Sakawuni merupakan tokoh fiktif pada sandiwara radio legendaris Tutur tinular karya S. Tijab yang dirilis pada 1 Januari 1989 sampai 31 Desember 1990.
Sakawuni seorang pendekar wanita yang pada awalnya suka berpenampilan aneh dan sedikit ugal-ugalan dan keras kepala. Namun sesungguhnya ia adalah gadis yang baik hati, lemah lembut, periang, gesit dan sedikit manja. Ilmu andalannya adalah pukulan lengan seribu yang diturunkan oleh Ki Sugata Brahma, pendekar lengan seribu yang tidak lain adalah kakeknya sendiri sekaligus orang tua dan gurunya.
Biografi
Nama :
Sakawuni
Nama alias : Pendekar Lengan seribu
Lahir : Desa Tanibala 1274 M
Meninggal : Kotaraja 1309 M
Sebab kematian : pendarahan saat melahirkan
Kebangsaan : Nusantara (Majapahit)
Pekerjaan : perwira tinggi Majapahit bagian pelatihan dan pendidikan prajurit dan pendekar golongan putih
Suami : Arya Kamandanu ( m.1297 - 1309)
Anak : Jambunada (lahir 1309)
Orangtua : Banyak Kapuk (ayah) Ayu Pupuh/Dewi Tunjung Biru (ibu)
Kakek : Ki Sugata Brahma
Guru : Ki Sugata Brahma
Kehidupan Awal
Banyak Kapuk adalah salah satu Senopati kerajaan Singasari. Pada suatu ketika saat berkunjung ke desa Tersebut di lereng gunung Bromo, ia
jatuh cinta pada Ayu Pupuh, anak tunggal dari Ki Sugata Brahma yang menjabat sebagai kepala desa Tanibala. Asmara yang menggelora menjatuhkan keduanya pada hubungan yang mengakibatkan Ayu Pupuh mengandung saat Banyak Kapuk meninggalkannya dengan janji untuk kembali dan melamarnya namun tidak pernah datang memenuhi janjinya.
Ayu Pupuh melahirkan seorang bayi perempuan cantik dan manis pada tahun 1274 M yang diberi nama
Sakawuni. Ki Sugata Brahma kemudian melepaskan jabatannya sebagai kepala desa karena aib yang dideritanya.
Sakawuni tumbuh dalam cemoohan lingkungannya sebagai anak yang lahir di luar nikah. Saat ia berusia 2 tahun ibunya pergi meninggalkannya karena ingin menemui Banyak Kapuk di kota Singasari. Namun setelah bertemu ternyata Ayu Pupuh mendapati kenyataan bahwa Banyak Kapuk tidak mungkin mengawininya karena perbedaan kasta. Banyak Kapuk juga memutuskan untuk mengabdikan hidupnya sepenuhnya demi Singasari dan rela dikirim ke jauh dalam ekspedisi penaklukan Pamalayu oleh Singasari.
Putus asa dengan karena kenyataan yang dihadapinya, Ayu Pupuh mencoba bunuh diri dalam perjalanan pulang dari Singasari. Namun ia diselamatkan oleh seorang tabib yang bernama Nyai Congkorong dan diangkat sebagai muridnya di padepokan bukit Penampihan. Akhirnya Ayu Pupuh mewarisi padepokan Nyai Congkorong dan bergelar Dewi Tunjung Biru karena mendapat tugas menjaga dan memelihara tumbuhan bunga tunjung biru yang berguna sebagai penawar racun.
Ki Sugata Brahma dengan sabar dan bijaksana membesarkan
Sakawuni dengan penuh kasih sayang.
Sakawuni tumbuh menjadi remaja yang
pemberani, suka menolong, cerdas, penuh perhitungan dan mampu mewarisi ilmu kanuragan dari kakeknya dengan baik. Namun ia tetap haus kasih sayang orang tuanya sehingga sering pergi diam-diam mengembara untuk mencari ayahnya di Singasari dengan rasa dendam dan keinginan menuntut tanggung jawab dari laki-laki yang diketahuinya bernama Banyak Kapuk.
Pengembaraannya hingga ke wilayah hutan tarik yang nantinya menjadi Kotaraja Majapahit. Dalam pengembaraannya ia memutuskan untuk bergabung menjadi prajurit Gelang-gelang atau Kediri melalui sebuah pertarungan seleksi di pelataran candi Sorabana. Setelah dinyatakan diterima, ia berada dalam satu kelompok 4 besar pendekar pendukung Kediri yang terdiri dari mpu Tong Bajil, Dewi Sambi, mpu Renteng dan dirinya sendiri. Kelompok pendekar ini tunduk kepada perintah Patih Kebo Mundarang dari kerajaan Gelang-Gelang atau Kediri.
Keputusan
Sakawuni bergabung dengan kelompok tersebut karena dia merasa membutuhkan bantuan untuk menghadapi Banyak Kapuk dan para perwira Singasari yang semua dianggapnya bersalah pada kehidupannya.
Namun karena aliran kependekaran yang berbeda dan tujuan yang berbeda pula, ia sering berselisih dengan 3 temannya dan diam-diam mengambil keputusan yang berbeda dari kebijakan mereka. Seperti diam-diam membantu menyelamatkan pendekar Lou dan Mei Xin ataupun membangkang perintah mpu Tong Bajil untuk meringkus mpu Hanggareksa.
Perjalanan Karir
Gelang-Gelang atau Kediri telah berhasil meruntuhkan Singasari. Prabu Kertanegara terbunuh dan Jayakatwang naik tahta menggantikannya. Ia lalu memindahkan pusat pemerintahan dari Singasari ke Kediri.
Saat mengembara mencari ayahnya
Sakawuni bertemu Ranggalawe dan Gajah Pagon yang saat itu diutus oleh Raden Wijaya membawa surat ke Kediri untuk meminta pengampunan bagi Raden Wijaya dan keempat orang istrinya yang merupakan putri dari mendiang Prabu Kertanegara juga 12 orang perwira tinggi Singasari yang melarikan diri bersamanya.
Sakawuni nekat menghadang perjalanan Ranggalawe dan Gajah Pagon. Ia berhasil melukai Gajah Pagon namun hampir terbunuh oleh Ranggalawe namun diselamatkan oleh Arya Kamandanu yang diam-diam mengikutinya sejak melihatnya di sebuah kedai di desa Jasunwungkal.
Beberapa waktu setelah berdirinya padukuhan Majapahit,
Sakawuni mendapatkan tugas dari Patih Kebo Mundarang untuk menyelidiki keberadaan padukuhan itu. Kesempatan itu dia pergunakan untuk menemukan orang yang bernama Banyak Kapuk yang dicarinya. Ia sempat bertarung dengan Banyak Kapuk dicarinya namun karena olahkanuragan yang dimilikinya belum matang, ia hampir terbunuh namun diselamatkan oleh Ki Sugata Brahma yang diam-diam terus mengikuti dan mencari kemana pun cucunya pergi.
Setelah lama
Sakawuni kembali ke pedukuhan Majapahit lagi untuk menuntut balas pada Banyak Kapuk. Namun setelah berhasil menemuinya dan bertarung hingga Banyak Kapuk pasrah untuk dibunuh oleh putrinya,
Sakawuni memilih untuk memaafkan ayah kandungnya hingga rasa haru membuatnya terjatuh pingsan. Ia tidak menyangka bahwa ayah yang dibencinya tidak pernah bermaksud menelantarkannya ataupun tidak mengawini ibunya. Semua terjadi karena aturan kasta dan tugas negara yang diemban oleh ayahnya. Ia juga mendapatkan kenyataan bahwa ayahnya tidak pernah memiliki wanita lain selain ibunya.
Setelah persoalan dengan ayahnya dapat diselesaikan,
Sakawuni diminta oleh Raden Wijaya untuk bergabung di padukuhan Majapahit. Ia mendapatkan tugas untuk membantu ayahnya melatih olah keprajuritan pada penduduk desa sekitar yang datang ke Majapahit untuk bergabung. Di sinilah karir keprajuritan
Sakawuni dimulai.
