- Source: Tari Soanggi
Tari Soanggi atau Tari Suanggi adalah tarian adat yang berasal dari daerah pantai Teluk Cendrawasih, Kabupaten Waropen, Provinsi Papua. Eksistensi awal tari ini tidak begitu jelas, tetapi tarian tersebut merupakan salah satu bentuk ekspresi masyarakat Papua Barat yang masih kental dengan nuansa magis. Tarian itu berawal dari kisah seorang suami yang ditinggal mati istrinya akibat diserang oleh makhluk bernama anggi-anggi, soanggi, atau kapes (jadi-jadian); di Jawa biasa disebut dengan memedi. Roh tersebut biasanya akan merasuki tubuh seorang wanita, yang kemudian secara magis mampu mencelakakan orang lain. Wanita yang dirasuki roh ini disebut sebagai wanita soanggi.
Kentalnya nuansa magis tersebut kemudian direalisasikan menjadi tari Soanggi yang dikenal sampai sekarang. Tari ini dibawakan oleh berpuluh-puluh penari laki-laki dan seseorang yang bertindak sebagai pimpinan. Busana yang digunakan oleh penari adalah pakaian tradisional Papua Barat, sedangkan penutup badan bagian bawahnya mengenakan rumbai-rumbai. Adapun iringan tarian ini menggunakan alat musik tifa dan terompet kerang, serta nyanyian-nyanyian yang dilakukan oleh para penari.
Makna dan unsur
Tari Soanggi adalah tarian yang memiliki nuansa mistis dan magis. Kisah yang digambarkan dalam tarian tersebut adalah seorang laki-laki yang ditinggal mati istrinya karena diserang oleh anggi-anggi atau soanggi. Menurut kepercayaan masyarakat Papua Barat, soanggi adalah kapes (roh jahat) yang belum ditebus dan belum mendapat kenyamanan di alam bakanya. Sementara itu, masyarakat di Yapen Barat menyebutnya dengan nama nyata, sedangkan masyarakat di Yapen Utara (tepatnya di Poom) menyebutnya dengan nama hinata. Kendati berbeda sebutan, tetapi secara esensi semuanya sama.
Roh tersebut biasanya akan merasuki tubuh seorang wanita, yang kemudian secara magis mampu mencelakakan orang lain. Wanita yang dirasuki roh ini disebut sebagai wanita soanggi. Jika telah diserang, para kepala suku akan segera mencari tahu soanggi yang sudah mencelakainya sebagai upaya pencegahan. Setelah ditemukan, wanita itu nantinya akan dipaksa minum akar tuba, dipukul, atau dibunuh. Jika terpaksa harus dibunuh, perutnya akan dibedah dan dilihat isinya. Masyarakat percaya jika benar dia wanita soanggi, empedunya akan menjadi dua dan harus dibuang agar tidak merasuki orang lain lagi. Namun, jika wanita itu terlambat mendapatkan pencegahan dan diserang hingga tewas, dia akan menjelma menjadi kapes fane; kelompok masyarakat Aifat menyebutnya dengan kapes mapo. Arwah dari korban ini nantinya akan gentayangan, bahkan dapat mengancam nyawa orang lain yang berbeda.
Kentalnya nuansa magis tersebut kemudian direalisasikan menjadi tari Soanggi yang dikenal sampai sekarang. Sebelum penari mulai menarikannya, mereka harus melakukan ritual terlebih dahulu yang dipimpin kepala suku. Tari ini dibawakan oleh berpuluh-puluh penari laki-laki dan seseorang yang bertindak sebagai pimpinan. Gerakan tarian tersebut menggambarkan peperangan antara penduduk yang bersenjatakan busur, anak panah, perisai dan parang dengan seekor soanggi, serta menyerupai aktivitas dukun yang akan mengusir roh jahat. Namun demikian, soanggi dapat menjadi pihak yang menang dalam perang itu.
Busana yang digunakan oleh penari adalah pakaian tradisional Papua Barat, sedangkan penutup badan bagian bawahnya mengenakan rumbai-rumbai. Adapun iringan tarian ini menggunakan alat musik tifa dan terompet kerang, serta nyanyian yang dilantunkan oleh para penari. Tarian ini hanya ditampilkan ketika ada seorang warga yang meninggal, bukan untuk suatu pertunjukan umum atau pentas seni.
Lihat pula
Tari Afaitaneng
Tari Aluyen
Tari Aniri
Tari Awaijale Rilejale
Tari Det Pok Mbui
Tari Tumbu Tanah
Rujukan
Pranala luar
Destinasi Tersembunyi di Pegunungan Arfak
Tari Perang: Tarian Magis dari Papua Barat yang Masih Dilestarikan
Kata Kunci Pencarian:
- Tari Soanggi
- Tari Aluyen
- Tari Aniri
- Tari Afaitaneng
- Tari Awaijale Rilejale
- Tari Det Pok Mbui
- Tarian Indonesia
- Barongsai
- Reog
- Sendratari Ramayana