- Source: Tanah Periuk, Tanah Sepenggal Lintas, Bungo
Informasi Umum
tanah" target="_blank">Tanah Periuk adalah salah satu desa di wilayah kecamatan tanah" target="_blank">Tanah Sepenggal Lintas, Kabupaten Bungo, Provinsi Jambi, Indonesia. Desa ini adalah yang tertua di Kabupaten Bungo. Karena dari tempat ini awal pemerintahan di Kabupaten Bungo semasa Kesultanan Jambi masih berdiri. Sebagian besar penduduknya bekerja sebagai petani. Sebagian lagi berprofesi sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS), tentara, polisi, pedagang, dan profesi lainnya. Penduduk tanah" target="_blank">Tanah Periuk adalah yang terbanyak kedua di Kecamatan tanah" target="_blank">Tanah Sepenggal Lintas setelah Lubuk Landai.
= Dusun tanah" target="_blank">Tanah Periuk terdiri dari 6 Kampung (setingkat RW)
=Sungai Limau; Kampung ini terletak paling utara desa yang dibelah oleh Jalan Lintas Tengah Sumatera. Kampung ini merupakan kampung dengan jumlah penduduk terbanyak di tanah" target="_blank">Tanah Periuk. Nama Kampung ini terinspirasi dari nama Sungai Limau salah anak sungai Batang Tebo yang mengalir hingga kampung ini.
Bulim; Kampung ini penduduknya terbanyak ke-2 setelah Sungai Limau. Nama kampung ini berasal dari nama pohon besar yang menjadi ikon bagi kawasan ini di masa lampau. Kayu ini adalah jenis kayu bulian atau kayu ulin yang berdiri kokoh di belakang MIN 4 Bungo hari ini. Ia menjulang tinggi sendiri diantara pohon disekitarnya. Walaupun kayu tersebut telah lama mati namun ia tetap berdiri kokoh hingga akhirnya berhasil ditebang warga. Walau telah tiada, nama kampung ini tetap bernama Bulim
Koto Rajo; Koto Rajo konon berasal dari kata "Kuto Rajo". Kuto berarti selokan, parit dan Rajo berarti besar maka dapat diartikan Parit Besar. Pada zaman dahulu air limbar rumah tangga di alirkan ke kawasan ini saat masih hutan dan semak belukar serta belum ditempati warga seperti hari ini
Bukit Harapan; seperti namanya kawasan ini merupakan daerah bukit. Rumah-rumah penduduk berada di kawasan perbukitan (walau tidak terlalu tinggi). Nama Bukit Harapan populer sejak Tahun 2000an. Sebelumnya kawasan ini dikenal dengan "Bukit Angker".
Balai Panjang; sesuai namanya kawasan ini terinspirasi dari nama desa di masa lampau yaitu Balai Panjang.
Tuo Lamo; Kampung ini merupakan tertua tempat penduduk pertama kali mendirikan kawasan pemukiman. Daerah kampung ini banyak ditemukan rumah-rumah tua Balai Panjang.
Tempat wisata dan bersejarah
Rumah Tuo Balai Panjang; Rumah adat balai Panjang terletak di Kampung Tuo Lamo. Saat ini hanya tersisa beberapa rumah saja karena sebagian sudah hancur dimakan usia dan juga dialihfungsikan oleh pemiliknya. Rumah ini telah ada sejak beratus-ratus tahun lalu dan diwariskan turun-temurun kepada anak keturunan sehingga masih eksis sampai hari ini. Rumah ini terdiri atas beberapa bagian di dalamnya. Salah satunya adalah "Penteh" yang dalam bahasa Indonesia diartikan pentas. Letaknya sedikit lebih tinggi dari lantai rumah biasa. Di penteh ini pemimpin, ulama, tokoh adat atau orang-orang yang dihormati duduk. Uniknya rumah ini tersusun rapi memanjang ke arah kiblat.
DAM Sungai Limau; Dam Sungai Limau seperti namanya terletak di Kampung Sungai Limau. Dam ini mulai dibangun sekitar Tahun 1970-an. Fungsi utamanya adalah sebagai sumber air bagi sistem irigasi persawahan di tanah" target="_blank">Tanah Periuk. Setelah lama tidak terawat, pada Tahun 2019 Dam ini mengalami renovasi/perbaikan. Sejak setelah direnovasi penampilan Dam semakin indah sehingga jadi tujuan wisatawan lokal.
Tepian Tanggo Lubuk; Lokasi tepian ini terletak di Kampung Balai Panjang berbatasan dengan Kampung Bukit Harapan. Pada hari raya kawasan ini rutin mengadakan lomba pacu perahu. Biasanya diadakan pada Hari Raya ke 2 atau Ke 3.
