Sunarna (lahir 24 September 1973) adalah seorang politisi Indonesia yang saat ini menjabat sebagai Anggota Dewan Perwakilan Rakyat mewakili daerah pemilihan Jawa Tengah VIII. Beliau pernah menjabat sebagai Bupati Klaten selama dua periode yakni 2005—2010 dan 2010—2015. Pada pilkada Klaten 2005 ia berhasil memperoleh 221.262 suara bersama wakilnya Samiadji. Sedangkan pada pilkada Klaten 2010, dengan pasangannya Sri Hartini ia berhasil memperoleh suara sebesar lebih dari 65 persen. Ia menjadi bupati yang menangani Klaten saat terkena dampak dari Gempa Bumi Yogyakarta 2006 dan erupsi Gunung Merapi 2010.
Impian Masa Kecil
Sunarna waktu itu menjadi Bupati Klaten begitu getol menggerakkan usah kecil di Klaten. Tak berlebihan jika pada 2007 ia mendapatkan penghargaan dari Persatuan Wartwan Indonesia (PWI) sebagai bupati pemerhati usaha kecil dan kebebasan pers.
Keberhasilannya itu tak lain karena sejak kecil anak kelima dari enam bersaudara pasangan Tri Widodo dan Sumiyem ini memang sudah mempunyai impian kuat; menjadi orang kaya. Makanya, sejak belia naluri bisnisnya sudah terasah.
Di bangku SD misalnya. Sepulang sekolah, ia tak absen membantu ibundanya berjualan palawija. Meskipun demikian, sesekali
Sunarna kecil ikut sang ayahanda menggarap sawah.
Kegiatan itu tak berubah hingga di bangku SMP. Barulah memasuki bangku SMA,
Sunarna mulai asyik dengan sejumlah kegiatan lumrahnya anak muda. Meskipun demikian, nilai akademis
Sunarna masih memenuhi standar. “Kalau hari Sabtu biasanya bolos. Lalu ramai-ramai menonton film di Bioskop Dewi Pedan,” kenang bapak empat anak ini sambil mengulum senyum.
Setamat SMA itulah, keinginan menebus mimpinya menjadi orang kaya kian menguat. Kuliah adalah menjadi salah satu jalannya. Itu mengapa, renik-renik yang menjadi penghambat kuliah seperti dana yang minim tak membuatnya berkecil hati. Prinsipnya, selama masih ada kemauan, pasti ada jalan.
Oleh sebab itulah, selama kuliah
Sunarna merangkap bekerja. Dua tahun pertama bekerja di Bursa Efek dan dua tahun berikutnya menjadi pialang. Tak sia-sia, hasil kerjanya itu mampu menopang sebagian besar kebutuhan kuliah. “Karena fokus kerja dan kuliah saya tidak sempat ikut organisasi,” ujarnya.
Meskipun sukses bekerja, keinginan
Sunarna untuk memiliki usaha sendiri tetap menguat. Maka, rampung kuliah ia mencoba memulai usaha sendiri. Kebetulan, kala itu ada peluang bagus untuk membuka bengkel sepeda motor di Sragen dengan biaya investasi kecil. Karena sejumlah peralatan mendapatkan subsidi dari pemerintah.
Dari bengkel itulah,
Sunarna terus mengembangkan sayap bisnis segala peluang usaha yang dinilai bisa menambah pundi-pundi keungannya. Ia pun menjajal bisnis mebel di Jepara dan penggemukan sapi di Klaten.
Lagi-lagi, berkat kreativitasnya, usaha penggemukan sapi pun moncer. Bahkan
Sunarna sempat kewalahan menerima pesanan. Makanya, ia pun berinisiatif mengimpor sapi lewat rekannya yang ada di Kediri. “Saya masih ingat saat itu membeli 475 ekor sapi,” ungkapnya.
