Tauhid asma' was Shifat merupakan bagian dari mentauhidkan (mengesakan) Allah dalam akidah Islam.
Tauhid ini merupakan bentuk penerapan pengesaan dari makhluk terhadap Allah mengenai nama-nama-Nya
dan sifat-
sifat-Nya, yang mana nama-nama
dan sifat-
sifat ini telah diatributkan oleh-Nya sendiri.
Definisi
Tauhid asma' was Shifat yaitu mengesakan Allah dengan cara menetapkan bagi Allah nama-nama
dan sifat-
sifat yang ditetapkan sendiri oleh-Nya (dalam firmannya) atau yang disebutkan oleh Rasul-Nya (dalam hadits), tanpa mengilustrasikan (Takyif), menyerupakan dengan sesuatu (Tamtsil), menyimpangkan makna (Tahrif), atau bahkan menolak nama atau
sifat tersebut (Ta’thil).
Landasan hukum
Dalil mengenai
Tauhid asma'
dan sifat dari al-Quran di antaranya ialah firman Allah yang artinya:
“Hanya milik Allah nama-nama yang paling baik, maka berdoalah kepada-Nya dengan menyebut nama-nama itu,
dan tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang dari kebenaran mengenai nama-nama-Nya.” (QS. al-A’raaf: 180)
“
dan hanya bagi-Nya lah
sifat yang Maha Tinggi di langit
dan di bumi;
dan Dialah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. Ruum: 27)
“Maka janganlah kalian mengadakan penyerupaan-penyerupaan bagi Allah. Sesungguhnya Allah mengetahui, sedang kalian tidak mengetahui.” (An-Nahl: 74)
Dalil dari as-Sunnah di antaranya adalah perkataan Nabi ﷺ:
“Sesungguhnya Allah memiliki sembilan puluh sembilan nama, barangsiapa menghafalnya maka ia akan masuk surga.” (HR. at-Tirmidzi 3508)
“Aku meminta kepada-Mu dengan segenap nama-Mu, yang telah Kau namakan diri-Mu dengannya, atau Kau turunkan dalam kitab-Mu, atau Kau ajarkan kepada salah satu hamba-Mu atau Kau simpan di dalam ilmu ghaib yang ada di sisi-Mu.” (HR. Ahmad 3712)
Faedah
Dalam Al-Qur'an disebutkan ayat yang artinya "Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan-Nya.
dan Dia-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat.”
Lafal ayat “Tidak ada yang serupa dengan-Nya,” merupakan bantahan kepada orang yang menyamakan
sifat-
sifat Allah dengan
sifat-
sifat makhluk. Sedangkan lafal “
dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat,” adalah bantahan kepada orang yang menafikan (mengingkari/menolak) adanya
sifat bagi Allah.
Kaidah tentang Nama dan sifat Allah
Beberapa kaidah dalam memahami
dan mengimani
Tauhid asma was Shifat:
Nama
dan sifat Allah adalah sesuatu yang tauqifiyah (hanya berdasarkan wahyu; tidak ditetapkan kecuali hanya berdasarkan lafal al-Quran
dan as-Sunnah).
Keyakinan tentang
sifat Allah seperti keyakinan tentang Dzat-Nya. Maksudnya,
sifat, dzat,
dan perbuatan Allah tidak serupa dengan apapun. Karena Allah memiliki dzat secara hakiki
dan dzat-Nya itu tidak serupa dengan dzat apapun selain-Nya, maka demikian pula
sifat-
sifat Allah yang ada di dalam al-Quran
dan as-Sunnah. Allah menyandang
sifat-
sifat tersebut secara hakiki
dan tidak serupa dengan apapun.
Semua nama Allah adalah baik
dan sama sekali tidak ada yang buruk, karena nama-nama itu menunjukkan dzat yang memiliki nama tersebut yaitu Allah. Nama-nama itu menunjukkan
sifat-
sifat kesempurnaan yang tidak mengandung kekurangan sedikitpun dari segala sisi.
Nama-nama Allah tidak terbatas pada jumlah tertentu. Nabi ﷺ bersabda: “Aku meminta kepada-Mu dengan segenap nama-Mu, yang telah Kau namakan diri-Mu dengannya, atau Kau turunkan dalam kitab-Mu, atau Kau ajarkan kepada salah satu hamba-Mu atau Kau simpan di dalam ilmu ghaib yang ada di sisi-Mu.” (HR. Ahmad 3712)
Kaidah Dasar Oleh Imam Syafi'i
Dalam hal ini, kita harus beriman kepada nama-nama
dan sifat-
sifat Allah sesuai dengan apa yang dimaukan Allah
dan Rasul-Nya
dan tidak menyelewengkannya sedikitpun. Imam Syafi’i meletakkan kaidah dasar ketika berbicara tentang nama-nama
dan sifat-
sifat Allah sebagai berikut: “Aku beriman kepada Allah
dan apa-apa yang datang dari Allah
dan sesuai dengan apa yang dimaukan oleh Allah. Aku beriman kepada Rasulullah
dan apa-apa yang datang dari Rasulullah sesuai dengan apa yang dimaukan oleh Rasulullah”
Macam sifat Allah
= sifat Tsubutiyyah
=
sifat Tsubutiyyah adalah setiap
sifat yang ditetapkan Allah Subhanahu wa Ta’ala bagi diri-Nya di dalam Al-Qur-an atau melalui perkataan Rasulullah ﷺ. Semua
sifat-
sifat ini adalah
sifat kesempurnaan, serta tidak menunjukkan sama sekali adanya cela
dan kekurangan. Contohnya: Hayaah (hidup): ‘Ilmu (mengetahui), Qudrah (berkuasa), Istiwaa’ (bersemayam)?
