- Source: Tuduhan di depan cermin
Tuduhan di depan cermin (Inggris: accusation in a mirror) juga disebut politik cermin, propaganda cermin, propaganda bayangan cermin, atau argumen cermin, adalah teknik yang sering digunakan dalam konteks hasutan ujaran kebencian, dimana seseorang secara keliru menuduhkan motif dan/atau niatnya kepada lawannya. Hal tersebut, seperti layaknya dehumanisasi, dapat juga disebut sebagai salah satu bentuk hasutan secara tidak langsung atau terselubung untuk melakukan genosida, yang berkontribusi terhadap terjadinya genosida, misalnya dalam kasus Holokaus, genosida Rwanda, dan genosida Armenia. Dengan menggunakan dalih pembelaan diri kolektif, "tuduhan di depan cermin" digunakan untuk membenarkan genosida, mirip dengan pembelaan diri dalam kasus pembunuhan individu.
Kantor Penasihat Khusus PBB untuk Pencegahan Genosida (OSAPG) mendefinisikan politik cermin sebagai "strategi umum untuk menciptakan perpecahan dengan mengarang peristiwa di mana seseorang menuduh pihak lain melakukan apa yang sebenarnya ia lakukan atau ingin lakukan." Strategi ini dimasukkan sebagai faktor dalam kerangka kerja analisis genosida mereka untuk menganalisis apakah suatu situasi memiliki risiko genosida.
Deskripsi
Tuduhan di depan cermin adalah klaim palsu yang menuduh target melakukan sesuatu yang sebenarnya dilakukan atau direncanakan oleh pelaku..Nama ini digunakan oleh seorang propagandis anonim Rwanda dalam Note Relative à la Propagande d’Expansion et de Recrutement. Terinspirasi oleh gagasan Joseph Goebbels, ia menginstruksikan rekan-rekannya untuk "menyematkan kepada lawan tepat apa yang mereka dan partainya sendiri rencanakan untuk dilakukan." Dengan menggunakan dalih pembelaan diri kolektif, propaganda digunakan untuk membenarkan genosida, sebagaimana pembelaan diri digunakan sebagai alasan dalam kasus pembunuhan individu..Susan Benesch menjelaskan bahwa dehumanisasi membuat genosida terlihat seperti sesuatu yang bisa diterima, sementara "tuduhan cermin" membuat genosida tampak seperti sesuatu yang harus dilakukan.
Konvensi Genosida PBB mendefinisikan genosida sebagai "tindakan yang dilakukan dengan niat untuk menghancurkan, secara keseluruhan atau sebagian, suatu kelompok nasional, etnis, ras, atau agama." OSAPG menyusun Kerangka Analisis Genosida, yang terdiri dari delapan faktor untuk "menentukan apakah terdapat risiko genosida dalam suatu situasi." Kategori keempat dari delapan faktor tersebut adalah "motivasi para aktor utama di negara/wilayah; tindakan yang bertujuan mendorong perpecahan di antara kelompok nasional, ras, etnis, dan agama." "Politik cermin"—yang didefinisikan sebagai "strategi umum untuk menciptakan perpecahan dengan mengarang peristiwa di mana seseorang menuduh orang lain melakukan apa yang sebenarnya ia lakukan atau ingin lakukan"—termasuk dalam kategori ini sebagai salah satu dari lima isu yang perlu dipertimbangkan.
Taktik ini mirip dengan "antisipasi palsu tu quoque" (sebuah kesesatan logika yang menuduh lawan sebagai munafik). Taktik ini tidak bergantung pada kesalahan yang secara wajar dapat dituduhkan kepada lawan berdasarkan kesalahan nyata atau stereotip, dan tidak melibatkan penggelembungan fakta, melainkan mencerminkan secara persis niat pelaku. Kelemahan strategi ini adalah bahwa ia mengungkapkan niat pelaku, bisa jadi bahkan sebelum rencana itu dijalankan. Hal ini dapat memungkinkan adanya intervensi untuk mencegah genosida atau, sebagai alternatif, membantu dalam hasutan untuk melakukan genosida. Kenneth L. Marcus menulis bahwa meskipun memiliki kelemahan, taktik ini sering digunakan oleh pelaku genosida (termasuk Nazi, Serbia, dan Hutu) karena terbukti efektif. Ia menyarankan agar pengadilan mempertimbangkan tuduhan palsu tentang genosida oleh kelompok lawan sebagai pemenuhan syarat "langsung", karena tuduhan semacam itu hampir selalu menjadi "pertanda genosida yang akan terjadi". Marcus menggambarkan tuduhan di depan cermin sebagai praktik retoris yang tampak sederhana namun menipu, di mana seseorang secara keliru menuduh lawannya melakukan, merencanakan, atau menginginkan pelanggaran yang sebenarnya ia rencanakan untuk dilakukan terhadap mereka. Sebagai contoh, jika seseorang berencana membunuh lawannya dengan menenggelamkan mereka di sungai tertentu, ia akan menuduh lawannya merencanakan kejahatan yang persis sama.