Lapangan Bola Kaki; Lapangan ini terletak di Kampung Tuo Lamo berbatasan dengan Kampung Balai Panjang. Lapangan bola ini terletak tidak jauh dari Sungai Batang Tebo. Jika banjir datang, lapangan ini tidak jarang ikut tenggelam. Pada tiap tahunnya disini selalu diadakan turnamen bola kaki antar kampung. Salah satu ciri khas lapangan ini adalah penonton bisa menyaksikan pertandingan dari atas tebing karena lapangan bola ini pada dasarnya adalah bekas dasar sungai yang telah mengalami sedimentasi dan pendangkalan.
Makam Tuo tanah" target="_blank">Tanah Periuk (Kubur Keramat) ; Pemakaman ini terletak di Kampung Tuo Lamo. Letaknya tidak jauh dari lapangan bola Sri Mangkubumi. Letak pemakaman ini menunjukkan bahwa ia terletak tidak jauh dari sungai. Pola serupa (makam di tepi sungai) dapat ditemukan di desa-desa tetangga seperti Lubuk Landai dan Sungai Mancur.
Pendidikan
Di Desa tanah" target="_blank">Tanah Periuk hampir seluruh jenjang pendidikan sekolah, dari pendidikan usia dini sampai sekolah menengah atas, dapat di jumpai. Ini menunjukkan kepedulian masyarakat terhadap pendidikan sangat tinggi. Sekolah-sekolah ini terdiri dari sekolah formal dan non formal.
= Anak Usia Dini /Taman Kanak-Kanak
=TK Pertiwi
RA At Thoriq
= SD-MI Sederajat
=SD 28/II tanah" target="_blank">Tanah Periuk
SD 74/II tanah" target="_blank">Tanah Periuk
MIN 4 Bungo
= SMP-Tsanawiyah Sederajat
=SMPN 4 tanah" target="_blank">Tanah Sepenggal
MTsS Darul Maarif
Pondok Pesantren Dar El Quran Asri Bungo
= SMA-MA Sederajat
=SMA 16 Bungo (SMAN 2 tanah" target="_blank">Tanah Sepenggal)
Tempat Ibadah (Masjid)
Dusun tanah" target="_blank">Tanah Periuk memiliki 3 Masjid yang ketiganya digunakan untuk shalat Jumat. 3 Masjid di Dusun tanah" target="_blank">Tanah Periuk sebagai berikut:
Masjid Darul Muttaqin; masjid ini adalah yang pertama dan tertua di Desa tanah" target="_blank">Tanah Periuk. Masjid ini terletak di Kampung Tuo Lamo. Masjid diperkirakan telah ada sejak penduduk pertama kali bermukim di daerah ini.
Masjid Nurusya'adah; masjid ini berada di Kampung Sungai Limau. Masjid inilah adalah yang ke-2 berdiri di desa ini. Sejarah berdirinya tidak terlepas dari perkembangan desa ke arah utara (jalan lintas sumatera). Seiring berjannya waktu, penduduk tanah" target="_blank">Tanah Periuk telah banyak bermukim di Kampung Sungai Limau yang letaknya cukup jauh dari Kampung Tuo lamo tempat masjid utama (Darul Muttaqin) berada. Sebagian besar penduduk kala itu hanya bersepeda dan berjalan kaki menuju masjid. Jarak yang cukup jauh menjadi alasan penduduk kampung Sungai Limau mendirikan Masjid Nurusaya'adah yang bangunannya berasal dari Mushalla pada Tahun ±1999. Kampung Sungai Limau yang berada di tepi Jalan Lintas Sumatera, menjadikan masjid ini jadi sebagai tempat persinggahan.
Masjid Darul 'Amilin; Masjid ini adalah masjid ke-3 yang berdiri di Desa tanah" target="_blank">Tanah Periuk. Masjid ini terletak di Kampung Bulim. Berdirinya masjid Darul Amilin dilatar-belakangi oleh jumlah penduduk di kampung ini meningkat pesat. Kampung Bulim adalah salah satu kampung dengan jumlah penduduk ke-2 terbanyak di tanah" target="_blank">Tanah Periuk setelah Kampung Sungai Limau. Dengan alasan tersebut maka ulama dan tokoh masyarakat setempat bersepakat untuk membangun masjid yang dinamakan Darul 'Amilin. Sebelum menjadi Masjid, ia adalah surau/mushala yang bernama Mu'amilin
Rio (Pemimpin)
Rio Dusun tanah" target="_blank">Tanah Periuk Bergelar Rio Darpo. Kata Darpo berasal dari nama Anak Pangeran Sri Mangkubumi yang bernama Pangeran Dipo. Dimasa lampau kedudukan Rio Darpo sangat dihormati oleh rio-rio lainnya dari 7 lain dari 8 awal marga tanah" target="_blank">Tanah Sepenggal. Dusun awal yang dimaksud adalah
Candi
Tanjung
Rantau Embacang
Lubuk Landai
Empelu
Teluk Pandak
Sungai Mancur
tanah" target="_blank">Tanah Periuk (Balai Panjang)
