Tenun Gorontalo atau
Tenun Hulontalo merupakan salah satu ragam wastra atau kain tradisional nusantara yang berasal dari
Gorontalo, Pulau Sulawesi.
Kain tradisional ini telah menjadi bagian penting dari Suku
Gorontalo karena dianggap memiliki makna filosofis, sejarah dan simbol yang bernilai tinggi.
Tenun Gorontalo kini semakin langka dan sulit ditemukan karena tidak begitu populer dan lestari penggunaanya dibandingkan sulam Karawo.
Sejarah
Tradisi
Tenun di
Gorontalo usianya hampir sama dengan tradisi sulam Karawo, bahkan mungkin lebih tua lagi perkembangannya. Sama seperti sulam Karawo, tradisi ini diselamatkan dan diwarisi oleh kaum perempuan.
Sejarah yang terlupakan
Banyak sejarah dan warisan budaya
Gorontalo yang dihilangkan oleh penjajah belanda untuk memecah belah rakyat yang ingin merdeka, diantaranya adalah istana Kerajaan
Gorontalo hingga tradisi wastra atau kain tradisional
Gorontalo.
Jika ditelusuri dalam berbagai catatan sejarah, masyarakat
Gorontalo telah mengenal budaya
Tenun dan sulam sejak abad ke-17. Namun Belanda terus berupaya menghilangkan berbagai tradisi, seni budaya, dan identitas lokal
Gorontalo tersebut hingga akhirnya dibangkitkan kempali pada sekitar tahun 1960-an.
Upaya pelestarian
Tenun Gorontalo
Pemerintah Provinsi
Gorontalo berupaya untuk mengembalikan serta melestarikan wastra
Tenun Gorontalo yang langka dan bernilai tinggi. Upaya pelestarian ini dimulai dengan pendataan para penenun lokal yang masih tersisa dan program pelatihan menenun yang akan kembali dilaksanakan.
Harapannya agar
Tenun Gorontalo dapat kembali eksis, tidak hanya di kancah lokal atau nasional, melainkan pula di panggung internasional seperti halnya sulaman Karawo yang kini begitu populer.
Bahan Baku, Teknik Menenun dan Warna
Seperti halnya wastra atau kain tradisional nusantara lainnya,
Tenun Gorontalo juga dihasilkan dari proses menenun yang sederhana dan memanfatkan bahan baku alami di sekitarnya. Proses menenun masyarakat
Gorontalo yang khas dapat dipelajari dalam beberapa langkah, yaitu:
Bahan Baku Kapas
Bahan baku utama yang sering digunakan oleh para penenun di
Gorontalo adalah Ti'opo atau Tiopo (Kapas) yang terdiri dari beberapa jenis, diantaranya:
Ti’opo Tutu (Kapas Tutu)
Ti’opo Huwolo (Kapas Huwolo)
Ti’opo Bilangi (Kapas Bilangi)
Ti’opo Japangi (Kapas Jepang)
Bahan Baku Sutra
Selain penggunaan Ti'opo atau Tiopo (Kapas), masyarakat
Gorontalo juga mengenal benang sutra sebagai bahan baku utama
Tenun Gorontalo, namun penggunaannya sangat terbatas dan hanya bagi kalangan bangsawan atau keluarga Kerajaan. Penggunaan bahan baku Sutra khususnya oleh para Raja (Olongia) dan Permaisuri (Mbu'i) pada acara-acara adat seperti pernikahan maupun acara adat kebesaran lainnya.
Dalam pakaian adat
Gorontalo yang digunakan para bangsawan,
Tenun Gorontalo diaplikasikan pada baju, celana panjang, sarung, rok panjang, dan selendang. Hal ini turut menunjukkan kedudukan
Tenun Gorontalo yang sakral dan terhormat yang digunakan oleh kalangan keluarga Kerajaan.
Teknik Menenun
Selain memadupadankan benang dan warna berdasarkan imajinasi, kearifan lokal, sejarah, dan simbol adat istiadat
Gorontalo, para penenun juga menggunakan teknik ikat untuk menghasilkan motif yang bernilai tinggi.