Dalam kajiannya tentang ujaran berbahaya, Susan Benesch mengartikan tuduhan di depan cermin sebagai berikut: "Suatu klaim bahwa para anggota kelompok sasaran dianggap menimbulkan ancaman mematikan atau eksistensial bagi audiens, secara tepat dapat diistilahkan sebagai 'tuduhan di depan cermin'. Pembicara menuduh kelompok sasaran itu sedang merencanakan ancaman yang sama terhadap audiens seperti yang ingin pembicara picu, sehingga memberikan analogi kolektif kepada audiens atas satu-satunya pembelaan kuat terhadap tindakan pembunuhan, yaitu: upaya bela diri. Salah satu contoh paling terkenal adalah klaim Nazi sebelum Holokaus bahwa orang Yahudi berencana memusnahkan rakyat Jerman."
Dalam bukunya Atrocity Speech Law: Foundation, Fragmentation, Fruition (2017), Gregory S. Gordon, yang pernah menjadi jaksa di Pengadilan Kriminal Internasional untuk Rwanda, membahas ketegangan antara melindungi kebebasan berbicara dan mengatur ujaran kebencian. Ia mencatat bahwa penggunaan tuduhan di depan cermin sebagai bentuk ujaran kebencian merupakan indikator kekerasan. Ia mengatakan bahwa Pengadilan Militer Internasional Nuremberg (IMT) "segera menyadari bahwa kebiadaban Nazi berakar pada propaganda."
Ia juga menunjukkan bahwa metode propaganda serupa telah digunakan sebelumnya, seperti dalam genosida Armenia oleh Kekaisaran Ottoman selama Perang Dunia I. Gordon menulis bahwa "Pemerintah Turki Muda menciptakan templat untuk kampanye propaganda genosida modern." Pengadilan Kriminal Internasional untuk Rwanda (ICTR) dan Pengadilan Kriminal Internasional untuk bekas Yugoslavia juga menyelidiki "ujaran pemicu kekejaman di bekas Yugoslavia dan Rwanda."
= Asal-usul istilah
=Frasa tuduhan di depan cermin pertama kali diperkenalkan sebagai "l'accusation en miroir" dalam buku pendidikan lanjutan untuk orang dewasa pada tahun 1970 oleh psikolog sosial dan penulis Prancis Roger Mucchielli.
Buku tersebut, berjudul Psychologie de la publicité et de la propagande, ditulis dengan latar belakang unjuk rasa tahun 1968, dan membahas sejarah psikologi sosial di balik dunia periklanan dan propaganda. Tujuan utama buku ini adalah untuk memperdalam pemahaman tentang psikologi dan ilmu-ilmu kemanusiaan, serta meningkatkan kemampuan pembaca dalam mengenali nilai-nilai sejati dan melawan manipulasi.
Dalam kesimpulannya, Mucchielli membandingkan seminarnya dengan karya profesor Universitas Columbia, Clyde R. Miller, yang mendirikan Institute for Propaganda Analysis (IPA) pada tahun 1937. Lembaga tersebut bertujuan untuk mendidik masyarakat agar dapat mengenali teknik propaganda dan melawan pengaruhnya.
Mucchielli mendeskripsikan tuduhan di depan cermin sebagai tindakan menuduh lawan memiliki niat yang sebenarnya dimiliki oleh pelaku, atau sedang melakukan tindakan yang sebenarnya pelaku lakukan. Ia menjelaskan bahwa seseorang yang berniat memulai perang akan menyatakan dirinya cinta damai dan menuduh lawannya sebagai penghasut perang; begitu pula, mereka yang menggunakan teror akan menuduh lawannya sebagai teroris. Dalam bagian ini, Mucchielli merujuk pada karya Serge Tchakhotine, yang dikenal karena perlawanan terhadap rezim Bolshevik (1917–1919) dan peringatannya terhadap bangkitnya fasisme di Eropa pada 1930-an. Karya Tchakhotine tentang cara melawan propaganda, seperti halnya Mucchielli, dipengaruhi oleh teori-teori Sigmund Freud, Ivan Pavlov, dan Frederick Winslow Taylor. Mucchielli juga merujuk pada karya Joseph Goebbels, kepala propagandis Partai Nazi, yang menjadi salah satu contoh utama dalam penerapan metode propaganda semacam ini.
Deskripsi tentang accusation en miroir muncul dalam satu paragraf di bab pertama unit keempat buku Mucchielli, yang berjudul "La propagande d'endoctrinement, d'expansion et de recrutement" (Propaganda untuk indoktrinasi, ekspansi, dan perekrutan). Tiga unit utama yang ditulis Mucchielli sebelum unit penggunaan propaganda politik, mencakup: unit pertama membahas perbandingan antara psikologi yang mendasari publisitas dan propaganda; unit kedua meneliti publisitas yang digunakan oleh perusahaan-perusahaan komersial; dan unit ketiga menyelidiki tentang hubungan masyarakat.