- Oei Hui-lan
- Oei Tiong Ham
- Wellington Koo
- Oei Tjie Sien
- Thio Thiam Tjong
- Marga Tionghoa-Indonesia
- Daftar tokoh Tionghoa Indonesia
- Chen Yuan Guang
- Hok Hoei Kan
- Penduduk asli Taiwan
- Oei Hui-lan
- Oei Tiong Ham
- Oei
- Wellington Koo
- Cheongsam
- Oei Tjie Sien
- Oey
- Zhang Zongchang
- Semarang
- List of Indonesians
- Oei Hui-lan - Wikipedia
- Oei Hui-lan - Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
- Glamorous Facts About Hui-Lan Koo, The Chinese Flapper
- From Semarang to Paris: The Life Story of Oei Hui Lan, Chinese …
- “Madame Wellington Koo”: a diplomatic wife and a Peranakan …
- ‘As Equals’: a historic tale of Penang’s remarkable women
- Hui-lan Oei (1899-1992) | WikiTree FREE Family Tree
- Madame Wellington Koo (née Hui-lan Oei) - National Portrait Gallery
- Soong Mei-Ling, Oei Hui-Lan. Once upon a time - Vogue.it
- Jarang Orang Tahu! Kisah Perempuan Indonesia Jadi Ibu …
Green Lantern: First Flight (2009)
Land of Bad (2024)
Return to Never Land (2002)
10 Cloverfield Lane (2016)
The Family Plan (2023)
Mulan (2020)
Oei Hui-lan GudangMovies21 Rebahinxxi LK21
Oei Hui-lan (Hanzi: 黃蕙蘭; Pinyin: Huáng Huìlán; Wade–Giles: Huang Hui-lan; Pe̍h-ōe-jī: Ûiⁿ Hūi-lân; 21 Desember 1889 – 1992), atau yang dikenal sebagai Madame Wellington Koo, adalah seorang sosialita mancanegara dan ikon gaya yang berdarah Tionghoa-Indonesia. Ia pernah menjadi Ibu Negara dari Republik Tiongkok dari 1926 hingga 1927. Ia pernah menikah dengan agen konsuler asal Britania Raya, Beauchamp Caulfield-Stoker, dan kemudian dengan negarawan Tiongkok pada zaman pra-komunis, Wellington Koo. Oei Hui-lan merupakan putri sekaligus pewaris dari seorang pengusaha Indonesia pada zaman kolonial, Oei Tiong Ham, Majoor der Chinezen.
Kedua orang tua Oei Hui-lan berasal dari keluarga terpandang: ayahnya berasal dari salah satu keluarga paling kaya di Jawa, sedangkan ibunya berasal dari golongan priyayi 'Cabang Atas' sebagai keturunan seorang Luitenant der Chinezen di birokrasi Belanda abad ke-18 di Semarang. Setelah pernikahan yang gagal dengan Caulfield-Stoker, ia bertemu Wellington Koo saat berada di Paris pada tahun 1920. Mereka menikah di Brussels tahun berikutnya dan awalnya menetap di Jenewa sehubungan dengan pendirian Liga Bangsa-Bangsa. Pada tahun 1923, ia pindah bersama suaminya ke Beijing tempat suaminya menjabat sebagai Pelaksana Jabatan Perdana Menteri di negara Tiongkok republik yang masih berevolusi. Pada masa jabatan keduanya (Oktober 1926—Juni 1927), Wellington Koo juga menjabat sebagai Presiden Republik Tiongkok untuk jangka waktu yang singkat, menjadikan Oei Hui-lan sebagai Ibu Negara Tiongkok. Pasangan tersebut kemudian menghabiskan waktu di Shanghai, Paris dan London tempat Oei Hui-lan menjadi seorang nyonya rumah yang terpandang. Pada tahun 1941, ia pindah ke New York tempat ia meninggal pada tahun 1992.
