- Source: Regulasi pesawat nirawak
Penggunaan pesawat udara tanpa awak (UAV) atau dengan istilah umumnya Drone, diatur oleh otoritas penerbangan nasional di masing-masing negara.
Sejarah
Salah satu hal penting dalam perkembangan teknologi pesawat udara tanpa awak yang bersifat komersial adalah peranannya terhadap faktor keselamatan. Berbagai lembaga sertifikasi bekerja-keras untuk mengikuti tuntutan dari industri UAV yang berkembang pesat saat ini. Sehingga standard keselamatan untuk pesawat berawak mulai berlaku di lingkungan UAV. Untuk suatu sistem elektronik yang kompleks (menyediakan komunikasi dan kontrol sistem), harus mematuhi DO-178C dan DO-254 yang ditujukan untuk pengembangan perangkat lunak dan perangkat keras. Dalam beberapa kondisi, pesawat tanpa awak hanya dapat dioperasikan sebagai bagian yang menyatu dari suatu sistem. Oleh karena itu digunakan istilah "sistem pesawat tanpa awak" atau UAS (Unmanned Aerial System). UAS terdiri dari pesawat tak berawak (UAV), stasiun pilot jarak jauh (ground station), kontrol, dan komunikasi yang saling terhubung. Sehingga dengan demikian, pertimbangan keselamatan menjadi sangat penting dan harus dapat memperhatikan semua elemen ini.
Pada tahun 2011, Organisasi Penerbangan Sipil Internasional (ICAO) Perserikatan Bangsa-Bangsa menerbitkan Circular 328. Di dalam dokumen tersebut dinyatakan bahwa pesawat udara tanpa awak (UAV) harus memenuhi tingkat keselamatan yang setara dengan pesawat berawak. Sehingga dengan demikian UAV wajib memenuhi peraturan pemerintah yang telah ditetapkan.
Regulasi UAV di Indonesia
Pada tahun 2015, Direktorat Jenderal Perhubungan Udara di bawah Kementerian Perhubungan Indonesia, menerbitkan sebuah peraturan yang mengatur penggunaan pesawat udara tanpa awak di wilayah udara Indonesia. Di dalam peraturan tersebut dinyatakan bahwa pesawat tanpa awak (UAV) tidak diperbolehkan terbang di atas ketinggian 120 meter, tidak diperbolehkan terbang di dalam area terlarang (prohibited area), dan di dalam area radius tertentu berdasarkan kelas dari bandara udara.
Pada tahun 2021, diterbitkan peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonsia Nomor PM 63 Tahun 2021, yang mencabut beberapa peraturan lama dan menyempurnakan Peraturan Keselamatan Penerbangan Sipil Bagian 107 Tentang Sistem Pesawat Udara Kecil Tanpa Awak.
Batas maksimal ketinggiam UAV/Drone/pesawat tanpa awak ditetapkan maksimum 120 meter (400 ft) dari atas permukaan tanah (AGL). Jika diperlukan UAV yang membutuhkan ketinggian terbang lebih dari 120 meter maka wajib memiliki ijin tertulis dari Direktorat Jenderal Perhubungan Udara. Selain itu pula, UAV yang dilengkapi dengan peralatan olahgambar (kamera) tidak boleh terbang dalam jarak 500m dari perbatasan area terlarang. Jika UAV digunakan dalam kegiatan pencitraan gambar maka operator atau pilot harus memiliki izin tertulis dari pemerintah setempat berupa sertifikat pilot drone. Dalam hal keperluan lainnya, UAV yang dilengkapi dengan peralatan pertanian seperti penyebar benih atau semprotan insektisida, hanya boleh beroperasi di dalam lahan pertanian, dan tidak boleh beroperasi dalam jarak minimum 500m dari area perumahan.
Selain NFZ (No-fly zone ) dan No-Drone-Zone (Wilayah udara di sekitar bandara pada radius tertentu sesuai kelas bandara udara), juga terdapat peraturan lokal yang disebut KKOP (Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan). Merujuk pada seorang Remote Pilot Certified Indonesia dan aktivis drone Indonesia, Arya Dega, KKOP adalah area terbatas bagi UAV, yang tidak termasuk atau tercantum dalam NDZ atau NFZ. Antara lain: Istana Negara, gedung pemerintah, beberapa rumah sakit, dan fasilitas militer.
Referensi
Kata Kunci Pencarian:
- Pesawat nirawak
- Regulasi pesawat nirawak
- Federasi Drone Indonesia
- Arya Dega
- Daftar padanan istilah bahari