- Source: Ruit van Bonjol
Ruit van Bonjol (bahasa Indonesia: Wajik Bonjol) dianugerahkan untuk memperingati penaklukan Bonjol selama Perang Paderi yang berkepanjangan melawan Tuanku Imam Bonjol dan para pengikutnya.
Sejarah
Mayor jenderal zeni Frans David Cochius menaklukan benteng Bonjol di Pantai Barat Sumatra pada tanggal 16 Agustus 1837. Peristiwa itu mengakhiri perlawanan kaum Paderi dan adat yang telah bergolak di Dataran Tinggi Padang sejak tahun 1831. Kaum Padri bersekutu dengan kaum adat dan membentuk gerakan perlawanan yang ditujukan kepada Belanda yang beragama Kristen untuk mengusir mereka dari Sumatra dan membentuk pemerintahan Islam yang merdeka di pulau tersebut. Mereka menggunakan taktik gerilya dalam menghadapi penjajah yang dibenci itu.
Di daerah pegunungan yang tidak mengenakkan itulah, pasukan penjajah harus mengalami kekalahan antara tahun 1831-1837. Akan tetapi, pada tahun-tahun itu kaum Padri mulai mengalami kekalahan. Pada tahun 1836, mereka menyeruak ke benteng pegunungan yang besar, bernama Bonjol, yang telah diserang Koninklijk Nederlandsch-Indisch Leger tanpa hasil. Ketika yang lain telah gagal, MayJend. Cochius berhasil menghancurkan dinding benteng dengan artileri modern dan pasukan zeni yang berjumlah besar. Bagian utara pulau tersebut masih dalam perlawanan sengit sampai bulan Desember 1903.
Untuk para penakluk Bonjol itu, Raja Willem I dari Belanda memberikan tanda jasa dalam surat keputusannya tanggal 8 Mei 1838, yang dinamai "Ruit van Bonjol", yang hanya diberikan pada 23 perwira militer pribumi "pemberani dan sempurna", dan tidak diberikan kepada Cochius.
Dalam surat keputusan tersebut, Ruit van Bonjol ada 20 kali dalam perunggu dan 3 kali dalam perak dianugerahkan "sebagai ganjaran untuk keberanian, kebijakan, dan kesetiaan yang luar biasa dalam peperangan di pantai barat Sumatra, khususnya selama operasi terakhir atas."
3 wajik perunggu ditujukan kepada Prawirorejo, Silanu, dan letnan pribumi tituler dari Ambon yang bernama Lokoayo. Silanu juga menerima Militaire Willems-Orde kelas IV. Lokoayo benar-benar dianugerahi sebutan kehormatan. Wajik perak terutama ditujukan kepada tentara sapper bahkan juga peniup terompet Kromodongso menerima Ruit van Bonjol perunggu.
Medali tersebut jelas berbentuk wajik dan memiliki panjang 44 milimeter serta luasnya 38 mm. Di bagian depannya terukir "VOOR MOED EN TROUW" (Untuk Keberanian dan Kesetiaan) dengan tulisan melingkar "HET NEDERL.OOSTIND.GOUVERNEMENT" (Gubernemen Hindia Timur Belanda). Secara horizontal tertulis "BONJOL" dan tahun "1837". Di bagian belakangnya terlihat tulisan semakna, namun ditulis dalam bahasa Melayu.
Pita di mana medali itu disematkan di dada kiri berwarna biru nassau.
Medali itu diberikan karena pada tahun 1838 belum ada penghargaan untuk keberanian, kecuali Militaire Willems-Orde. Pada saat itu, pemerintah Belanda tidak menginginkan "inlander" diberikan orde ksatria. Medaille voor Moed en Trouw dibuat pada bulan Januari 1839 dan setelah 3 penerima Ruit van Bonjol mendapatkan medali tersebut, karena "kaum pribumi tidak terlihat bagus bila mengenakan pita jingga" hingga tahun 1869 sehingga mengenakan pita noktah biru.
Lihat juga
Daftar tanda kehormatan di Belanda
Rujukan
P.J. d'Artillac Brill, "Beknopte geschiedenis der Nederlandse Ridderorden", 1951
H.G. Meijer, C.P. Mulder en B.W. Wagenaar, "Orders and Decorations of The Netherlands",1984
J.A. van Zelm van Eldik, Moed en Eer, 2003
Pranala luar
Daftar tanda kehormatan