Mayor
Servius Dumais Wuisan (8 November 1914 – 25 Februari 1980), juga dikenal dengan nama Mais
Wuisan, adalah seorang Tokoh Pemimpin Pergerakan Peristiwa Heroik Merah Putih 14 Februari 1946 di Manado.
Riwayat Hidup
= Kehidupan Awal
=
S.D.
Wuisan (Mais) lahir di Airmadidi, pada tanggal 8 November 1914. Ayahnya bernama Sadrak P.
Wuisan dan ibunya bernama Magdalena B. Mandagi.
= Awal Karier
=
Pada tanggal 2 Juli 1934, masuk tentara KNIL, direkrut 8 bulan. Bulan April 1935, dipindahkan ke Padang Panjang, Sumatera Barat. Februari 1936, dipindahkan ke Fort de Kock-Bukittinggi ditugaskan di Geweermaker. Tahun 1937, Masuk Kaderschool 7 bulan di Magelang untuk Korporal. Setelah selesai dipindahkan ke Malang, mengikuti Verbindingsgroep en Afd. Mitraileur en Infantri Geschut.
= Karier Militer
=
Setelah mengikuti Verbindingsgroep en Afd. Mitraileur en Infantri Geschut, pada tahun 1938/1939, masuk kembali di Kaderschool 8 bulan untuk Sersan, kemudian dipindahkan ke Malang menjadi Instruktur/Pengajar untuk persenjataan, Metraileur, Mortir/M 30 dll. Tahun 1940, Ditugaskan Sebagai Komandan membuat pertahanan (Steling) di pesisir Pantai Surabaya Bagian Timur. Tahun 1941, Kembali ke Malang dan diperintahkan Ke Manado untuk tugas membentuk pertahanan tentara payung (Para) Jepang yg akan diterjunkan di Kalawiran, lapangan terbang Langowan/Kakas. Bulan Maret 1941, sempat ditawan dan dilepasnya dari tawanan Jepang diangkat menjadi Polisi dengan pangkat Fuku-Butjo. Bulan Juli 1941 dinaikkan pangkat menjadi Butjo (Kepala Polisi). Tahun 1942, ditugaskan sebagai Kepala Polisi Tomohon, kemudian Kepala Polisi Amurang dan kemudian diangkat sebagai Kepala Sekolah Polisi. Tahun 1943, ditangkap dan ditawan Jepang karena ketahuan mengadakan perlawanan bawah tanah sampai tahun 1944. Dan pada tanggal 16 Agustus 1945, Divonis hukuman mati dengan cara dipotong, tetapi dapat melarikan diri, namun tanggal 17 Agustus 1945 tertangkap dan melarikan diri lagi. Tanggal 5 Oktober 1945, melapor kepada Pemerintah dan KNIL (NICA) dengan pangkat Sersan. Ditempatkan sebagai Kepala Gudang Persenjataan/Peluru dan Amunisi. Pada tanggal 13/14 Februari 1946, turut dalam gerakan pemberontakan perebutan kekuasaan pemerintah penjajah Belanda sebagai Wakil Komandan serta Pimpinan Komando Operasi Perebutan Merah Putih dengan Pangkat Mayor Tentara Republik Indonesia Sulawesi Utara (TRISU). Tahun 1946-1949, ditawan Belanda di Penjara Manado, karena sering mengadakan keributan/pemberontakan dan selaku Pimpinan Militer Coup d'Etat 14 Februari 1946, lalu dipindahkan ke penjara Morotai kemudian ke Penjara Balikpapan lalu ke penjara Makassar dimana sempat membuat keributan dan banyak pejuang Makassar termasuk Robert Wolter Mongisidi sempat melarikan diri, kemudian dipindahkan ke Penjara [[Cipinang, Jakarta. Tanggal 16 Desember 1949, menjelang pemulihan kedaulatan dibebaskan dan dijemput oleh Letkol J.F. Warouw, Arnold Mononutu dan P.M. Tangkilisan (Pet), kemudian langsung dihadapkan kepada pemerintah RI di Jakarta. Ditugaskan langsung menghubungi tentara-tentara KNIL di asrama-asrama Bogor dan Bandung (Jawa Barat) agar mereka tidak terpengaruh dan ikut dalam Organisasi APRA/Westerling. Usaha tersebut berhasil dan anggota-anggota KNIL tersebut dipertemukan dengan Pemerintahan Indonesia anggota TNI di kantor delegasi RI dan diadakan ramah tamah dengan dihadiri Wakil Pemerintahan Indonesia di Jakarta yakni Dr. Johanne Leimena. Tanggal 10 Januari 1950 mendapat tugas dari May.Jend Simatupang, Mr. Ali Budiardjo selaku Sekjen Kementerian Pertahanan RIS dan Arnold Mononutu, selaku Menteri Penerangan RIS kembali ke Manado dengan pesawat terbang GIA pertama mendarat dilapangan terbang Mapanget, Manado untuk menangani/mengatasi kerusuhan serta penyusupan politik APRA/Westerling di daerah SULUT dan SULTENG. Tanggal 11 Januari 1950 segera melaksanakan tugas karena pada waktu itu Pemerintah Belanda masih