Oei Hui-lan, atau Madame Koo sebagaimana ia lebih dikenal, juga diingat karena menulis dua autobiografi dan atas kontribusinya terhadap dunia busana, terutama karya-karyanya yang mengadaptasi busana Tionghoa tradisional.
Biografi
= Kehidupan awal
=Oei Hui-lan lahir pada tanggal 21 Desember 1889 dalam sebuah keluarga Tionghoa Peranakan di Semarang, Jawa Tengah, Hindia Belanda (sekarang Indonesia). Ayahnya, Majoor-titulair Oei Tiong Ham merupakan seorang pengusaha yang mengepalai Kian Gwan, sebuah perusahaan dagang yang didirikan oleh kakeknya, Oei Tjie Sien pada 1863 yang menjadi konglomerat terbesar di Asia Tenggara pada permulaan abad ke-20.
Ibunya, Goei Bing Nio, adalah istri tua ayahnya. Tak seperti keluarga Oei yang adalah orang kaya baru, ibunya berasal dari Cabang Atas, golongan priyayi Tionghoa di Indonesia pada zaman kolonial. Melalui ibunya, Hui-lan merupakan keturunan dari seorang pedagang-mandarin, Goei Poen Kong, yang menjabat sebagai Boedelmeester, kemudian sebagai Luitenant der Chinezen di Semarang pada akhir abad ke-18. Jabatan-jabatan Tionghoa yang meliputi pangkat-pangkat Majoor, Kapitein dan Luitenant der Chinezen, adalah jabatan pemerintahan sipil dalam birokrasi kolonial Belanda di Indonesia. Keluarga Goei dari pihak ibu Oei dapat ditelusuri asal-usul dan pengaruhnya di Semarang sejak tahun 1770-an. Keluarga Goei Bing-nio awalnya telah menentang kenaikan status sosial dan ekonomi Oei Tiong Ham.
Hui-lan, yang memakai nama Angèle pada masa mudanya, memiliki seorang kakak perempuan, Oei Tjong-lan, alias Gwendoline, dari ibu yang sama. Selain itu, ayahnya memiliki 18 istri muda dan gundik yang diakui, serta sekitar 42 anak yang diakui, termasuk saudara tirinya, Oei Tjong Hauw.
Dua bersaudari Oei – sebagai putri dari istri tua Oei – tinggal dengan ayah mereka dan dididik di rumah oleh sejumlah pengajar Eropa di Semarang, menerima pendidikan yang sepenuhnya modern berdasarkan standar zaman itu. Hal ini mencerminkan westernisasi Cabang Atas di Indonesia pada zaman kolonial sejak akhir abad ke-19. Selain bahasa ibunya, bahasa Melayu (Indonesia), Hui-lan dapat berbicara dalam bahasa Inggris dan Prancis dengan lancar, dan cukup fasih dalam bahasa Hokkien, Mandarin dan Belanda.
Pada 1905, Hui-lan dan saudarinya menjadi bagian dari sebuah resital di Singapura, tempat mereka belajar musik. Penampilan mereka disorot dalam surat kabar lokal, sebagaimana juga resital yang ia lakukan di Semarang:
"Keunikan tiga lapis dari seorang gadis muda Tionghoa yang bernyanyi dalam bahasa Prancis kepada hadirin Inggris di sebuah negara Melayu kemudian menarik perhatian hadirin. Hal ini adalah “Farfalla” yang dinyanyikan Nn. Angela [sic] H. Oei. Usahanya mampu memikat perhatian hadirin, dan jika bukan karena fakta bahwa encore tidak diizinkan, ia pasti akan diminta kembali ke panggung. Kami telah menghadiri menghadiri resital yang agung dan unik di tiga ibu kota di Eropa, tetapi kami harus mengakui bahwa ini, lagu yang dinyanyikan Nona Angela Oei membuat kami takjub. Kami ulangi keunikannya sekilas: seorang gadis Tionghoa asal Sumatra [sic!] menyanyikan karya klasik Prancis dalam bahasa Prancis kepada hadirin Inggris. Sungguh ini adalah sebuah rekor dunia! Apakah Timur, pada akhirnya, benar-benar begitu jauh dari Barat?"
