- Source: Zaman Nanboku-cho
Zaman Nanboku-cho (南北朝時代code: ja is deprecated , Namboku-chō Jidai) atau zaman Istana Utara-Istana Selatan (1336-1392) adalah salah satu pembagian periode dalam sejarah Jepang di awal zaman Muromachi. Istilah zaman Nanboku-cho biasanya dipakai untuk menyebut periode antara tahun 1336-1392 ketika pemerintah dan kekaisaran Jepang terbelah dua menjadi Istana Selatan (Yamato no Kuni Yoshino Angū, atau Istana Sementara Yoshino) dan Istana Utara di Kyoto (Yamashiro no Kuni Heian-kyō). Kedua belah pihak masing-masing mengklaim sebagai pemegang tahta yang sah. Walaupun demikian, Perang Genkō yang menandai kejatuhan Keshogunan Kamakura (1331-1333) dan Restorasi Kemmu (1333-1336) sering dikatakan terjadi pada zaman Nanboku-cho.
Pada tahun 1336, shogun Ashikaga Takauji mendirikan Istana Utara (Hokuchō) di Kyoto dengan Kaisar Kōmyō sebagai kaisar. Sementara itu, Kaisar Godaigo mendirikan Istana Selatan (Nanchō) dalam pengungsian di Yoshino. Zaman Nanboku-cho berakhir ketika Istana Selatan bersatu dengan Istana Utara pada tahun 1392.
Sejarah
= Pendirian Istana Utara-Istana Selatan
=Setelah Kaisar Go-Saga turun tahta pada tahun 1246, keluarga kekaisaran terbelit masalah suksesi, dan terbelah dua menjadi faksi/garis keturunan Jimyō-in dan faksi/garis keturunan Daikaku-ji. Masing-masing faksi dipimpin putra Kaisar Go-Saga. Faksi Jimyō-in merupakan pendukung kaisar ke-89 Kaisar Go-Fukakusa (bertahta 1246-1259), sedangkan faksi Daikaku-ji merupakan pendukung kaisar ke-90 Kaisar Kameyama (bertahta 1259-1274). Berperan sebagai penengah, Keshogunan Kamakura menggunakan sistem Ryōtōtetsuritsu (kaisar dari masing-masing faksi/garis keturunan dapat naik tahta secara bergantian).
Pada tahun 1333, Kaisar Go-Daigo dari faksi Daikaku-ji mengeluarkan perintah kaisar agar samurai di seluruh negeri bergerak menumbangkan keshogunan. Keshogunan Kamakura akhirnya tumbang akibat perlawanan yang dipimpin Ashikaga Takauji dan Nitta Yoshisada. Kaisar Go-Daigo kemudian menjalankan kediktatoran kaisar dalam pemerintahan yang bersifat otokrasi. Kaisar Go-Daigo mengganti nama zaman menjadi zaman Kemmu, sehingga periode tersebut dinamakan Restorasi Kemmu. Namun ternyata pemerintahan Kaisar Go-Daigo hanya menghasilkan kekacauan politik. Pihak samurai yang berjasa menumbangkan Keshogunan Kamakura merasa tidak puas atas penghargaan dan hadiah yang diterima dari istana.
Ashikaga Takauji yang berangkat untuk memadamkan Pemberontakan Nakasendai ternyata berubah menjadi pembelot. Takauji mendapat dukungan dari kalangan samurai yang merasa tidak puas terhadap kaisar. Sebagai akibatnya, Kaisar Go-Daigo memerintahkan Nitta Yoshisada dan Kitabatake Akiie untuk membunuh Ashikaga Takauji. Pasukan Nitta ditaklukkan pasukan Ashikaga dalam Pertempuran Hakone-Takenoshita. Namun, pasukan Ashikaga yang memasuki ibu kota Kyoto berhasil diusir pasukan Kitabatake yang diturunkan dari Provinsi Mutsu. Ashikaga Takauji dan pasukannya dipaksa mundur sampai ke Kyushu.
Pada tahun 1336, Pasukan Ashikaga menaklukkan pasukan kekaisaran dalam Pertempuran Tatarahama di Kyushu. Kemenangan ini menjadikan Pulau Kyushu berada di bawah kekuasaan pasukan Ashikaga. Tahun berikutnya, setelah menerima perintah Kaisar Kōgon yang berasal dari faksi Jimyō-in, pasukan Ashikaga bergerak maju menuju Kyoto. Dalam Pertempuran Minatogawa, pasukan kekaisaran yang terdiri dari pasukan Nitta Yoshisada dan Kusunoki Masashige dikalahkan pasukan Ashikaga, sedangkan sisanya bertahan dan terkepung di Gunung Hiei. Perdamaian tercapai untuk sementara waktu antara Kaisar Go-Daigo dan Ashikaga Takauji. Setelah merampas Tiga Harta Suci dari kaisar, Ashikaga Takauji mendirikan kekaisaran Istana Utara (Hokuchō) di Kyoto dengan Kaisar Komyō sebagai kaisar yang baru.
Kaisar Go-Daigo melarikan diri ke Yoshino. Tiga Harta Suci yang diserahkan kepada pihak Istana Utara menurut Kaisar Go-Daigo adalah barang palsu, sehingga Istana Utara diklaim sebagai bukan pemerintah yang sah. Pemerintahan tandingan yang didirikan Kaisar Go-Daigo di Yoshino disebut Istana Selatan (Nanchō) atau Istana Yoshino. Istana Selatan mengutus para pangeran untuk pergi ke daerah Hokuriku dan Kyushu untuk memperkuat klaim bahwa Istana Selatan adalah tahta yang sah.
Masih pada tahun 1336, Ashikaga Takauji menetapkan Kemmu Shikimoku (Undang-undang Kemmu) yang merupakan prinsip dasar bagi kebijakan pemerintah keshogunan. Selain itu, Kemmu Shikimoku dijadikan landasan bagi Ashikaga Takauji untuk mendirikan pemerintahan baru yang disebut Keshogunan Muromachi. Selanjutnya pada tahun 1338, Istana Utara mengangkat Ashikaga Takauji sebagai Seii Taishogun. Pengangkatan ini menjadikannya sebagai shogun pertama Keshogunan Muromachi.
= Kemunduran Istana Selatan
=Kekuatan Istana Selatan semakin melemah setelah sejumlah panglima militer Istana Selatan gugur secara berturut-turut hingga tahun 1338. Nawa Nagatoshi, Yūki Chikamitsu, Chigusa Tadaaki, dan Kitabatake Akiie, serta Nitta Yoshisada semuanya tewas. Di pihak yang berseberangan, kekuatan militer Istana Utara jauh mengungguli kekuatan militer Istana Selatan. Dalam Pertempuran Shijōnawate 1348, kakak beradik Kusunoki Masatsura-Kusunoki Masatoki (putra Kusunoki Masashige) yang memimpin pasukan Istana Selatan tewas dibunuh Kō no Moronao dari pihak Ashikaga. Pertempuran ini menyebabkan Istana Yoshino jatuh ke tangan musuh. Kaisar Go-Murakami dan para pengikut Istana Selatan melarikan diri ke Anō (sekarang kota Gojō, Prefektur Nara) untuk menutup-nutupi kemerosotan Istana Selatan.
Selanjutnya, perseteruan terjadi antara Ashikaga Tadayoshi (adik Ashikaga Takauji yang ditugaskan sebagai pemimpin pemerintahan) dan Kō no Moronao yang menjabat pengurus klan Ashikaga. Konflik di antara keduanya berpuncak pada zaman Kan-ō (Kannō) menjadi perang saudara yang disebut Kerusuhan zaman Kannō (Kannō no Jōran). Tadayoshi yang tersisih dalam persaingan politik membelot ke pihak Istana Selatan. Putra Ashikaga Takauji bernama Ashikaga Tadafuyu yang dijadikan putra angkat oleh Tadayoshi mengikuti jejak ayah angkatnya, dan membelot ke Istana Selatan. Setelah melarikan diri, Tadafuyu memulai perlawanan dari Kyushu. Kekuatan Istana Selatan mulai pulih setelah pihak yang ikut memperebutkan ibu kota Kyoto semakin banyak. Sejumlah shugo, termasuk Yamana Tokiuji ikut bergabung dan bertempur di pihak Istana Selatan. Kaisar Go-Murakami pindah ke Istana Suminoe (Suminoe-den), atau disebut Istana Shōin (Shōin-den). Istana Suminoe merupakan milik klan Tsumori yang turun-temurun menjadi gūji (kepala pendeta) di kuil Sumiyoshi Taisha yang merupakan pendukung Istana Selatan. Istana Suminoe sewaktu dijadikan markas pihak Istana Selatan disebut Istana Sementara Sumiyoshi (Sumiyoshi Angū). Lokasinya sekarang terletak di distrik Sumiyoshi, Osaka.
