Tambang Batu Bara Ombilin adalah bekas
Tambang Batu Bara di Kota Sawahlunto, tepatnya di lembah sempit di sepanjang Pegunungan Bukit Barisan, Sumatera Barat, Indonesia. Letaknya sekitar 70 kilometer (43 mi) dari timur laut Kota Padang, ibu kota provinsi.
Tambang ini dikenal sebagai situs
Tambang Batu Bara tertua di Asia Tenggara dan satu-satunya
Tambang Batu Bara bawah tanah di Indonesia.
Tambang ini dimiliki oleh PT Bukit Asam Tbk.
Batu Bara di Sawahlunto ditemukan pertama kali pada pertengahan abad ke-19 oleh Willem Hendrik de Greve. Sejak saat itu, eksploitasi
Batu Bara dilakukan diiringi dengan pembangunan infrastruktur pendukung untuk kegiatan pertambangan. Penambangan
Batu Bara secara signifikan mengubah lanskap Sawahlunto yang semula pedesaan menjadi situs industri.
Pada 6 Juli 2019, Situs
Tambang Batu Bara Ombilin secara resmi dikukuhkan sebagai Situs Warisan Dunia oleh Organisasi Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa "UNESCO".
Sejarah
Batu Bara di daerah ini ditemukan oleh insinyur Belanda Willem Hendrik de Greve pada tahun 1868. Penambangan terbuka lalu dimulai pada tahun 1892 seiring dengan rampungnya pembangunan infrastruktur pendukung berupa rel kereta api untuk mengangkut
Batu Bara dari
Tambang ini ke Pelabuhan Teluk Bayur, Padang. Sebelum Indonesia merdeka, produksi
Batu Bara di
Tambang ini mencapai puncaknya pada tahun 1930, dengan total produksi mencapai lebih dari 620.000 ton. Produksi
Batu Bara di
Ombilin pun dapat memenuhi 90% dari total kebutuhan energi di seantero Hindia Belanda.
Mulai tahun 1942 hingga 1945,
Tambang ini dikendalikan oleh pemerintah pendudukan Jepang. Setelah Indonesia merdeka, mulai tahun 1945 hingga 1961,
Tambang ini dikelola oleh Direktorat Pertambangan. Mulai tahun 1961 hingga 1968,
Tambang ini dikelola oleh sebuah perusahaan negara (PN) bernama PN
Tambang Batubara
Ombilin. Pada tahun 1968, PN
Tambang Batubara
Ombilin digabung dengan PN
Tambang Batubara Mahakam dan PN
Tambang Batubara Bukit Asam untuk membentuk PN
Tambang Batubara. Pada tahun 1984, status PN
Tambang Batubara diubah menjadi perusahaan umum (Perum). Pada tahun 1990, Perum
Tambang Batubara digabung ke dalam PT
Tambang Batubara Bukit Asam. Produksi
Tambang ini pernah mencapai puncaknya pada tahun 1976 dengan total produksi sebesar 1.201.846 ton per tahun.
Pada 2002, cadangan
Batu Bara di
Tambang terbuka
Ombilin mulai menipis. Setelah itu, hanya
Tambang bawah tanah yang terus beroperasi. China National Technology Import-Export Corporation (CNTIC) pernah menginvestasikan $100 juta untuk
Tambang Ombilin.
Pada 2008,
Tambang ini diperkirakan memiliki cadangan sekitar 90,3 juta ton
Batu Bara pembuat kokas, di antaranya 43 juta ton bisa ditambang.
Tambang ini menghasilkan sekitar 500.000 ton
Batu Bara setiap tahunnya. Pada tahun 2019, Bukit Asam menghentikan operasinya di
Ombilin.
Daya tarik wisata
Saat ini, sisa-sisa kejayaan
Tambang di Sawahlunto dikelola untuk menggerakkan roda perekonomian kota berbasis industri pariwisata warisan budaya. Kawasan bekas
Tambang dihijaukan dan infrastruktur peninggalan kolonial direvitalisasi untuk tujuan wisata, di antaranya kini dijadikan kebun binatang, pacuan kuda, dan danau. Lubang bekas galian
Tambang diberi pencahayaan yang cukup dan pasokan udara, salah satunya Lubang
Tambang Mbah Soero, untuk menarik wisatawan lokal dan asing, terutama dari Malaysia dan Singapura. Wisatawan dapat masuk dengan biaya Rp30.000 per orang.
Galeri
Lihat pula
Situs
Tambang Wallonia
Referensi
Pranala luar
https://www.republika.co.id/berita/nasional/daerah/18/08/20/pdr94y430-pt-ba-buru-investor-lanjutkan-proyek-
Batu-
Bara-sawahlunto
Infomine