarto Soeryo Legowo berkata bahwa pemerintah Indonesia akan sangat memantau perkembangan di Kosovo dan belum mengambil posisi untuk memberikan pengakuannya kepada deklarasi kemerdekaan secara sepihak. Masalah tersebut menjadi perdebatan antar partai di Dewan Perwakilan Rakyat.
Selama KTT OKI pada 10 Maret 2008, Indonesia menentang pengadopsian dokumen, yang diusulkan oleh Turki, yang akan berujung pada dukungan deklarasi kemerdekaan Kosovo.
Pada 27 Maret 2008, Menteri Luar Negeri Indonesia Hassan Wirajuda menyatakan bahwa Indonesia tidak memandang Kosovo sebagai sebuah masalah keagamaan, melainkan masalah etnis dan poltik serta masalah prinsip menghormati kedaulatan dan keutuhan wilayah sebuah negara anggota PBB. Ia menyatakan bahwa "Indonesia mendukung solusi masalah Kosovo dengan cara damai, melalui dialog dan negosiasi", dan menambahkan bahwa "Indonesia mendukung gagasan Serbia bahwa Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa meminta pendapat dari Mahkamah Internasional tentang legalitas deklarasi kemerdekaan Kosovo". Pada 19 Juni 2008, dalam sebuah pertemuan OKI, Indonesia merupakan salah satu negara yang menentang pengakuan Kosovo sebagai negara merdeka.
Pada 26 Agustus 2008, Duta Besar Indonesia di Beograd, Muhammad Abduh Dalimunthe, menyatakan bahwa "Indonesia berdiri teguh di belakang gagasan bahwa setiap pergerakan di kancah internasional harus didasarkan pada hukum internasional, dan tidak demikian halnya dengan deklarasi kemerdekaan sepihak Kosovo. Pendirian kami dimulai dengan kenyataan bahwa kami menghormati integritas Serbia", dan bahwa Indonesia menegaskan di antara negara-negara Islam bahwa Kosovo adalah masalah politik, bukan masalah keagamaan.
Pada Januari 2009, Dubes Indonesia di Beograd Muhammad Dalimunthe mengatakan bahwa pembentukan Pasukan Keamanan Kosovo tidak diperlukan dan bahwa Indonesia belum mengubah posisinya yang mendukung Resolusi 1244 Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa yang menjamin keutuhan wilayah Serbia.
Saat memberikan kuliah di London School of Economics pada 31 Maret 2009, Presiden Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono mengatakan "untuk saat ini ada kemungkinan Indonesia menerima status merdeka Kosovo setelah kami teliti dengan cermat bahwa ada situasi yang berbeda di Myanmar, setelah proses Balkanisasi Anda mendapati negara Kosovo yang merdeka" dan bahwa "kami masih mengikuti situasi di Kosovo sekarang dan ada kemungkinan suatu saat Indonesia mengakui kemerdekaan Kosovo".
Pada Agustus 2009, Dubes Indonesia di Beograd Dalimunthe menyatakan bahwa Indonesia menghormati hukum internasional, integritas Serbia dan semua langkah yang telah diambil Serbia dengan Mahkamah Internasional terkait legalitas kemerdekaan Kosovo yang dideklarasikan secara sepihak. Ia juga menyatakan bahwa setiap masalah harus diselesaikan secara damai, bahwa Resolusi 1244 DK PBB mengenai Kosovo harus dihormati dan perlu menunggu keputusan Mahkamah Internasional tentang Kosovo.
Dalam sebuah pertemuan pada September 2009 antara Menlu Kosovo, Skënder Hyseni, dengan Hassan Wirajuda, Menlu Indonesia, Wirajuda menyatakan bahwa Indonesia mencermati permintaan Kosovo dan bahwa keputusan akan diambil bila diperlukan.
Pada Februari 2010, Presiden Yudhoyono menyatakan bahwa menghormati hukum internasional adalah dasar kebijakan luar negeri Indonesia, dan bahwa Indonesia tidak akan mengakui kemerdekaan Kosovo.
Pada Juli 2010, jubir Kementerian Luar Negeri Indonesia Teuku Faizasyah menyatakan bahwa pemerintah akan mengkaji lebih jauh keputusan tersebut. "Sebagai catatan, putusan Mahkamah Internasional tidak bulat dan ada perbedaan pendapat. Keputusan itu lebih merupakan masalah prosedural dan tidak dapat didefinisikan sebagai pengakuan kemerdekaan Kosovo secara sah." Sementara itu, jubir Kementerian Pertahanan Indonesia I Wayan Midhio menyatakan bahwa tidak akan ada gerakan separatis yang terpengaruh oleh keputusan itu. "Kedaulatan dan keutuhan suatu negara merupakan bagian dari kepentingan nasionalnya dan suatu negara berkewajiban untuk meningkatkan kesejahteraan rakyatnya. Jika kewajiban itu terabaikan, gerakan separatis akan muncul." Ia juga menegaskan bahwa Undang-undang No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menjamin kesejahteraan di semua daerah.
Pada Agustus 2011, Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Taufiq Kiemas berjanji untuk menulis surat rekomendasi kepada Presiden Yudhoyono untuk mengakui Kosovo.
Dalam kunjungannya ke Jakarta pada April 2016, Presiden Serbia Tomislav Nikolić menghargai sikap Pemerintah Indonesia atas kemerdekaan Kosovo. Selain mendukung kedaulatan Serbia, Indonesia juga tidak mengakui Kosovo di beberapa organisasi internasional, termasuk Bank Dunia.
Selama kunjungannya ke Beograd pada Juni 2020, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia Yasonna Laoly menegaskan kembali dukungan Indonesia untuk kedaulatan Serbia atas Kosovo.
Referensi
Kata Kunci Pencarian:
- Reaksi Indonesia terhadap deklarasi kemerdekaan Kosovo 2008
- Reaksi Tiongkok terhadap deklarasi kemerdekaan Kosovo 2008
- Konferensi Asia–Afrika
- Soeharto
- Perang Dingin
- Perang Rusia–Ukraina
- Ferdinand Marcos
- Pakta Pertahanan Asia Tenggara
- Muammar Khadafi
- Badan Intelijen Pusat