• Source: Yusak Pakage
  • Yusak Pakage (lahir ca 1979) adalah aktivis kemerdekaan Papua asal Indonesia. Ia menjadi terkenal setelah ditahan pada 2005–2010 karena mengibarkan bendera pro-kemerdekaan Bintang Kejora.


    Latar belakang


    Kekuasaan Indonesia atas Papua masih diperdebatkan sejak 1963 ketika negara ini mengambil alih provinsi tersebut dari Belanda. Sebuah gerakan separatis dibentuk dan memerangi pemerintah Indonesia selama lebih dari 40 tahun. Sepanjang periode tersebut, seperenam penduduk Papua meninggal akibat operasi militer. Warga Papua juga mempermasalahkan isu ekonomi. Mereka menyatakan bahwa eksploitasi sumber daya alam daerah hanya menguntungkan pemerintah pusat di ibu kota Jakarta.


    Insiden pengibaran bendera



    Bulan Desember 2004, pada usia 26 tahun, Pakage dan aktivis Filep Karma mengibarkan bendera Bintang Kejora dalam aksi demonstrasi 200 orang di luar Abepura, Papua. Menurut Amnesty International, polisi menembaki kerumunan dan memukuli sebagian dari mereka dengan tongkat. Mereka juga menangkap Karma. Pakage kemudian memprotes penangkapan Karma di kantor polisi namun malah ditangkap.
    Pada Januari 2005, Pakage dan Karma diadili atas tuduhan pengkhianatan di Pengadilan Distrik Jayapura. Jaksa menuduh Pakage "mengganggu kedaulatan Indonesia". Bulan Meinya, para pendukung kemerdekaan Papua terlibat rusuh dengan polisi di luar pengadilan, melempar botol dan batu kepada polisi yang menyerang balik dengan tongkat. Komandan polisi yang bertugas dalam operasi ini dinyatakan bersalah atas pelanggaran hak asasi manusia dan diganti beberapa hari pasca insiden ini.
    Di penghujung sidang, Pakage divonis penjara selama 10 tahun, sedangkan Karma 15 tahun. Pada tanggal 24 Agustus 2005, Pakage sempat kabur dari pengawalan dalam perjalanan untuk mengambil buku dari rumahnya. Ia ditangkap kembali beberapa jam kemudian di kantor LSM Elsham Papua. Sejumlah organisasi HAM internasional melayangkan protes atas nama Pakage dan Karma, termasuk Amnesty International yang menetapkan mereka sebagai tahanan keyakinan, dan Human Rights Watch yang menyebut mereka tahanan politik dan menuntut pembebasan mereka secepat mungkin.
    Pada bulan Agustus 2008, 40 anggota Kongres Amerika Serikat mengirim surat kepada pemerintah Indonesia yang isinya meminta Pakage dan Karma dibebaskan. Akibatnya, 100 orang mengadakan demonstrasi di depan Kedutaan Besar AS di Jakarta. Pemerintah Indonesia menolah permintaan tersebut. Demianus Rumbiak dari Divisi Papua di Kementerian Hukum dan HAM menyatakan bahwa Kongres AS tidak berhak mencampuri masalah dalam negeri Indonesia. Ia juga menyatakan bahwa penangkapan Pakage bukan karena masalah HAM, tetapi karena melanggar hukum positif Indonesia. Pakage adalah satu dari 457 tahanan Papua yang diberikan pengurangan masa tahanan selama tiga bulan.
    Penangkapan Pakage dan Karma menjadi topik unjuk rasa di depan kedubes Indonesia di Washington, D.C., tahun 2009. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengampuni Pakage pada pertengahan 2010 dan ia dibebaskan tanggal 8 Juli. Human Rights Watch merilis pernyataan yang memuji pembebasan ini tetapi juga meminta agar tahanan politik Indonesia yang lainnya dibebaskan.


    Aktivitas terkini


    Pakage melanjutkan aktivismenya setelah dibebaskan. Ia menjadi koordinator Parlemen Jalanan yang mewakili para tahanan Papua. Pada Mei 2012, Pakage dan Organisasi Papua Merdeka mengumumkan akan kembali menyelenggarakan upacara pengibaran bendera Bintang Kejora.
    Tanggal 23 Juli 2012, Pakage ditangkap lagi karena membawa pisau lipat di tasnya saat menghadiri sidang pengadilan sesama aktivis Buchtar Tabuni yang dituduh memulai unjuk rasa yang berakhir ricuh. Pakage diadili dengan tuduhan "kepemilikan senjata" dan terancam hukuman penjara 10 tahun. Menurut Amnesty International, per 24 Agustus ia masih tidak diizinkan bertemu pengacaranya dan kabarnya diancam akan disiksa secara fisik oleh polisi.


    Referensi

Kata Kunci Pencarian: