Wayang klithik adalah
Wayang yang terbuat dari kayu. Berbeda dengan
Wayang golek yang mirip dengan boneka,
Wayang klitik berbentuk pipih seperti
Wayang kulit.
Wayang ini pertama kali diciptakan oleh Pangeran Pekik, adipati Surabaya, dari bahan kulit dan berukuran kecil sehingga lebih sering disebut dengan
Wayang krucil. Munculnya
Wayang menak yang terbuat dari kayu, membuat Sunan Pakubuwana II kemudian menciptakan
Wayang klithik yang terbuat dari kayu yang pipih (dua dimensi). Tangan
Wayang ini dibuat dari kulit yang ditatah. Berbeda dengan
Wayang lainnya,
Wayang klithik memiliki gagang yang terbuat dari kayu. Apabila pentas menimbulkan bunyi "
klithik,
klithik" yang diyakini sebagai asal mula istilah penyebutan
Wayang klithik.
Di Jawa Tengah
Wayang klithik memiliki bentuk yang mirip dengan
Wayang gedog. Tokoh-tokohnya memakai dodot rapekan, berkeris, dan menggunakan tutup kepala tekes (kipas). Di Jawa Timur tokoh-tokohnya banyak yang menyerupai
Wayang purwa, raja-rajanya bermahkota dan memakai praba. Di Jawa Tengah, tokoh-tokoh rajanya bergelung Keling atau Garuda Mungkur saja.
Repertoar cerita
Wayang klitik juga berbeda dengan
Wayang kulit. Di mana repertoar cerita
Wayang kulit diambil dari wiracarita Ramayana dan Mahabharata, repertoar cerita
Wayang klitik diambil dari siklus cerita Panji, seperti Panji Asmarabangun, Damarwulan, dsb
Cerita yang dipakai dalam
Wayang klithik umumnya mengambil dari zaman Panji Kudalaleyan di Pajajaran hingga zaman Prabu Brawijaya di Majapahit. Namun, tidak menutup kemungkinan
Wayang krucil memakai cerita
Wayang purwa dan
Wayang menak, bahkan dari Babad Tanah Jawi sekalipun.
Gamelan yang dipergunakan untuk mengiringi pertunjukan
Wayang ini amat sederhana, berlaras slendro dan berirama playon bangomati (srepegan). Adakalanya
Wayang klithik menggunakan gending-gending besar.
Pranala luar
Media tentang
Wayang klithik di Wikimedia Commons