Pada tahun 1351, Ashikaga Takauji untuk sementara menyerah kepada Istana Selatan sebagai strateginya dalam menghadapi faksi Ashikaga Tadayoshi. Nama zaman yang digunakan Istana Utara untuk sementara diganti menjadi zaman Shōhei seperti nama zaman yang sedang digunakan Istana Selatan. Pihak militer Istana Selatan memanfaatkan kesempatan untuk bergerak maju ke Kyoto, dan menghantam Ashikaga Yoshiakira. Kyoto jatuh ke tangan Istana Selatan, dan Tiga Harta Suci berhasil dirampas kembali. Sebagai pembalasan, Yoshiakira menghidupkan kembali nama zaman yang digunakan Istana Utara, dan bermaksud merebut kembali Kyoto. Namun ketika mundur dari Kyoto, Istana Selatan menculik Kaisar Kōgon dan Kaisar Kōmyō yang keduanya sudah pensiun (Daijō Tennō), serta Kaisar Sukō (putra Kaisar Kōgon) yang baru saja turun tahta. Ketiga mantan kaisar tersebut dibawa dengan paksa ke Anō. Akibatnya, Kaisar Go-Kōgon (adik Kaisar Sukō, putra Kaisar Kōgon) dari Istana Utara harus naik tahta tanpa adanya Tiga Harta Suci yang sedang dikuasai Istana Selatan.
Sementara itu, Kitabatake Chikafusa dari Istana Selatan berencana untuk mengumpulkan kekuatan militer yang mendukung Istana Selatan di daerah Kanto. Chikafusa dalam keadaan terkepung di Istana Oda, Provinsi Hitachi menulis buku sejarah Jinnō Shōtōki. Isi buku tersebut menyatakan Istana Selatan sebagai pemerintah yang sah. Setelah Kaisar Go-Daigo mangkat pada tahun 1339, Chikafusa berperan sebagai tokoh berpengaruh di Istana Selatan. Setelah Chikafusa tutup usia pada tahun 1354, Istana Selatan kembali mengalami kemunduran.
Setelah kalah dalam konflik internal keshogunan, Hosokawa Kyōji dan Kusunoki Masanori bergabung dengan Istana Selatan. Keduanya berhasil menduduki Kyoto hingga ditaklukkan pada tahun 1367. Sejak itu pula, Istana Selatan tidak lagi memiliki kekuatan militer yang patut diperhitungkan. Sewaktu shogun Ashikaga Yoshiakira berkuasa di Istana Utara, kekuatan militer Istana Selatan sempat mengalami pasang surut di bawah pimpinan Ōuchi Hiroyo dan Yamana Tokiuji. Setelah shogun Yoshiakira wafat, Keshogunan Muromachi mengangkat Ashikaga Yoshimitsu yang masih berusia 11 tahun sebagai Seii Taishogun. Atas petunjuk pejabat kanrei Hosokawa Yoriyuki yang menjadi wakil shogun Yoshimitsu, perlawanan terhadap Istana Selatan terus gencar dilakukan. Termasuk di antaranya membuat panglima Istana Selatan, Kusunoki Masanori (putra Kusunoki Masashige) berada pihak Istana Utara.
= Situasi Kyushu dan bersatunya Istana Utara-Selatan
=Di Kyushu, perang terus berlanjut antara pasukan Istana Selatan melawan pasukan Istana Utara seperti pasukan pimpinan Isshiki Noriuji dan Niki Yoshinaga yang ditinggalkan Ashikaga Takauji di Kyushu. Kekuatan militer Istana Selatan antara lain diwakili klan Kikuchi yang pernah dikalahkan pihak Ashikaga dalam Pertempuran Tatarahama. Pangeran Kaneyoshi (putra Kaisar Go-Daigo) diutus ke Kyushu untuk memperkuat kedudukan Istana Selatan. Akibatnya terjadi Pertempuran Chikugo yang konon melibatkan 100 ribu prajurit dari kedua belah pihak.
Ketika pecah Kerusuhan zaman Kan-ō, Kyushu berubah menjadi medan perang yang melibatkan tiga belah pihak yang bertikai. Penyebabnya adalah kedatangan Ashikaga Tadafuyu yang melarikan diri ke Kyushu. Pada waktu itu, bajak laut Jepang (wakō) merajalela di sepanjang lepas pantai Semenanjung Korea dan Tiongkok. Setelah berjanji kepada Dinasti Ming untuk mengatasi persoalan bajak laut Jepang, Pangeran Kaneyoshi (Istana Selatan) mendapat pengakuan dari Dinasti Ming sebagai "raja Jepang".
