• Source: Sanjak Alexandretta
  • Sanjak Alexandretta (bahasa Arab: لواء الإسكندرون, translit. Liwa' Al-Iskandarūna; bahasa Turki: İskenderun Sancağı; bahasa Prancis: Sandjak d'Alexandrette) adalah sebuah sanjak dalam wilayah Mandat Prancis di Suriah dan Lebanon. Wilayah sanjak ini didirikan dari dua daerah dalam Vilayet Aleppo pada masa Usmaniyah, yakni Alexandretta dan Antiokia yang saat ini masing-masing berganti nama menjadi İskenderun dan Antakya.


    Pembentukan daerah


    Sanjak Alexandretta menjadi sebuah daerah otonom berdasarkan Pasal 7 Perjanjian Ankara 1921, yang menyatakan bahwa "sebuah pemerintahan administratif khusus harus didirikan untuk daerah Alexandretta. Para penduduk Turki di daerah ini harus mendapatkan fasilitas untuk pengembangan kebudayaan mereka. Bahasa Turki harus mendapatkan pengakuan resmi."
    Pada tahun 1923, Sanjak Alexandretta dimasukkan ke dalam Negara Bagian Aleppo untuk selanjutnya dimasukkan ke dalam Negara Suriah pada 1925. Dalam konteks ini, sanjak ini diberikan status administrasi federal khusus yang dinamakan régime spécial.
    Sanjak Alexandretta kemudian berakhir pada akhir dekade 1930-an, terutama dengan diproklamasikannya Republik Hatay di wilayah ini oleh parlemen daerah pada tanggal 2 September 1938. Negara tersebut kemudian mengalami pengawasan militer oleh Prancis dan Turki selama satu tahun berikutnya. Nama Hatay sendiri diajukan oleh Mustafa Kemal Atatürk. Presiden negara ini adalah Tayfur Sökmen, seorang anggota Parlemen Turki dari Provinsi Antalya, dan perdana menterinya adalah Dr. Abdurrahman Melek, yang kemudian juga terpilih sebagai anggota Parlemen Turki pada 1939 mewakili Provinsi Gaziantep. Pada 29 Juni 1939, menyusul sebuah referendum yang tidak sah, parlemen Hatay memutuskan untuk membubarkan Republik Hatay dan menggabungkan diri ke dalam Republik Turki sehingga menjadi sebuah provinsi di dalam negara tersebut sejak tahun yang sama.


    Demografi


    Sanjak Alexandretta memiliki latar belakang penduduk yang plural dengan dominasi bangsa Arab dan Turki, dengan sejumlah kelompok masyarakat minorits seperti suku Armenia, Yunani, Adighe, Yahudi, dan Kurdi. Walaupun terdapat pluralitas tersebut, bangsa Turki cenderung sangat dominan di dalam parlemen daerah dengan membentuk lebih dari setengah keanggotaan. Selain itu, anggota parlemen dari kaum-kaum minoritas juga mengambil sumpah dalam bahasa Turki dalam pengangkatan mereka.


    Referensi

Kata Kunci Pencarian: