Reaksi SN1 adalah sebuah
Reaksi substitusi dalam kimia organik.
SN1 adalah singkatan dari substitusi nukleofilik dan "1" memiliki arti bahwa tahap penentu laju
Reaksi ini adalah
Reaksi molekul tunggal.
Reaksi ini melibatkan sebuah zat antara karbokation dan umumnya terjadi pada
Reaksi alkil halida sekunder ataupun tersier, atau dalam keadaan asam yang kuat, alkohol sekunder dan tersier. Dengan alkil halida primer,
Reaksi alternatif SN2 terjadi. Dalam kimia anorganik,
SN1 dirujuk sebagai mekanisme disosiatif. mekanisme
Reaksi ini pertama kali diajukan oleh Christopher Ingold, dkk. pada tahun 1940.
Reaksi SN1 antara molekul A dan nukleofil B memiliki tiga tahapan:
Pembentukan sebuah karbokation dari A dengan pemisahan gugus lepas dari karbon; tahap ini berjalan dengan lambat dan reversibel.
Serangan nukleofilik: B bereaksi dengan A. Jika nukleofil tersebut adalah molekul netral (contoh: pelarut), tahap ketiga diperlukan agar
Reaksi ini selesai. Jika pelarutnya adalah air, maka zat antaranya adalah ion oksonium.
Deprotonasi: Penyingkiran proton pada nukleofil yang terprotonasi oleh ion ataupun molekul di sekitar.
Kinetika
Berbeda dengan
Reaksi SN2,
Reaksi SN1 berjalan melalui dua tahap (tidak meliputi protonasi atau deprotonasi). Tahap penentu laju
Reaksi ada pada tahap pertama, oleh karena itu laju
Reaksi dari keseluruhan
Reaksi secara umum sama dengan laju pembentukan karbokation dan tidak melibatkan konsentrasi nukleofil. Oleh karena itu kenukleofilikan tidak menjadi faktor kelajuan
Reaksi dan laju keseluruhan
Reaksi hanya bergantung pada konsentarsi pereaksi.
Laju
Reaksi = k [pereaksi]
Ruang lingkup Reaksi
Mekanisme
Reaksi SN1 cenderung mendominasi ketika atom karbon pusat dikelilingi oleh gugus-gugus yang meruah karena gugus-gugus tersebut menyebabkan halangan sterik untuk terjadinya
Reaksi SN2. Selain itu, substituen yang meruab pada karbon pusat juga meningkatkan laju pembentukan karbokation oleh karena terjadinya pelepasan terikan sterik yang terjadi. Karbokation yang terbentuk juga distabilkan oleh stabilisasi induktif dan hiperkonjugasi yang berasal dari gugus alkil yang melekat pada karbon. Postulat Hammond-Leffler mensugestikan bahwa hal ini juga akan meningkatkan laju pembentukan karbokation. Oleh karena itu, mekanisme
Reaksi SN1 mendominasi pada
Reaksi di pusat alkil tersier dan juga terlihat pada
Reaksi di pusat alkil sekunder dengan keberadaan nukleofil lemah.
Dua jenis
Reaksi samping yang umumnya terjadi adalah
Reaksi eliminasi dan penataan ulang karbokation. Jika
Reaksi ini dilakukan dalam keadaan hangat atau panas (yang mana meningkatkan entropi),
Reaksi eliminasi E1 akan mendominasi, mengakibatkan pembentukan alkena. Bahkan jika
Reaksi dilakukan dalam temperatur yang rendah, alkena dalam jumlah kecil juga bisa terbentuk. Usaha untuk melakukan
Reaksi SN1 dengan menggunakan nukleofil kuat yang bersifat basa seperti ion hidroksida atau metoksida juga akan mengakibatkan terbentuknya alkena via
Reaksi eliminasi E2, terlebih lagi apabila
Reaksi ini dipanaskan. Selain itu, jika zat antara karbokation dapat ditata ulang menjadi karbokation yang lebih stabil, ia akan memberikan hasil
Reaksi yang berasal dari karbokation yang lebih stabil daripada hasil
Reaksi substitusi sederhana.
Efek pelarut
Oleh karena
Reaksi SN1 melibatkan pembentukan zat antara karbokation yang tidak stabil pada tahap penetapan laju
Reaksi, segala sesuatu yang dapat memfasilitasinya akan meningkatkan laju
Reaksi. Pelarut yang biasa digunakan biasanya bersifat polar (untuk menstabilisasikan zat antara secara umum) dan protik (untuk melarutkan gugus lepas secara khususnya). Pelarut polar protik meliputi air dan alkohol, yang juga dapat bertindak sebagai nukleofil.
Skala Y menghubungkan laju
Reaksi solvolisis dari pelarut (k) dengan pelarut standar (80% v/v etanol/air) (k0) melalui persamaan
log
(
k
k
0
)
=
m
Y
{\displaystyle \log {\left({\frac {k}{k_{0}}}\right)}=mY\,}
dengan m sebagai tetapan pereaksi (m = 1 untuk tert-butil klorida) dan Y sebagai parameter pelarut. Sebagai contoh 100% etanol memberikan nilai Y = - 2,3 dan 50% etanol dalam air memberikan nilai Y = +1,65.
Lihat pula
Reaksi substitusi
Substitusi nukleofilik
Reaksi SN2
Reaksi SNi
Substitusi asil nukleofilik
Partisipasi gugus tetangga
Referensi
Pranala luar
Diagram: Frostburg State University
Latihan Diarsipkan 2003-07-08 di Wayback Machine.: Universitas Maine