Keshogunan Muromachi (Istana Utara) mengutus Imagawa Sadayo dan pasukannya ke Kyushu untuk menghancurkan Istana Selatan. Pada akhirnya, Ashikaga Tadafuyu menyerah dan Kyushu berada di bawah penguasaan Istana Utara. Setelah Pangeran Kaneyoshi tidak lagi berkuasa di Kyushu, Dinasti Ming mengakui shogun Ashikaga Yoshimitsu sebagai "raja Jepang" yang baru.
Memasuki zaman Kōwa/Eitoku, dan zaman Genchū/Shitoku, Pangeran Kaneyoshi, Kitabatake Akiyoshi, Pangeran Muneyoshi yang merupakan pemimpin berpengaruh dari Istana Selatan tutup usia secara berturut-turut. Kaisar Chōkei yang merupakan tokoh bergaris keras juga mengundurkan diri, sehingga kedudukan Istana Selatan semakin lemah. Sementara itu, Ashikaga Yoshimitsu mengeluarkan peraturan yang membatasi kekuatan militer shugo daimyō. Akibatnya, kekuatan militer yang dimiliki shugo daimyō dalam melawan Istana Utara mulai habis. Kesempatan ini dimanfaatkan shogun Yoshimitsu untuk menjadi juru penengah bagi Istana Utara dan Istana Selatan. Pada tahun 1392, keshogunan menghidupkan kembali sistem Ryōtōtetsuritsu yang memungkinkan kaisar dari masing-masing faksi/garis keturunan dapat naik tahta secara bergantian. Hak kepemilikan tanah pemerintah di seluruh negeri juga diberikan kepada garis keturunan Daikaku-ji. Sebagai balasannya, Kaisar Go-Kameyama (Istana Selatan) mengembalikan Tiga Harta Suci kepada Kaisar Go-Komatsu (Istana Timur). Perdamaian akhirnya tercapai dengan bersatunya Istana Utara dan Istana Selatan.
= Pihak Go-Nanchō
=Setelah bersatunya Istana Utara-Istana Selatan, perjanjian bahwa kaisar dari masing-masing faksi/garis keturunan dapat naik tahta secara bergantian (sistem Ryōtōtetsuritsu) ternyata tidak dipatuhi Istana Utara. Kaisar yang naik tahta selalu berasal dari faksi Jimyō-in (Istana Utara). Sepanjang periode yang disebut Go-Nanchō (pasca-Istana Selatan) dan berlangsung hingga pertengahan abad ke-15, Istana Selatan terus menerus mengadakan pemberontakan. Sejak tahun 1428, perlawanan Istana Selatan semakin gencar setelah terputusnya garis keturunan Jimyō-in karena tidak lagi memiliki pewaris yang berhak atas tahta.
Pada tahun 1443, pihak Go-Nanchō yang terdiri dari sisa-sisa pengikut Istana Selatan dan bangsawan istana klan Hino menyerang istana kaisar. Penyerbuan tersebut dipimpin dua anggota keluarga Istana Selatan. Dua dari Tiga Harta Suci, yakni permata dan tsurugi (katana) berhasil dirampas. Peristiwa ini disebut Insiden Kinketsu. Keshogunan berhasil merebut kembali tsurugi, tetapi permata terus berada di bawah kekuasaan Go-Nanchō. Pihak Go-Nanchō menghilang dari peredaran, dan tidak disebut-sebut lagi dalam buku sejarah sejak permata kembali berhasil direbut, dan kakak beradik keturunan Istana Selatan, Pangeran Jiten dan Pangeran Chūgi dibunuh. Pembunuhnya adalah pengikut klan Akamatsu (Istana Utara) yang memendam dendam terhadap Istana Selatan karena pernah dihancurkan pada peristiwa Pemberontakan Kakitsu. Setelah berabad-abad berlalu, Kaisar Meiji akhirnya pada tahun 1911 memutuskan bahwa Istana Selatan adalah pewaris kekuasaan yang sah.
Nama zaman yang dipakai Istana Utara-Istana Selatan
Daftar pustaka
Tanaka Takashi. Kyōyō Nihonshi (教養日本史). Ise: Seiseikikaku, 1997.
Heibonsha Nihonshi Jiten. Tokyo: Heibonsha, 2001. ISBN 4-582-12716-9
Pranala luar
(Inggris) Sejarah zaman Muromachi (1336-1573) di situs web Kamakura: History & Historic Sites
Kata Kunci Pencarian:
- Zaman Nanboku-cho
- Zaman Sengoku
- Zaman Meiji
- Zaman Edo
- Zaman Jomon
- Zaman Nara
- Zaman Heian
- Zaman Shōwa
- Zaman Taishō
- Zaman Azuchi–Momoyama