Rinitis atrofi merupakan kondisi penyakit kronis pada bagian dalam atau mukosa hidung yang ditandai dengan pengecilan bagian hidung. Secara terminologi,
Rinitis (dari kata rhin- dan -itis) adalah peradangan yang terjadi pada bagian selaput mukosa di hidung. Sedangkan
atrofi (dari kata atrophy) berarti penyusutan ukuran yang tidak normal pada sel, jaringan, organ, atau anggota tubuh tertentu. Penyakit ini ditandai dengan adanya pengecilan ukuran mukosa hidung dan juga berdampak pada penyusutan tulang hidung di bawahnya, melebarnya saluran hidung dan juga terbentuknya sekresi yang kental dan berkerak. Penyakit ini juga dapat dialami binatang seperti sapi, kelinci, babi, anjing, kucing, sehingga dianggap juga sebagai penyakit zoonotik.
Tanda dan gejala
Penyakit
Rinitis atrofi ditandai dengan adanya sekresi nanah, sekresi hidung, lubang hidung kering berkerak, hidung berdarah, berkurangnya kemampuan penciuman, sakit kepala, nyeri tenggorokan, mata berair, penyumbatan saluran hidung dan halitosis atau bau mulut. Selain itu,
Rinitis atrofi juga dapat menimbulkan bau busuk menyengat yang dapat tercium oleh orang lain di sekitar penderita.
Penyebab
Berdasarkan penyebabnya, penyakit ini diklasifikasikan menjadi dua, yaitu
Rinitis atrofi primer dan
Rinitis atrofi sekunder.
Rinitis atrofi primer dapat mucul tanpa didahului oleh penyakit atau kondisi medis tertentu.
Rinitis atrofi tipe ini belum diketahui secara jelas, tetapi sebagian penderita diketahui mengalami infeksi bakteri kronis dan sinus pada hidung dengan sejumlah mikroorganisme Klebsiella ozaenae yang cukup banyak. Beberapa faktor risiko yang dapat dikaitkan dengan tipe ini antara lain; faktor keturunan, adanya infeksi atau agen infeksius, malnuturisi kurang, gangguan pertumbuhan, deifisiensi fosfolipid, ketidaseimbangan hormon, dan gangguan imun dan adanya alergi.
Rinitis atrofi sekunder didahului atau disebabkan oleh kodisi penyebab lain atau pasca pembedahan. Prosedur pembedahan sinus, trauma pada hidung, dan penyakit seperti tuberculosis, sifilis dan lupus dapat menyebabkan seseorang lebih besar kemungkinannya mengalami
Rinitis atrofi tipe sekunder. Selain itu, paparan radiasi yang kuat (ditemukan pada pasien kanker nasofaring), penggunakan kokain menahun juga dapat menyebabkan timbulnya tipe ini.
Pemeriksaan dan diagnosa
Pengidentifikasian penyakit dilakukan melalui pemeriksaan fisik dan anamnesis berdasarkan gejala. Kecurigaan klinis yang akan mengarahkan diagnosis pada penyakit ini apabila terdapat kerak kehijauan, rongga hidung lapang, dan karakteristik foetor. Beberapa pemeriksaan yang mungkin dapat dilakukan adalah nasal endoscopy, tes aliran inspirasi nasal, CT scan, tes alergi, dan sebagainya.
Tata laksana dan pengobatan
Penatalaksanaan
Rinitis atrofi dapat dilakukan dengan irigasi nasal dengan douches, pemberian gliserin-glokosa pada hidung, parafin cair, oestradiol, larutan kamicetene antiozaena, injeksi ekstrak plasenta, Kloramfenikol/streptomisin, vasodilator, pemberian besi, seng protein dan vitamin A dan D, pemberian vaksin, dan sebagainya. Selain itu, pengobatan dengan prosedur pembedahan dapat dilakukan untuk mengatasi penyakit ini.
Epidemiologi
Rinitis atrofi merupakan penyakit yang sudah ada sejak berabad-abad lalu. Penyakit ini lebih banyak dialami oleh jenis kelamin wanita, kelompok usia dewasa menengah, dan lebih umum terjadi di wilayah tropis seperti Indonesia, India. Prevalensi penyakit di beberapa negara berkisar antara 0.3% hingga 1% populasi.
Referensi
Kesehatan