"Pada bulan Maret 1907, Angèle mengadakan pertunjukan vokal di gedung sekolah THHK, Semarang dalam rangka pengumpulan dana untuk sekolah tersebut. Ia diiringi oleh kemenakannya yang berusia 16 tahun, Lim Tshoen, dari Singapura dan keponakannya yang berusia 12 tahun, Arthur Lim, menggunakan piano. Angèle mementaskan karya-karya buatan komponis Prancis: Charles Gounod (”Siebel” dalam Faust) dan Georges Bizet (dari opera Carmen) dengan elegan, dalam bahasa Prancis."
Pandangan progresif dan pencapaian Oei bersaudari menerima kekaguman dari R.A. Kartini, seorang ningrat Jawa dan pionir penggiat hak perempuan. Meskipun memiliki latar belakang yang kosmopolitan, hubungan Oei bersaudari dengan budaya Jawa tampaknya terbatas pada interaksi dengan pelayan mereka, dan dibawa ibu mereka mengikuti kunjungan kehormatan dan pementasan gamelan di berbagai istana kesultanan di Jawa.
= Pernikahan dengan Beauchamp Caulfield-Stoker (1909–1920)
=Pada tahun 1909, di Semarang, Indonesia, Hui-lan (memakai marga Oeitiongham) menikahi Beauchamp Forde Gordon Caulfield-Stoker (1877–1949), seorang berdarah Inggris-Irlandia yang menjadi agen konsuler Britania Raya di Semarang, dan pada akhirnya mewakili kepentingan perusahaan gula mertuanya di London. Pada tahun berikutnya, mereka pindah ke Inggris. Pada awalnya, mereka tinggal di 33 Lytton Grove, kemudian pindah ke Graylands, Augustus Road, Wimbledon Common, yang dibelikan ayahnya untuk mereka pada tahun 1915. Pasangan tersebut memiliki seorang putra, Lionel Montgomery Caulfield-Stoker (1912–1954), lalu bercerai di London pada tanggal 19 April 1920. Hui-lan kemudian tinggal bersama ibu dan saudarinya di rumah bandar mereka di Mayfair, London. Periode kehidupannya ini, ketika ia dikenal di masyarakat sebagai Countess Hoey [sebuah Anglikisasi dari Oei] Stoker (kemungkinan karena ayahnya disebut count oleh beberapa orang) dan lebih memilih untuk dipanggil Lady Stoker, tidak ia tuliskan dalam memoar-memoarnya.
Pernikahan mereka tidaklah mudah. Beberapa dari laporan-laporan yang terbit mengindikasikan bahwa kepribadian, sikap berlagak, dan ambisi sosial Hui-lan membuat suaminya terganggu hingga tidak bisa berkonsentrasi. Pada saat Perang Dunia I terjadi, mereka sudah menjadi saling tidak cocok. The Sketch menyatakan bahwa "Countess Hoey Stoker adalah salah satu tokoh yang paling terkenal dalam kalangan elit sosial London. Ia adalah putri...'Rockfeller dari Tiongkok'."" Majalah kalangan elit Tatler menggambarkan dirinya sebagai memiliki "kecintaan terhadap dunia penerbangan dan merupakan salah satu wanita pertama yang menaiki penerbangan sipil" , sementara The Times menyatakan bahwa "tidak ada dansa atau kegiatan lainnya yang lengkap tanpa[nya]...seorang cantik terkenal yang mengendarai mobilnya sendiri di sekitar London...sebuah Rolls Royce abu-abu kecil berkapasitas dua tempat duduk yang sering terlihat melaju cepat di tengah-tengah lalu lintas." Margaret Macdonald mengamati Hui-lan, yang berbusana seperti seorang Tionghoa ("karena ia memang demikian"), dalam sebuah pesta kostum di The Ritz, yang juga dihadiri oleh Lady Diana Manners, Adipati Wanita Sutherland dan Margot Asquith. Hui-lan menikmati kesempatan berdansa dan berbusana yang disediakan oleh kalangan elit London. Ia juga menikmati busana avant-garde: "Aku diizinkan mengenakan busana makan malam favoritku, sebuah kreasi menakjubkan dengan celana Turki lengkap yang terbuat dari sifon hijau, baju pinggang lamé emas, dan jaket kuning pendek. Aku menyelipkan bunga-bunga emas dan hijau di rambutku dan mengenakan untaian mutiara tiga lapis.". Hal itu adalah, ia kemudian komentari, "masa menjelang era flapper dan aku cocok dengan sempurna. Aku memiliki bentuk tubuh yang cocok untuk itu, mungil dan berdada kecil, dan vitalitas yang dibutuhkan. Jika kau dapat membayangkan seorang flapper Tionghoa, itulah aku".
