- Source: Topeng jatiduwur
Topeng Jatiduwur adalah sebuah seni pertunjukan topeng yang terdapat di Kabupaten Jombang, Jawa Timur DAN SAYANGNYA PEMERINTAH DAERAH KURANG MEMPERHATIKAN. Nama Jatiduwur dipakai karena pertunjukan topeng tersebut pertama kali dipentaskan dan bertahan di daerah Jatiduwur, Kecamatan Kesamben, Kabupaten Jombang. Proses pertunjukan ini hampir sama dengan pertunjukan wayang, karena ada seorang dalang yang mengatur jalan cerita selama pertunjukan berlangsung. Topeng atau wayang tersebut konon diciptakan oleh Ki Purwo, warga sekaligus dalang pertama di Jatiduwur. Wayang tersebut disimpan di sebuah kotak sakral di dalam rumah salah satu keturunan Ki Purwo. Jumlah wayang atau topeng tersebut sebanyak 33 (tiga puluh tiga), dan dianggap memiliki kekuatan magis. Menurut cerita, topeng – topeng tersebut minta kembali ke rumah asal karena tidak betah disimpan di tempat baru. Lalu topeng – topeng tersebut juga diyakini bisa menyembuhkan penyakit, khususnya salah satu topeng yang bernama Topeng Klono. Topeng Klono berwarna hitam dengan wajah garang. Topeng tersebut sering dijadikan sarana untuk mengobati penyakit warga. Oleh karena itu, perawatan dari topeng – topeng tersebut tidak bisa dilakukan secara sembarangan. Setiap kali selesai pementasan, topeng – topeng tersebut dimasukkan ke dalam sebuah pembungkus sebelum dimasukkan ke dalam kotak sakral. Di dalamnya juga ditaburi sesajen. Maka dari itu, dalam latihan topeng tersebut jarang digunakan sehingga dalam latihan pementasannya dilakukan tanpa topeng.
Topeng Jatiduwur pada umumnya digunakan sebagai media untuk menepati nadzar atau janji seseorang. Lazimnya pertunjukan ini diadakan oleh seseorang yang mewajibkan diri sendiri untuk melakukan suatu hal. Dalam pementasannya, Topeng Jatiduwur sering kali dipentaskan oleh penari yang berusia di atas 50 tahun. Namun untuk saat ini, pemuda – pemudi juga mulai diikutsertakan dalam pementasan walau tidak memegang peranan yang begitu penting dalam adegan tarian. Sedangkan peran seorang dalang sangat memiliki tugas penting karena merupakan pelaku utama dalam pertunjukan tersebut. Selain itu, dalang juga ditugaskan untuk membawakan catur seperti dalam pertunjukan wayang kulit. Sementara tugas para penari adalah melakukan gerakan tarian tertentu yang melambangkan ekspresi tokoh, dimana penari topeng tersebut diarahkan oleh sang dalang.
Jalan Cerita
Cerita yang dipentaskan dalam pertunjukan Topeng Jatiduwur diambil dari Sastra Panji. Sastra tersebut memiliki lakon utama yaitu Panji Inu Kertapati dan pasangannya yaitu Dewi Sekartaji. Latar dari cerita ini adalah pada masa Kerajaan Kadiri atau Jenggala. Dua cerita yang paling umum dipentaskan dalam Topeng Jatiduwur adalah Patah Kuda Narawangsa (atau disebut juga dengan Sekartaji Kembar) dan Wiruncana Murca. Patah Kuda Narawangsa bercerita tentang perjalanan Sekartaji untuk menemukan jati dirinya sebelum akhirnya ia kembali bahagia bersama dengan Panji Inu Kertapati. Sedangkan Wiruncana Murca berkisah tentang perjuangan Panji Inu Kertapati dalam mendapatkan cinta Dewi Sekartaji. Walaupun demikian, alur atau jalan cerita tidak terbatas kepada dua cerita tersebut dan bersifat dinamis.
Sastra Panji adalah kumpulan cerita dari masa Jawa zaman klasik. Isinya bercerita tentang kepahlawanan dan cinta, dimana Panji Inu Kertapati dan Dewi Sekartaji menjadi tokoh utamanya. Beberapa cerita rakyat dari daerah lain seperti Golek Kencana, Ande – Ande Lumut dan Keong Mas merupakan versi turunan dari cerita ini. Karya sastra dan budaya Indonesia tersebut telah menyebar luas ke luar negeri. Sastra Panji memiliki banyak versi lain di berbagai belahan Nusantara, yaitu dari Jawa, Bali, Kalimantan, hingga ke luar negeri seperti Malaysia, Thailand, Kamboja, Myanmar, dan Filipina.
Referensi
Kata Kunci Pencarian:
- Topeng jatiduwur
- Daftar Warisan Budaya Takbenda Indonesia
- National Intangible Cultural Heritage of Indonesia