Dalam perjalanan kariernya,
Sakawuni mengikuti pertempuran melawan Kediri, pertempuran mengusir tentara Tartar, pemadaman pemberontakan Ranggalawe, penumpasan gerombolan perusuh yang dipimpin oleh mpu Tong Bajil dan Dewi Sambi, pemadaman pemberontakan Gajah Biru. Ia juga ikut melatih olah keprajuritan untuk ketiga putra Raden Wijaya yaitu Kalagemet atau Jayanegara, Tribuana Tunggadewi Dyah Gitarja dan Srirajadewi Dyah Wiyat.
Kehidupan Pribadi
= Hubungan dengan Arya Kamandanu
=
Arya Kamandanu merupakan satu-satunya pria dalam kehidupan cinta
Sakawuni, cinta pertama dan cinta terakhirnya. Pertemuan pertama mereka terjadi saat Arya Kamandanu tertarik dengan penampilan unik
Sakawuni yang mampir minum di sebuah kedai desa Jasunwungkal. Saat itu
Sakawuni tengah mengikuti Ranggalawe dan Gajah Pagon.
Setelah
Sakawuni pergi dari kedai itu, Arya Kamandanu mengikutinya sesuai dengan informasi yang didapatkannya dari pelayan kedai. Diam-diam Arya Kamandanu memperhatikan semua jalannya pertarungan antara
Sakawuni dengan Gajah Pagon dan Ranggalawe. Saat
Sakawuni hampir terbunuh oleh keris megalamat milik Ranggalawe, Kamandanu menolongnya. Iapun berjanji akan membalas budi Kamandanu jika ada kesempatan.
Pertemuan kedua terjadi saat Arya Kamandanu sambil menggendong Panji Ketawang, keponakannya yang masih kecil diserang oleh mpu Tong Bajil dan kelompoknya.
Sakawuni menolong Arya Kamandanu untuk meloloskan diri lalu membawa Arya Kamandanu dan keponakannya bersembunyi di lereng gunung Arjuna yang aman.
Sakawuni juga membantu Arya Kamandanu untuk membangun sebuah gubuk di sana.
Pertemuan mereka yang ketiga terjadi saat Arya Kamandanu terluka dan pingsan akibat terkena pukulan aji tapak wisa milik Dewi Sambi.
Dengan susah payah
Sakawuni berusaha menolong Arya Kamandanu. Ia membawa Kamandanu ke beberapa tabib hingga akhirnya dibawanya ke Tanibala tempat kakekny
Dari kakeknya
Sakawuni mendapatkan petunjuk bahwa ada bunga tunjung biru yang bisa menawarkan racun aji tapak wisa.
Sakawuni berhasil mendapatkannya dan ternyata yang memiliki bunga tunjung biru adalah Ayu Pupuh yang sudah bergelar Dewi Tunjung Biru, ibu kandungnya sendiri.
Sakawuni semula merasa kecewa kepada ibunya, namun akhirnya ia memaafkannya. Dari ibunya
Sakawuni tahu bahwa ia telah jatuh cinta pada Arya Kamandanu dengan memberikan banyak pertolongan kepada pemuda itu.
Sedangkan Arya Kamandanu pun tahu riwayat keluarga dan kehidupan
Sakawuni dari kakeknya. Ia yang sedang dalam kekecewaan yang sangat dalam pada Mei Xin pun merasa sangat dihargai oleh
Sakawuni dan tidak mau berterus terang kepada
Sakawuni bahwa ia telah memperistri Mei Xin untuk menutupi aib keluarganya di mana Mei Xin telah hamil di luar perkawinan dengan Arya Dwipangga, kakak kandung Arya Kamandanu.
Setelah mengetahui bahwa Arya Kamandanu telah beristri dan sengaja tidak mengatakan kepadanya,
Sakawuni marah dan kecewa tapi dia
dapat mengatasinya dengan nasehat dari kakeknya Ki Sugata Brahma. Arya Kamandanu kembali ke lereng gunung Arjuna sedangkan
Sakawuni tetap tinggal di desa Tanibala dan memperdalam ilmu jurus-jurus angin lengan seribu.