Pada 1915, Stoker menerima penugasan dalam Korps Layanan Angkatan Darat Kerajaan dan berusaha untuk menjaga jarak dengan Hui-lan. Ia memutuskan pisah ranjang saat di rumah dan menolak keinginan Hui-lan untuk ikut dengannya ke Devonport. Di sana Stoker menulis: "Sungguh konyol bagimu untuk datang ke bawah sini karena kamu tidak akan betah lebih dari dua atau tiga hari. Bahkan, jika kamu datang, aku harus mengambil cuti karena aku tidak mungkin berhenti di sini". "Kehidupan dan pemikiran kami sangat jauh berseberangan sehingga membuatku tidak mungkin [kembali ke rumah]", tulis Stoker. Hui-lan menggugat cerai Stoker pada tahun 1919. Ia mengklaim bahwa suaminya menolak untuk memperkenalkannya kepada keluarganya dan gugatan cerai tersebut terjadi atas dasar kekejaman dan perilaku yang buruk. Birmingham Daily Gazette mengamati bahwa perjalanan rumah tangga pasangan tersebut mirip dengan alur novel terkenal Java Head karya Joseph Hergesheimer, salah satu buku terlaris tahun 1918. Surat kabar tersebut menyebutkan, "tema [dari novel tersebut] adalah mengenai seorang Amerika yang membawa pulang istri Tionghoa dari keluarga bangsawan, dan mereka mulai berpisah secara perlahan karena kurangnya hubungan di antara keduanya".
= Pernikahan dengan Wellington Koo (1920–1958)
=Ibu Hui-lan mendorong putrinya, yang sekarang bercerai, untuk berkenalan dengan politikus dan diplomat Tiongkok lulusan Universitas Columbia yang bernama V. K. Wellington Koo. Koo sendiri pernah bercerai dan ia memiliki dua anak kecil dari istri keduanya yang baru saja meninggal. Melalui perencanaan ibu Hui-lan, saudarinya dan orang-orang lainnya—termasuk orang tua almarhumah istri Koo, May Tang—Hui-lan dan Koo bertemu di Paris di sebuah pesta makan malam pada bulan Agustus 1920. Mereka mengumumkan pertunangan mereka pada tanggal 10 Oktober, di sebuah acara peringatan hari jadi Republik Tiongkok, dan menikah di Legasi Tiongkok di Brussels, Belgia pada tanggal 9 November. Hui-lan mengenakan cadar antik dan gaun gading buatan Callot Soeurs. Pada akhir tahun, untuk sebuah pesta negara di Istana Buckingham, Madame Wellington Koo mengenakan busana buatan Charles Frederick Worth dan sebuah tiara berlian Cartier.