Motif yang dihasilkan dari teknik
Tenun ikat ini diberi nama Pilitota yang kemudian hasilnya dikenal sebagai
Tenun Gorontalo dengan motif Pilitota.
Pilihan Warna
Tenun Gorontalo memiliki beberapa warna utama yang secara alami berasal dari alam dan menjadi ciri khas wastra ini, yaitu:
Jingga, berasal dari tumbuhan "walude" yang tumbuh liar di
Gorontalo. Warna Jingga ini adalah warna yang paling dominan dari
Tenun Gorontalo.
Cokelat, berasal dari kulit pohon bakau
Kuning, berawal dari "alawahu" atau kunyit
Penggunakan bahan tumbuhan sebagai pewarna alami membuat hasil
Tenun Gorontalo terkesan indah. sederhana, dan tanpa proses kimiawi.
Filosofi Penggunaan
Kain
Tenun Gorontalo memiliki banyak makna filosofis dalam penggunaannya di masyarakat yang secara umum dijelaskan sebagai berikut:
Sebagai pakaian pelengkap dalam aktifitas sehari-hari
Sebagai pakaian pelengkap bagi tamu undangan, keluarga dan pemangku adat dalam upacara adat Pernikahan
Sebagai pakaian pelengkap bagi tamu undangan, keluarga dan pemangku adat dalam upacara adat Perkabungan/Pemakaman
Terkadang digunakan sebagai penunjuk status sosial
Galeri
Dalam catatan sejarah dan koleksi warisan budaya Indonesia di Belanda, maka
Tenun Gorontalo yang berhasil didokumentasikan adalah sebagai berikut:
Proses pembuatan
Tenun Gorontalo berhasil didokumentasikan dengan baik di tahun 2011 melalui penelitian ilmiah dengan narasumber utama, Saidah A. Puluhulawa (lahir tahun 1927). Saidah merupakan pengrajin
Tenun Gorontalo legendaris yang tersisa dan masih aktif menenun sebelum tutup usia di tahun 2013.
Adapun proses pembuatan
Tenun Gorontalo adalah sebagai berikut:
Persiapan alat
Tenun
Popa'ato atau Popaato, alat penahan tubuh penenun di bagian belakang saat duduk
Tandaja atau Tandhaja, alat penahan kain
Tenun
Potadenga, alat penahan benang untuk menenun
Bubuti'o, alat pengembang kapas
Lilitode, alat penggulung kapas
Titinggola, alat pemintal kapas
Huhuluta, alat penggulung benang
Potadenga, alat penggulung benang
Huheyidu, alat merapikan benang
Persiapan bahan baku utama
Langkah pertama yang dilakukan sebelum menenun ialah menyiapkan benang yang hendak dipakai, dimulai dari memetik buah kapas kemudian memisahkan biji dan kapasnya hingga dapat dikumpulkan menjadi satu sesuai kebutuhan
Proses pengembangan kapas dengan alat Bubuti'o
Proses menggulung kapas dengan alat Lilitode
Kemudian kapas dipintal dengan alat Titinggola
Sesudah proses memintal, saatnya menyiapkan warna yang akan digunakan. Bahan baku pewarna alami dari tumbuhan dimasak sampai berubah warna sesuai dengan yang diinginkan
Proses Pencelupan benang ke dalam bahan pewarna
Setelah meresap dan kering sempurna, benang-benang yang telah diwarnai kemudian dijemur
Proses penggulungan benang yang telah kering dengan alat Huhuluta
Benang siap di
Tenun
Proses menenun
Menggulung Benang pada alat Potadenga
Benang dikeluarkan dan dipasang pada alat Du'upa atau Duupa
Mengatur letak alat Papadu dan merapikan letaknya pada alat Biheto
Pemasangan alat Dudehu atau Dudeehu
Menyiapkan alat Huheyidu dan memulai pemasangan benang dengan rapi
Menenun dimulai dengan imajinasi dan kreatifitas penenun berdasarkan simbol atau motif lokal
Gorontalo yang bersejarah dan penuh makna
Referensi