Ki Sugata Brahma yang juga seorang pendekar menurunkan ilmu pukulan lengan seribu kepada
Sakawuni dengan memberikan seluruh tenaga dalamnya kepada cucu tercintanya itu. Setelah menurunkan ilmunya, Ki Sugata Brahma tewas di tangan mpu Tong Bajil dan kelompoknya yang datang menyerang ke rumahnya untuk mencari
Sakawuni yang dianggap telah berkhianat kepada Kediri.
Sakawuni tidak berhasil menyelamatkan kakeknya, ia sendiri terkena pukulan aji tapak wisa oleh Dewi Sambi lalu pergi meninggalkan desa Tanibala menuju ke bukit Penampihan tempat ibunya berada untuk mendapatkan pertolongan.
Pulih dari lukanya,
Sakawuni mendapatkan nasehat dari ibunya untuk tidak lagi ingin membalas dendam kepada ayahnya dan tidak lagi mencintai Arya Kamandanu yang telah mempermalukannya dengan kebohongan. Namun
Sakawuni tetap ingin ke Majapahit untuk menemukan Banyak Kapuk.
Dalam perjalanan,
Sakawuni mampir ke lereng Arjuna untuk mencari Arya Kamandanu. Ia merasa perlu menyampaikan kekecewaannya atas kebohongan Kamandanu. Namun yang ditemuinya adalah Mei Xin, istri Arya Kamandanu.
Mei Xin menyambut baik kedatangan
Sakawuni dan menceritakan kepada
Sakawuni tentang kisah hidupnya.
Sakawuni bersimpati pada nasib Mei Xin dan meninggalkan Mei Xin dengan sepucuk surat bahwa ia telah lega dan merelakan Arya Kamandanu.
Sakawuni lalu menuju Majapahit untuk menyelesaikan masalah dengan ayahnya dan akhirnya ia bergabung menjadi prajurit di Majapahit dan
tinggal bersama ayahnya yang ternyata sangat menyayanginya. Sayang sekali tidak lama setelah pecah pertempuran Majapahit melawan Kediri, ayahnya meninggal karena terkena aji tapak wisa milik Dewi Sambi dan terlambat mendapatkan pertolongan meskipun
Sakawuni dengan dibantu oleh Arya Kamandanu telah berusaha sekuat tenaga untuk membawanya ke bukit Penampihan tempat Dewi Tunjung Biru.
Namun demikian,
Sakawuni cukup lega karena sebelum ayahnya meninggal, ia telah mempertemukan ayah ibunya hingga mereka bersatu dalam ikatan perkawinan yang sah dan
Sakawuni pun menjadi anak yang jelas asal-usulnya.
Banyak Kapuk meninggal di pangkuan istri dan putrinya yang tercinta. Ia dimakamkan di bukit Penampihan tempat istrinya berada.
Sepeninggal ayahnya, Arya Kamandanu membangkitkan semangat
Sakawuni untuk kembali berjuang di Majapahit melanjutkan cita-cita ayahnya sebagai wujud bakti kepada orang tuanya.
Sakawuni pun kembali ke Majapahit bersama Arya Kamandanu.
Salam perjalanan ke Majapahit mereka diikuti oleh tak kurang dari 500 penduduk desa-desa yang mereka lewati yang ingin turut bergabung dengan Majapahit dalam mengusir tentara Tartar dari Jawa.
Setelah tentara tartar berhasil diusir,
Sakawuni tetap mengabdikan diri di Majapahit. Ia sering mendapatkan tugas bersama Arya Kamandanu seperti dalam upaya pemadaman pemberontakan Ranggalawe dan penumpasan gerombolan perusuh yang dipimpin oleh mpu Tong Bajil dan Dewi Sambi.
Sang Prabu Kertarajasa Jayawardhana sangat terkesan dengan kebersamaan Arya Kamandanu dan
Sakawuni hingga beliau berkata alangkah senangnya beliau bila Arya Kamandanu dan
Sakawuni menjadi suami-istri. Mereka berdua tidak langsung setuju terutama
Sakawuni maka dia sendiri mengajak Arya Kamandanu untuk mencari Mei Xin, istri Arya Kamandanu yang hilang tanpa jejak. Karena Mei Xin tidak dapat ditemukan, maka Arya Kamandanu kembali pada keinginannya semula untuk melamar
Sakawuni seperti yang dikatakan oleh sang Prabu. Tetapi
Sakawuni masih menolak dengan alasan Kamandanu tidak mencintainya.
