Laksamana Paduka Raja
Tun Abdul Jamil merupakan seorang pahlawan Melayu dari Kesultanan Johor-Riau. Beliau memainkan peranan penting dalam upaya merebut kembali Melaka dari tangan Portugis.
Memimpin Ekspedisi Johor-Riau ke Melaka
Laksamana
Tun Abdul Jamil ditunjuk Sultan Alauddin Riayat Shah III memimpin pasukan perang Johor pada tahun 1606 untuk menghadapi Portugis di Melaka. Angkatan ini terdiri dari 50 unit kapal perang dengan 3.000 prajurit.
Belanda yang turut mendukung Johor turut memberi bantuan 11 buah kapal, yaitu Oranje, Nassau, Middelburg, Witte Leeuw, Zwarte Leeuw, Mauritus, Grote Zon, Amsterdam, Kleine Zon, Erasmus dan Geuniveerde Provincien.
Pada 18 Mei 1606, prajurit gabungan Melayu-Belanda melakukan pengepungan di Melaka. Pertempuran laut sengit meletus pada 17 Agustus 1606. Pengepungan itu gagal dengan hancurnya banyak kapal dipihak Johor.
Tun Abdul Jamil memilih mundur.
Tun Abdul Jamil kembali memimpin pengepungan pada bulan September 1606. Johor dan Belanda berbagi tugas, dimana serangan laut dilakukan Belanda, sementara serangan darat dilakukan Johor.
Pertempuran laut berhasil dimenangkan oleh Belanda, sementara pengepungan darat gagal dan
Tun Abdul Jamil mengundurkan diri.
Memadamkan Pemberontakan Jambi
Pada 1666, Jambi tumbuh menjadi kekuatan baru di Selat Melaka dan ingin melepaskan diri dari Johor-Riau.
Tahun 1672, Makam Tauhid, ibukota kesultanan Johor di semenanjung Melaka, telah diserang oleh Jambi yang menyebabkan banyak kerugian di pihak Johor.
Bendahara Johor,
Tun Habib
Abdul Majid ditawan Jambi dan urusan pemerintahan terpaksa diserahkan kepada
Tun Abdul Jamil.
Pada 1678,
Tun Abdul Jamil meminta keponakannya, Sultan Ibrahim Shah untuk melarikan diri ke Pahang.
Tun Abdul Jamil kemudian kembali ke Johor Lama dan membunuh Temenggung di situ.
Pada tahun 1679,
Tun Abdul Jamil dengan dukungan Orang Laut dan tentara bayaran Bugis berhasil memadamkan pemberontakan Jambi.
Sultan Ibrahim menganugerahkan gelar "Paduka Raja" kepada
Tun Abdul Jamil atas jasanya yang telah berhasil memandamkam pemberontakan tersebut.
Dilantik Sebagai Laksemana
Tun Abdul Jamil dilantik sebagai Laksamana Johor, dengan wewenang sebagai penasehat, administrator dan pemangku raja yang selama ini dipegang oleh Bendahara.
Sejak kepergian
Tun Sri Lanang ke Aceh, pengaruh Bendahara di istana Johor telah berkurang dan peranan Bendahara sebagai penghulu pembesar kerajaan juga diminimalkan. Faktor utamanya adalah karena Bendahara
Tun Seri Lanang pernah berselisih dengan Sultan Johor terkait kerjasama dengan Portugis dalam menghadapi Aceh.
Laksamana Paduka Raja
Tun Abdul Jamil turut memberi masukan kepada Sultan Ibrahim Syah agar memindahkan pusat pemerintahan Johor ke Kepulauan Riau.
Langkah itu berhasil menjadikan Kepulauan Riau menjadi saingan utama Pelabuhan Melaka yang telah dikuasai Belanda. Ketika kedudukan
Tun Abdul Jamil di istana Johor semakin kuat, beliau menyingkirkan banyak bangsawan dan pembesar, dan mengangkat anak-anaknya mengisi jabatan berpengaruh seperti Temenggung, Sri Perdana Menteri dan lain-lain.
Bahkan putrinya telah dinikahkan dengan Sultan, yang membuat Sultan Johor berada di bawah pengaruhnya.
Tun Abdul Jamil ialah pemerintah de-facto ketika Sultan Mahmud Syah II menaiki takhta Johor pada tahun 1685. Keluarga Bendahara yang telah disingkirkan
Tun Abdul Jamil berusaha keras untuk mengembalikan lagi posisi Bendahara seperti semula sebagai pembesar utama kerajaan.
Ketika
Tun Abdul Jamil bepergian ke Trengganu, beliau dicegat oleh
Tun Habib
Abdul Majid beserta keluarga Bendahara serta membunuhnya.
Selepas kematian Laksamana Paduka Raja
Tun Abdul Jamil, Bendahara Seri Maharaja
Tun Habib
Abdul Majid berhasil mendapatkan kedudukan semula sebagai petinggi kepada Sultan Mahmud Syah II yang masih kecil.