Pasangan tersebut memulai kehidupan rumah tangga mereka di Jenewa. Di sana, Koo terlibat dalam pembentukan Liga Bangsa-Bangsa. Pada tahun 1923, Hui-lan ikut suaminya pindah ke Beijing, tempat ia mendukungnya dalam perannya sebagai Menteri Luar Negeri dan Menteri Keuangan Republik Tiongkok. Tahun itu juga, ayahnya, Majoor Oei Tiong Ham, membelikan pasutri Koo sebuah istana Ming atas nama putrinya. Istana tersebut dibangun pada abad ke-17 untuk Chen Yuanyuan, seorang wanita penghibur yang menjadi gundik dari Jenderal Wu Sangui. Pada tahun 1924, Madame Koo kembali ke kota asalnya, Semarang, untuk menghadiri pemakaman ayahnya yang baru saja meninggal di Singapura. Ia mengambil peran sebagai pelayat utama, mewakili ibunya sebagai istri tua yang tidak hadir. Pada tahun 1925, pasutri Koo menjamu negarawan senior Tiongkok, Sun Yat-sen, dan istrinya, Soong Ching-ling, untuk singgah dalam waktu yang cukup lama di kediaman mereka di Beijing. Sun meninggal di kediaman tersebut.
Selama Hui-lan berada di Tiongkok, negara tersebut mengalami masa paling bergejolak dalam sejarah politiknya – yang dikenal sebagai era panglima perang. Di masa itu, berbagai faksi militer dan politik berebut kekuasaan di negara republik Tiongkok yang baru saja berdiri. Wellington Koo dua kali menjabat sebagai Pelaksana Jabatan Perdana Menteri, kali pertama pada tahun 1924, kemudian menjabat kembali dari tanggal 1 Oktober 1926 sampai 16 Juni 1927. Pada masa jabatan keduanya, Koo juga menjabat sebagai Presiden Republik Tiongkok. Hal ini menjadikan Hui-lan Ibu Negara Republik Tiongkok, meskipun hanya untuk periode yang sangat singkat.
Setelah Koo mengundurkan diri dari jabatannya pada tahun 1927, keduanya menetap di Shanghai yang pada saat itu merupakan kota pelabuhan terbesar keempat di dunia. Lingkaran sosial Hui-lan di Shanghai meliputi pengusaha Sir Victor Sassoon dan Wallis Warfield Simpson, yang kemudian akan menjadi Adipati Wanita Windsor. Hui-lan mengingat dalam memoarnya bahwa satu-satunya frasa yang dikatakan Wallis dalam bahasa Mandarin adalah "anak muda, beri aku sampanye".
Meskipun begitu, Hui-lan, tidak puas dengan Shanghai tahun 1920-an, dan memandangnya sebagai "dipenuhi dengan...orang-orang pelayaran dari Inggris...bukan siapa-siapa di rumah...[yang] berlagak seperti orang kelas atas di Tiongkok...mereka begitu picik, begitu kelas menengah...dan memandang rendah segala sesuatu yang benar-benar indah dan asli dari...budaya [Tionghoa]: giok, porselen, barang antik. Dan orang-orang Tiongkok Shanghai yang malang dan bodoh begitu terkesan dengan para pendatang baru ini sehingga mereka meniru perilaku mereka dan mengisi rumah-rumah mereka dengan perabotan 'Barat' (perabotan Shanghai yang disebut canggih itu semuanya berasal dari Grand Rapids dan barangnya berat serta jelek)." Sebaliknya, ia sangat terkesima dengan Beijing sebelum era komunis, yang tatanan klasiknya dan kecantikan kunonya ia anggap hanya dapat disandingkan dengan Paris. Di kemudian hari, ia menyatakan: "Peking adalah kotaku, tempat yang dulu aku pernah menjadi bagian dari masyarakatnya dan tempat yang aku harap suatu hari nanti, jika keadaan berubah di masa hidupku, bisa kembali."