Rio Darpo adalah rio yang dituakan dan dimintakan pendapatnya bagi berbagai hal yang ada di masyarakat. Dalam pepatah adat berbunyi "Balai Panjang adalah tempa sasako nan tertimbun dan pusako yang tertambuk". Dalam rapat-rapat adat di masa lalu, Rio Darpo akan diminta menjadi pembicara pertama dan jika menjadi peninjau maka ia berjalan lebih dahulu. Kedudukannya lebih tinggi dan dihormati serta disegani oleh Rio-Rio di Marga tanah" target="_blank">Tanah Sepenggal (Kec. tanah" target="_blank">Tanah Sepenggal dan tanah" target="_blank">Tanah Sepenggal Lintas). Dengan berlakunya UU 5 Tahun 1979 tentang pemerintahan desa, Rio berubah statusnya menjadi "Kepala Desa" dan kemudian kembali digunakan istilah ini setelah diberlakukannya UU otonomi daerah. Pada masa pemerintahan Muhammad Nur hingga Tahun 2008 masih memakai istilah Kepala Desa. Istilah Rio kembali digunakan pada masa Thamrin Daud (2009-2008). Berikut nama-nama Rio / Kepala Desa di tanah" target="_blank">Tanah Periuk dalam kurun 20 Tahun Terakhir
Muhammad Nur (2000-2008)
Thamrin (2009-2013)
Tabri (Pjs) (2014)
Helmi (2015-2019)
Tarmizi (pjs) (2019)
Syarifuddin (pjs) (2019-2020)
Hasan A Roni (2020-2028)
Sejarah
Sejarah Desa tanah" target="_blank">Tanah Periuk bermula saat kedatangan utusan dari Kesultanan Jambi. Utusan ini adalah orang-orang Mataram yang menetap di Jambi dan memiliki hubungan darah dengan istri raja Jambi kala itu. Rombongan ini berjumlah sekitar 40 keluarga yang dipimpin oleh seseorang yang bergelar Sri Mangkubumi. Sri Mangkubumi diperintah oleh Sultan Jambi untuk memimpin daerah Huluan Jambi (Dari Batang Tembesi hingga perbatasan dengan Kerajaan Pagaruyung, Sumatera Barat).
Dari Istana tanah" target="_blank">Tanah Pilih, Rombongan Sri Mangkubumi menyusuri Sungai Batanghari ke arah hulu dan sesampainya di pertemuan Sungai Batang Tebo rombongan memutuskan berbelok menyusuri Sungai Batang Tebo. Sesampainya di suatu tempat yang dianggap tepat, rombongan menepi ke darat dan memutuskan untuk mendirikan pemukiman di tempat itu. Pemukiman itu berlokasi di Dusun (Desa) tanah" target="_blank">Tanah Periuk hari ini. Sri Mangkubumi memerintahkan para pengikut untuk membuatkan rumah-rumah panggung berukuran besar yang dapat menampung banyak orang dan dapat juga berfungsi sebagai tempat musyawarah negeri. Rumah-rumah ini kemudian dikenal dengan nama "Balai Panjang" yang sekaligus menjadi nama wilayah tersebut.
tanah" target="_blank">Tanah Periuk dikenal sebagai dusun (desa) tertua di kawasan ini dan konon di Kabupaten Bungo. Karena dari sini penduduk menetap dan membangun pemukiman. Seiring waktu dengan meningkatnya jumlah penduduk, beberapa diantara penduduk mencari lokasi baru yang tepat untuk bertani atau bermukim. Lokasi tersebut lambat laun menjadi beberapa desa baru seperti Lubuk Landai, Tanjung, Candi, Empelu, Rantau Embacang, Sungai Mancur, dan Teluk Pandak.
Setelah Kerajaan Jambi kalah atas Belanda dengan wafatnya Sultan Thaha Syaifuddin Tahun 1904, Belanda menata ulang administrasi daerah taklukannya. Kawasan Balai Panjang yang awalnya menjadi pusat pemerintahan dipindahkan oleh Belanda ke Pasar Lubuk Landai yang dikemudian hari menjadi pusat kecamatan. Nama Balai Panjang perlahan hilang dan lebih dikenal dengan tanah" target="_blank">Tanah Periuk. Penamaan tanah" target="_blank">Tanah Periuk terinspirasi dari aktivitas masyarakat kala itu membuat perkakas rumah tangga seperti periuk dari tanah" target="_blank">tanah liat. tanah" target="_blank">Tanah liat diambil dari pinggir sungai yang sekarang masuk kawasan Kampung Tuo Lamo.
Kata Kunci Pencarian:
- Tanah Periuk, Tanah Sepenggal Lintas, Bungo
- Kabupaten Bungo
- Tanah Sepenggal Lintas, Bungo
- Sungai Puri, Tanah Sepenggal Lintas, Bungo
- Sungai Mancur, Tanah Sepenggal Lintas, Bungo
- Pematang Panjang, Tanah Sepenggal Lintas, Bungo
- Sungai Tembang, Tanah Sepenggal Lintas, Bungo
- Tanah Sepenggal, Bungo
- Lubuk Landai, Tanah Sepenggal Lintas, Bungo
- Sungai Lilin, Tanah Sepenggal Lintas, Bungo