Arya Kamandanu yang kecewa dan marah karena penolakan
Sakawuni yang berulang kali itu akhirnya mengamuk. Dengan menggunakan pedang naga puspa dan kekuatan tenaga dalam dari naga puspa kresna ia menghancurkan tebing-tebing.
Akhirnya
Sakawuni mau mempertimbangkan lamaran Arya Kamandanu dan meminta Arya Kamandanu untuk mengulangi lamarannya di hadapan ibunya dan jika ibunya setuju maka iapun akan menerima lamaran Arya Kamandanu.
Meskipun telah mendengar berbagai keberatan dan kekhawatiran
Sakawuni, ibu Dewi Tunjung Biru tetap menerima lamaran Arya Kamandanu dan merestui
Sakawuni menjadi istri Arya Kamandanu.
Merekapun menikah pada hari Respati wulan Waisaika wuku landep (1297 M) di hadapan dua pendeta Dang acarya ring kasogatan dan Dang acarya ring kasaiwan.
Mereka membangun mahligai perkawinan yang bahagia dikaruniai seorang anak yang bernama Jambu Nada setelah hampir 12 tahun berumah tangga.
Sakawuni akhirnya meninggal saat melahirkan anaknya pada tahun 1309 M dan dimakamkan di bukit Penampihan tepat di samping makam ayahnya, Banyak Kapuk.
Sementara suaminya Arya Kamandanu menolak tawaran Dewi Tunjung Biru, ibu mertuanya, agar menyerahkan bayi
Sakawuni untuk diasuh di bukit Penampihan dan ia bisa menikah lagi. Arya Kamandanu memilih untuk membesarkan bayi pemberian
Sakawuni seorang diri dengan bertapa di lereng gunung Arjuna, tempat di mana ia dulu disembunyikan oleh
Sakawuni lalu tinggal di sana beberapa waktu dari kejaran mpu Tong Bajil dan Dewi Sambi.
Pemeran Tokoh
Cerita Tutur Tinular pertama kali muncul dalam bentuk sandiwara radio kemudian diadaptasi dalam bentuk film layar lebar, sinetron dan ditulis dalam bentuk novel. Meskipun telah diadaptasi berulang kali dan tokoh
Sakawuni diperankan oleh banyak artis setidaknya ada 4 nama pemeran yang selalu diingat oleh penggemar serial Tutur Tinular.
Sakawuni dalam Lagu dan Roadshow Panggung
Penerimaan yang luar biasa terhadap sandiwara radio Tutur Tinular hingga dipancarkan sekitar 512 radio se-Indonesia saat itu menumbuhkan permintaan yang tinggi dari penggemar untuk diadakan jumpa fans pemeran dalam bentuk road show panggung dari kota ke kota.
S. Tidjab sebagai penulisnya pun akhirnya menulis lagu berjudul Pelangi Cinta Kamandanu dengan menggandeng musisi Cecep AS yang dinyanyikan langsung oleh Ferry Fadli Setiadi sebagai Arya Kamandanu, Yvonne Rose Pattiapon sebagai
Sakawuni dengan suara Lily Nur Indah Sari sebagai Nariratih. Ketiganya adalah pemeran masing-masing tokohnya di versi sandiwara radio. Lagu Pelangi Cinta Kamandanu juga menjadi tajuk kaset album yang keseluruhannya berisi sekitar 10 lagu yang dinyanyikan bersama dengan para pemain sandiwara radio Tutur Tinular lainnya.
Referensi
[1]
Pranala Luar
Indonesia Facebook Tutur Tinular Versi 2011 Indosiar
Indonesia Facebook Pecinta Sandiwara Radio
Indonesia Facebook Kamuni Lovers
Indonesia Ferry Fadli Fans Club