berkuasa dan mempunyai tentaranya KNIL di SULUT dan SULTENG. Tetapi semua tugas dapat terlaksanakan dengan baik setelah menghubungi beberapa sersan KNIL dan memimpin pasukan Baret Merah dan sempat bersembunyi di Ilo-Ilo/Wori lalu mencari hubungan dengan beberapa Sersan KNIL AL, yakni Sersan Tumongkor, Sersan Mamengko dan Sersan Bolang. Setelah itu dibentuk Batalyon 3 Mei dibawah Pimpinan Sersan Mamengko kemudian diberi Pangkat Mayor TNI. Walaupun pengaruh CS Soumokil sudah masuk ke Manado namun dapat dicegah dengan cepat sehingga Soumokil terbang berangkat ke Ambon. Kemudian bersama-sama Edi Mongdong dan Batalyon Worang menumpas aksi RMS pada bulan Juli 1950. Di tahun dan bulan yang sama, diangkat dengan Beslit Menteri dalam Negeri Pemerintah RIS menjadi Kepala Polisi Minahasa, Sanger-Talaud yang meliputi keresidenan Manado sampai Poso dengan Pangkat Komisaris Besar II. Mengundurkan diri dari Kepolisian sebagai Komisaris Besar Polisi Sulutteng. Selanjutnya melapor dan mendapat tugas khusus dari Kepala Staf Angkatan Darat (KASAD), Jend. A.H. Nasution sebagai Staf Khusus SUAD/MBAD diperbantukan di KODAM XII Merdeka sampai tahun 1958. Dan pada bulan November 1958 dengan surat keputusan (KASAD), Jend. A.H. Nasution, diaktifkan kembali dengan Pangkat Mayor TNI AD. Tahun 1958 menjabat sebagai Kepala Perwakilan Departemen Urusan Veteran RI (DUVRI) Sulutteng dan diberhentikan dengan Hormat pada tanggal 1 Februari 1962.
Bintang Kehormatan
Satya Lencana Peristiwa Perang Kemerdekaan I
Satya Lencana Peristiwa Perang Kemerdekaan II
Satya lencana Sapta Marga
Satya lencana Peristiwa aksi militer ke I
Satya lencana Peristiwa aksi militer ke II
Satya lencana Gerakan Operasi Militer / GOM II
Satya lencana Gerakan Operasi Militer / GOM III
Satya lencana Gerakan Operasi Militer / GOM IV
Satya lencana Kesetiaan VIII
Satya lencana Satya Dharma
Satya lencana Wira Dharma
Satya lencana Penegak
Satya lencana Bhakti
Satya lencana Bintang Gerilya
Peristiwa Heroik Merah Putih 14 Februari 1946
Pada akhir Perang Dunia II, Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya pada 17 Agustus 1945. Namun, Belanda bertekad untuk kembali ke Indonesia dan upaya ini didukung oleh pasukan Sekutu yang memasuki Indonesia setelah Jepang menyerah. Pada tanggal 14 Februari 1946, sekelompok prajurit Tentara Kerajaan Hindia Belanda (KNIL) di Manado dengan bantuan pemuda setempat dan pejuang kemerdekaan menangkap para perwira KNIL yang berkebangsaan Belanda. Pada tanggal 16 Februari 1946.
= Tokoh Pelaku Utama Pemimpin Pergerakan Peristiwa Heroik Merah Putih 14 Februari 1946
=
Di bawah kepemimpinan Letkol Charles Choesj Taulu, Panglima Tentara Republik Indonesia Sulawesi Utara (TRISU) dan Mayor S.D.
Wuisan, Kepala Staf Tentara Republik Indonesia Sulawesi Utara (TRISU), selaku Komandan Operasi Peristiwa Heroik Merah Putih 14 Februari 1946. Sulawesi Utara dapat berhasil melawan penjajahan Belanda, serta membentuk Pemerintahan Pertama di Sulawesi Utara yang dipimpin Oleh B.W. Lapian tertuang dalam Maklumat nomor 2 di tunjuk langsung Oleh Ketentaraan (TRISU) Tentara Republik Indonesia Sulawesi Utara, Diantaranya: Letkol Ch. Ch. Taulu, Mayor S.D.
Wuisan, Kapten F. Nelwan, Kapten Bisman. Meskipun umur dari Kepemerintahan Sulawesi Utara hanya dapat mencapai kurang lebih 25 hari bahwasanya sudah menyatakan Sulawesi Utara adalah bagian dari Bangsa Indonesia yg telah menyatakan kepada Dunia, Indonesia telah Merdeka. Atas ketidaksukaan Kapten J. Kaseger, bahwa Sulawesi Utara bergabung dengan Republik Indonesia maka Kàpten J. Kaseger yg masih mempunyai pasukan KNIL berhianat. Serta perjanjian yg dilakukan pada tanggal 25 Februari 1946 Oleh Letkol Ch. Ch. Taulu dan B.W. Lapian di atas Kapal Perang milik Belanda yang berlabuh di teluk Manado tidak berhasil. Dan Semua para pemimpin dari Tentara dan Sipil di tawan menjadi tahanan Politik oleh Pemerintah Belanda dan dibuang ke Jakarta.
