- Source: Tariu Borneo Bangkule Rajakng
Tariu Borneo Bangkule Rajakng (pelafalan dalam bahasa Indonesia: [tariu.bornɛo.bangˈkulɛ.rajang]) atau yang disingkat sebagai TBBR atau dikenal dengan sebutan Pasukan Merah TBBR adalah organisasi kemasyarakatan (ormas) adat Dayak yang bergerak di bidang pelestarian adat dan budaya. Tariu Borneo Bangkule Rajakng berusaha mempertahankan tradisi untuk mendorong masyarakat Dayak bersatu, maju, dan bermartabat. Pasukan Merah Tariu Borneo Bangkule Rajakng (TBBR) yang dipimpin Panglima Jilah memiliki lebih dari 372,000 anggota yang tersebar di seluruh Kalimantan, Indonesia dan Sarawak, Malaysia.
Sejarah
Tariu Borneo Bangkule Rajakng diambil dari nama Kerajaan Bangkule Rajakng Sebelum terkenalnya Kerajaan Mempawah, telah ada sebelumnya sebuah kerajaan Dayak yang sangat terkenal di Pulau Kalimantan. Oleh karena itulah, keberadaan kerajaan-kerajaan yang berada di Kalimantan Barat umumnya tidak terlepas dari cerita penduduk Suku Dayak.
Nama kerajaan yang sangat terkenal dan berjaya pada saat itu adalah kerajaan Bangkule Rajakng. Kerajaan Bangkule Rajakng ini dipimpin oleh Patih Gumantar (1380), yang terkenal sangat gagah dan pemberani. Dibawah pemerintahannya, pusat kerajaan Bangkule Rajakng berada di Sadaniang. Oleh sebab itu, kerajaan ini disebut juga sebagai Kerajaan Sadaniang.
Patih Gumantar memiliki seorang istri yang bernama Dara Irang, dua orang putra yang bernama Patih Nyabakng dan Patih Janakng, serta seorang putri yang bernama Dara Itam.
Kepopuleran Kerajaan Bangkule Rajakng tersebar hingga keberbagai daerah di Pulau Kalimantan. Karena kejayaan dan kemakmuran tersebutlah membuat daerah-daerah lain iri dan menjadi sumber malapetaka bagi Kerajaan bangkule Rajakng.
Hingga tibalah serangan mendadak ke kerajaan Bangkule Rajakng yang dilakukan oleh Kerajaan Suku Biaju (Bidayuh). Meskipun Patih Gumantar terkenal sangat hebat dan pemberani, namun dengan serangan yang sangat mendadak tersebut membuat ia kalah. Kepala Patih Gumantar putus akibat dikayau oleh Orang Bidayuh.
Peristiwa tersebut terkenal dengan sebutan perang kayau (memenggal kepala manusia). Orang yang berhasil mengayau kepala musuh dipercaya bisa menambah kesaktian dan akan disegani. Apalagi kepala yang dikayau adalah kepala orang yang berpangkat atau memiliki kedudukan.
Terbunuhnya Patih Gumantar didalam penyerangan tersebut, membuat kerajaan Bangkule Rajakng mengalami kehancuran. Beberapa abad kemudian sekitar tahun 1610 M, tumbuh lagi sebuah kerajaan dengan pusat pemerintahan berada di Pekana yang sekarang dikenal dengan Karangan (Terletak di Mempawah Hulu). Pada saat tersebut kekuasaan dipimpin oleh Raja Kudong atau Panembahan Tidak Berpusat. Menurut sejarah, Panembahan Kudong inilah merupakan raja pertama dari Kerajaan Mempawah.
Setelah Raja Kudong wafat, kekuasaan selanjutnya digantikan oleh Panembahan Senggaok yang merupakan keturunan dari Patih Gumantar. Pusat pemerintahan kembali dipindahkan dari daerah Pekana ke daerah Senggaok yang berada dihulu Sungai Mempawah.
Panembahan Senggaok memiliki seorang istri yang bernama Putri Cermin. Putri Cermin sendiri sejatinya bukanlah asli penduduk setempat, melain merupakan anak Raja Qahar dari Indragiri, Sumatera.
Ketika Putri Cermin sedang mengandung, maka tak lama kemudian lahirlah seorang bayi perempuan dan diberi nama Mas Indrawati
Ketika dewasa, Mas Indrawati menikah dengan Sultan Muhammad Zainuddin dari kerajaan Matan. Seminggu setelah pernikahan, maka Sultan Muhammad Zainuddin kembali ke kerajaan Matan Tanjungpura dengan membawa Mas Indrawati yang telah dia nikahi. Dari sinilah mulai terjalinnya hubungan kekeluargaan antara kerajaan Mempawah dan kerajaan Matan Tanjungpura.
Dari pernikahan Mas Indrawati dan Sultan Muhammad Zainuddin, lahirlah seorang putri yang bernama Putri Kesumba. Putri Kesumba bertemu jodoh dengan Opu Daeng Menambon yang merupakan seorang pengembara dari tanah Bugis. Sepeninggalnya Panembahan Senggaok, kerajaan Mempawah dipimpin oleh Opu Daeng Menambon, 1740–1761. Saat itulah sistem kerajaan yang semulanya bercorak hindu beralih ke sistem syariat Islam.
Kegiatan Adat
Gawai Dayak merupakan perayaan yang diadakan di Kalimantan Barat dan Sarawak, Malaysia oleh suku asli Kalimantan Barat dan Sarawak, terutama Iban dan Dayak Darat.
= Bahaupm Bide Bahana
=Bahaupm Bide Bahana dalam bahasa Dayak Kanayatn adalah pertemuan perkumpulan besar masyarakat yang bertemu dengan rajanya. Pada Selasa (29/11/2022) pagi Presiden RI Joko Widodo membuka secara resmi Bahaupm Bide Bahana Tariu Borneo Bangkule Rajakng (TBBR) di Rumah Radakng, Kota Pontianak, Kalimantan Barat, Indonesia.
Aksi
Pasukan Merah TBBR turut serta berjuang bersama masyarakat adat melawan perusahaan yang telah merampas wilayah adat mereka aksi demo dilakukan di berbagai daerah seperti Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah dan Kalimantan Utara.