di atas ‘Arsy, Nuzuul (turun) ke langit terendah, Wajh (wajah), Yad (tangan)
dan lain-lainnya.
sifat-
sifat Allah Subhanahu wa Ta’ala tersebut wajib ditetapkan benar-benar sebagai milik Allah sesuai dengan keagungan
dan kemuliaan-Nya, berdasarkan dalil naqli
dan ‘aqli.
sifat Tsubutiyyah ada dua macam, yaitu Dzaatiyah
dan Fi’liyah.
sifat Dzaatiyyah adalah
sifat yang senantiasa
dan selamanya tetap ada pada Diri Allah Subhanahu wa Ta’ala. Seperti, Hayaah (hidup), Kalam (berbicara): ‘Ilmu (mengetahui), Qudrah (berkuasa), Iradah (ke-inginan), Sami’ (pendengaran), Bashar (penglihatan), Izzah (kemuliaan, keperkasaan), Hikmah (kebijaksanaan): ‘Uluw (ketinggian, di atas makhluk): ‘Azhamah (keagungan).
dan yang termasuk dalam
sifat ini adalah
sifat Khabariyyah seperti adanya wajah, yadan (dua tangan)
dan ‘ainan (dua mata).
sifat Fi’liyyah adalah
sifat yang terikat dengan masyi-ah (kehendak) Allah Azza wa Jalla, seperti Istiwa’ (bersemayam) di atas ‘Arsy
dan Nuzul (turun) ke langit terendah, ataupun datang pada hari Kiamat, sebagaimana firman Allah Azza wa Jalla: “
dan datanglah Rabb-mu, sedang Malaikat berbaris-baris.” (Al-Fajr: 22)
Suatu
sifat bisa terpenuhi kedua-duanya (
sifat dzaatiyyah-fi’liyyah) ditinjau dari dua segi, yaitu asal (pokok)
dan perbuatannya. Seperti
sifat Kalaam (pembicaraan), apabila ditinjau dari segi asal atau pokoknya adalah
sifat dzaatiyyah karena Allah Azza wa Jalla selamanya akan tetap berbicara, tetapi jika ditinjau dari segi satu persatu terjadinya Kalaam adalah
sifat fi’liyyah karena terikat dengan masyiah (kehendak),
dan Allah Subhanahu wa Ta’ala berbicara apa saja yang Dia kehendaki jika Dia menghendaki. Sebagaimana firman-Nya: “Sesungguhnya perintah-Nya apabila Dia menghendaki sesuatu hanyalah berfirman kepadanya: ‘Jadilah,’ maka terjadilah.” (Yaasiin: 82)
= sifat Salbiyyah
=
sifat Salbiyyah adalah setiap
sifat yang dinafikan (ditolak) Allah Subhanahu wa Ta’ala bagi diri-Nya melalui Al-Qur-an atau sabda Rasul-Nya ﷺ.
dan seluruh
sifat ini adalah
sifat kekurangan
dan tercela, contohnya; maut (kematian), naum (tidur), jahl (kebodohan), nis-yan (kelupaan), ‘ajz (kelemahan, ketidakmampuan), ta’ab (kelelahan).
sifat-
sifat tersebut wajib dinafikan (ditolak) dari Allah Azza wa Jalla, dengan disertai penetapan
sifat kebalikannya secara sempurna. Misalnya, menafikan
sifat maut (mati)
dan naum (tidur) berarti telah menetapkan kebalikannya bahwasanya Allah adalah Dzat Yang Maha Hidup, menafikan jahl (kebodohan) berarti menetapkan bahwasanya Allah Maha Mengetahui dengan ilmu-Nya yang sempurna.
Penyimpangannya Dari Dalil
Ketika berbicara tentang
sifat-
sifat dan nama-nama Allah yang menyimpang dari yang dimaukan oleh Allah
dan Rasul-Nya, maka kita telah berbicara tentang Allah tanpa dasar ilmu. Tentu yang demikian itu diharamkan
dan dibenci dalam agama. Allah berfirman: “Katakanlah: ‘Tuhanku hanya mengharamkan perbuatan yang keji, baik yang tampak ataupun yang tersembunyi,
dan perbuatan dosa, melanggar hak manusia tanpa alasan yang benar, (mengharamkan) mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah tidak menurunkan hujjah (keterangan) untuk itu
dan (mengharamkan) kalian berbicara tentang Allah tanpa dasar ilmu.” (QS. Al A’raf: 33).
Rujukan
Pranala luar
Pengertian
Tauhid asma Wa
sifat
Tauhid Al-
asma wa Ash-Shifat Diarsipkan 2014-03-02 di Wayback Machine.
Bulletin tentang
Tauhid Al-
asma wa Ash-Shifat Diarsipkan 2014-03-01 di Wayback Machine.
Yesaya 40:18