Letnan Kolonel Charles Choesj Taulu, Seorang Pemimpin dikalangan militer bersama Sersan Mayor S.D.
Wuisan menggerakkan pasukannya dan para pejuang rakyat untuk ikut mengambil alih markas pusat militer Belanda. Rencana tersebut telah disusun sejak tanggal 7 Februari 1946 dan mereka mendapatkan bantuan seorang politisi dari kalangan sipil, B.W. Lapian. Puncak penyerbuan terjadi pada tanggal 14 Februari, Namun sebelum penyerbuan terlaksana, para pimpinan pasukan tertangkap oleh tentara Belanda termasuk Charles Choesj Taulu dan S.D.
Wuisan.
Kehidupan Pribadi
= Keluarga
=
S.D.
Wuisan (Mais) menikah dengan Petronella M. Tangkilisan (Maas) dan memiliki anak antara lain: Saantje
Wuisan, Hetty S. M.
Wuisan, Semmy
Wuisan, Alm. Samuel M.
Wuisan, Almh. Nontje W. J.
Wuisan, Almh. Mereyke
Wuisan, Almh. Ossy
Wuisan. Petronella M. Tangkilisan (Maas) adalah adik kandung dari P.M. Tangkilisan (Pet), salah Seorang Tokoh Pergerakan Aksi Pemogokan Buruh Maritim Komite Indonesia Merdeka (KIM), Sydney Australia, 1945. Juga salah satu dari 5 Tokoh Inti Pendiri KKK (Kerukunan Keluarga Kawanua), 1973.
Akhir Hayat
Pada akhir hayatnya, tanggal 25 Februari 1980 masih menjabat sebagai Anggota DPRD Provinsi SULUT. Aktivitas dan Jabatan yang pernah diemban pada tahun 1950-1970 sebagai Ketua Umum Badan Perjuangan Peristiwa Merah Putih 14 Feb' 1946, Anggota Presidium Badan Perjuangan 14 Februari 1946 Merah Putih di Jakarta. Tahun 1963-1968 Sambil menunggu penyelesaian Pensiun diperbantukan di Staf KODAM XIII Merdeka, Terutama pada saat terjadinya G 30 S/PKI ikut bertugas dalam usaha penumpasan. Pendiri/pembentuk Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia IPKI Sulutteng. Ketua I Pucuk Pimpinan Kerapatan Gereja Protestan Minahasa (KGPM). Ketua wilayah Minahasa Utara KGPM. Anggota Badan Kerja sama antar umat beragama Provinsi Sulutteng. Ketua Legiun Veteran RI (LVRI) Sulut. Pengurus dalam Organisasi Lembaga Kebudayaan Bantik. Ketua Persatuan Pedagang Kaki Lima di Manado.
Dalam bidang Olahraga, Sejak PON II mulai aktif mengurus Organisasi Olahraga di Sulut, Jabatan yang pernah diembannya pada tahun 1950-1971 sebagai Ketua Umum Gabungan Atletik Manado dan sekitarnya juga sebagai pendiri Organisasi tersebut, yang kemudian menjadi Persatuan Atletik Seluruh Indonesia. Juga sebagai Ketua KOMDA PASI Sulut, kemudian sebagai Wakil Ketua K.O.I Sulut (PASI). 1950-1964, sebagai Ketua PBSI Sulut. 1955-1971, sebagai Ketua KOMDA ISSI Sulut. 1958-1962, sebagai Ketua PELTI Sulut, Ketua IKASI Sulut. 1959-1965, sebagai Ketua KOMDA PERBASI Sulut. 1963-1966, sebagai Ketua KOGOR Sulutteng Komando Gerakan Olahraga dalam rangka menghadapi Ganefo. 1965-1971、sebagai menjabat sebagai Ketua harian KONI Sulut. 1966-1971, sebagai Ketua KOMDA PBVSI Sulut. 1968-1971, sebagai Ketua KOMDA PRSI Sulut. Tahun 1963-1980, menjabat sebagai Ketua KOMDA/Pengda PERTINA Sulut. Selain itu pula menjabat sebagai Sekjend KOGOR Sulutteng, dan menjabat sebagai Ketua BATIDA (Badan Persiapan Team Indonesia Daerah) Sulutteng untuk Asian Games.
Pada tanggal 25 Februari 1980, Ia menghembuskan nafas terakhirnya di usia yang ke-65 tahun dan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan (TMP) Kairagi.
Referensi
Lihat Pula
Peristiwa Heroik Merah Putih 14 Februari 1946 (Manado)
Daftar Tokoh-Tokoh Minahasa
Bernard Wilhelm Lapian
Petrus Muntu-Untu Tangkilisan