Sayang, setelah empat bulan berjalan, hasilnya tak memuaskan. Kenaian berat badan sapi yang diperkirakan bisa mencapai 0,7 kg sampai 1,1 Kg per hari tak bisa terpenuhi. Rupanya jenis sapi impor yang digemukkan berkualitas buruk. Alhasil, alih-alih untung malah
Sunarna kolaps.
Kolaps membawa nikmat
Kerugian usahanya nyaris menyentuh angka Rp 500 juta. Tetapi, itu sama sekali tak menyurutkan hasratnya melanjutkan usaha. Meskipun diakuinya, untuk urusan sapi,
Sunarna sempat terbesit untuk menyerah. “Karena banyak dana tersedot untuk menutup kerugian itu,” ungkapnya.
Tetapi, ia tak kapok dengan usaha penggemukan sapi. Bahkan, saat krisis ekonomi 1998 menghantam sekalipun. Justru momentum itulah, menjadi tonggak kesuksesan bisnis sapinya kembali. Pasalnya, kala itu permintaan daging sapi tetap tinggi namun konsumen kesulitan mendapatkan barang. “Krisis itulah yang justru membesarkan saya,” tuturnya.
Sejak itulah, bisnis lainnya turut berkecambah.
Sunarna kian dikenal luas. Maka, oleh teman-teman bisnisnya ia didorong untuk maju dalam Pilkada Klaten 2005.
Sunarna sempat tak percaya diri. Apalagi ia sama sekali tak pernah bersinggungan dengan partai politik. “Saat itu banyak yang bilang saya masih anak-anak maju bupati,” ungkap penggemar soto gedeg Klaten ini.
Namun dengan semangat ingin memajukan Klaten,
Sunarna mantap mengikuti bursa pemilihan kepala daerah. Dukungan dari masyarakat pun rupanya mengalir deras.
Sunarna memenangkan Pilkada Klaten 2005 di usianya yang masih 32 tahun.
Tak ayal, pada 2007, lelaki yang gemar membaca buku-buku tentang pemasaran ini mendapatkan penghargaan dari Museum Rekor Indonesia (Muri) sebagai bupati termuda di Indonesia.
Meskipun demikian, prestasi itu tak membuat
Sunarna bangga. Awal memimpin, rasa ewuh pekewuh pun demikian menyilimuti hari-harinya. Karena hampir semua usia bawahannya jauh lebih tua darinya. “Tetapi lama –lama alhamdulillah biasa. Dan soal perpolitikan Klaten saya banyak dibantu teman-teman wartawan,” pungkasnya.
Masa Kecil
= Prihatin Sejak Kecil
=
Bayangan bocah bersarung dan berpeci yang paling sering mengajak teman-temannya berangkat mengaji dan menginap di musala Al Huda di Barengan Jambakan Bayat Klaten itu masih belum lekang di ingatan Sri Mawardi,68. Padahal, peristiwa itu sudah berlalu puluhan tahun lalu.
Sunarna adalah bocah yang digambarkan Sri Mawardi yang menjadi guru mengaji
Sunarna. “Makanya kalau sekarang jadi bupati ya pantas,” ujarnya saat dijumpai Espos di rumahnya Barengan Jambakan Bayat RT 9/RW IV, Kamis (21/10).
Terlebih, kata Sri yang menjadi guru mengaji
Sunarna hingga
Sunarna duduk di bangku SMP, sejak kecil,
Sunarna memang sudah dilatih prihatin. Seperti rajin puasa Senin-Kamis maupun banyak melakukan kegiatan di musala. “Dulu kalau ada acara takjilan di musala, Mas Narna juga paling semangat,” kenangnya.
Itu semua lantaran kondisi ekonomi keluarga
Sunarna saat itu tak terlalu bagus. “Bahkan demi bisa sekolah sampai ada kakak Mas Narna yang tidak sekolah demi sekolah adik-adiknya. Keluarganya memulai usaha dari nol,” ungkapnya.
Namun demikian, kini kata Sri laku keprihatinan itu terbayar sudah. Karena selain menjadi pebisnis yang andal,
Sunarna juga bisa menjadi orang nomor satu di Klaten. “Semoga setelah selesai jadi Bupati bisa jadi gubernur,” harapnya.
= Gemar Nonton Wayang
=
Andai diminta menyebutkan nama anak pada medio 1980-an di Desa Jambakan Klaten yang paling gemar menonton wayang kulit, sudah pastilah Daryono,40, menyebut
Sunarna sebagai nominasi utamanya.
Tak berlebihan, karena hobinya menonton wayang kulit menurut mantan kepala desa Jambakan ini begitu membuncah sejak duduk di bangku SD. “Kalau ada wayang kulit di Gunung Kidul pun ya berangkat. Dan kalau Mas Narna tidak berangkat, lainnya tidak berangkat,” ujar pengrajin lurik ini saat dijumpai Espos di rumahnya Barengan Jambakan Bayat Klaten, Kamis (21/10).
Namun, selain menonton wayang sejumlah kegemaran lain
Sunarna kecil juga tak kalah menarik jika diurai. Sebutlah seperti bermain gambar umbul dan karambol.
Menurut Daryono,
Sunarna paling jago jika memainkan dua permainan itu. Uniknya, meskipun permainan sederhana di desa,
Sunarna sudah menerapkan hal-hal ilmiah di sana.
Seperti saat bermain gambar umbul, lanjut Saryono,
Sunarna memerhitungkan betul dari teori matematika tentang peluang. Demikian pula saat bermain karambol.
Sunarna kecil mampu memerhitungkan sudut-sudut yang pas untuk menembak. “Pokoknya banyak sekali kenangan dengan Mas Narna. Apalagi dulu sering tidur di rumah saya. Termasuk saat mau nyalon jadi bupati,” pungkasnya.
Hobi
Sunarna memelihara puluhan burung kicauan, bermain gitar dan organ, tenis maupun mengutak-atik sekuter lawas. “Sekarang sekuter sudah tinggal beberapa. Sudah banyak diminta teman,” ujarnya.
Kalau soal musik,
Sunarna mengaku selalu terkesima dengan tembang jawa. Lebih-lebih yang menonjolkan suara gendhing. Karena bukan hanya enak didengar, tetapi karena menyusupkan filosofi yang dalam dan indah. “Pop juga suka. Tapi kebanyakan lagunya Broery,” ungkapnya.
Selain itu
Sunarna yang mempunyai suara merdu pernah mengikuti rekaman dengan menyanyikan Serat Kalatidha dalam album yang dibuat Kantor Pariwisata Klaten sebagai upaya untuk mensosialisasikan objek pariwisata di Klaten.
Pendidikan
= Sekolah
=
SD Negeri Jambakan Bayat, lulus 1986
SMP Negeri 2 Bayat, lulus 1989
SMA Negeri 1 Cawas, lulus 1992
Strata 1 Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Borobudur Jakarta, lulus 1997
Strata 2 Hukum Bisnis Universitas Gadjah mada (UGM), lulus 2009
= Kursus
=
Forum Konsolidasi Pimpinan Pemerintahan Daerah Lemhannas RI, 2008
Penghargaan
Penghargaan Gubernur atas Peran Serta Sebagai Penyelenggara Pendidikan Luar Sekolah 2006
Penghargaan Mendiknas Tingkat Pratama atas Kepedualian Yang Tinggi Atas Percepatan Pemberantasan Buta Aksara 2006
Menerbitkan Perda Akte Kelahiran bebas Bea dari Presiden RI, 2007
Bupati Termuda se-Indonesia dari Museum Rekor Indonesia (MURI), 2007
Pemerhati Pembangunan UMKM dan Kebebasan Pers, dari Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), 2010
Sejarah elektoral
Referensi