= Istri Duta Besar dan Perang Dunia II
=Pasutri Koo kemudian pindah ke Paris pada tahun 1932, tempat Wellington Koo telah ditunjuk sebagai Duta Besar Tiongkok untuk Prancis, sebuah jabatan yang ia emban hingga tahun 1940. Setelah jatuhnya Prancis ke tangan Jerman dalam Perang Dunia II, Koo menjabat sebagai Duta Besar Tiongkok untuk Britania Raya di London sampai tahun 1946. Koo mewakili Republik Tiongkok pada tahun 1945 sebagai salah satu anggota pendiri Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Selama periode ini, Madame Wellington Koo menjadi nyonya rumah yang terpandang bagi kalangan elite baik di Paris maupun di London. Warisan besar dari ayah Hui-lan membuat pasutri tersebut dapat menghibur para beau monde (kalangan penikmat busana) Paris dan London dalam skala yang melampaui kemampuan sebagian besar diplomat. Pada musim panas tahun 1939, ia menghadiri pesta yang diadakan Elsie de Wolfe untuk Maharani Kapurthala di Villa Trianon, Versailles dengan sejumlah tamu yang meliputi Coco Chanel dan Elsa Schiaparelli. Beberapa orang menganggap pesta tersebut sebagai lagu perpisahan terakhir Eropa sebelum Perang Dunia Kedua.
Ia juga mengawasi pendidikan kedua putranya yang ia dapatkan dari pernikahannya dengan Koo, Yu-chang Wellington Koo Jr. (1922–1975) dan Fu-chang Freeman Koo (1923–1977). Ia menyekolahkan mereka di Sekolah MacJannet di Paris. Di sana, mereka seangkatan dengan Pangeran Philip dari Yunani dan Denmark, yang kemudian menjadi suami Ratu Elizabeth II. Putra sulungnya, Lionel Caulfield-Stoker, tinggal di Inggris bersama ayahnya dan ibu tirinya, Nora.
= Masa tua
=Pada tahun 1941, Hui-lan pindah ke Kota New York, tempat putra-putranya Wellington Koo Jr. dan Freeman Koo menempuh pendidikan tinggi di alma mater ayahnya, Universitas Columbia. Ia bertujuan untuk menggunakan koneksi mancanegaranya untuk meyakinkan Amerika Serikat untuk bergabung dalam perang di pihak Sekutu untuk membantu upaya perang Tiongkok di Asia. Meskipun keluarga Koo kemudian bersatu kembali di New York, tahun-tahun perang dan perpisahan telah merenggangkan hubungan mereka. Pasutri tersebut bercerai pada tahun 1958. Madame Wellington Koo menghabiskan sisa hidupnya di Kota New York.
Ia menulis dua autobiografi dalam kolaborasi, pertama pada tahun 1943 dengan kolumnis sosialita The Washington Post Mary Van Rensselaer Thayer, kemudian pada tahun 1975 dengan jurnalis Isabella Taves. Pada tahun 1980-an, ia terlibat dalam serangkaian usaha bisnis yang gagal di negara asalnya Indonesia, yang termasuk perkapalan, tembakau, dan sepeda.
Ketika ia meninggal pada tahun 1992, mantan suaminya dan kedua putranya telah lama meninggal. Putra dari pernikahan pertamanya telah meninggal pada tahun 1954. Dominasi bisnis yang dibangun oleh kakek dan ayahnya dibubarkan oleh Sukarno menyusul Revolusi Indonesia. Republik Tiongkok yang selama beberapa dasawarsa ia dan suaminya mengabdi kehilangan Tiongkok daratan ke Partai Komunis.
Gaya, seni dan warisan
Madame Koo sangat dikagumi karena kemampuannya mengadaptasi busana Tionghoa tradisional, yang ia pakai dengan celana renda dan kalung giok. Ia diakui secara luas karena berhasil menciptakan kembali cheongsam Tionghoa dengan cara yang mampu menonjolkan dan memperindah siluet tubuh wanita. Busana-busana cheongsam pada masa itu dipotong dengan sopan hanya beberapa inci di sisi-sisinya, tetapi Hui-lan memotong hingga bagian lutut dari busana tersebut – pada tahun 1920-an – "dengan pantalet berenda hanya terlihat hingga pergelangan kaki". Dengan demikian, ia membantu memodernisasi, mempermewah dan membuat populer apa yang kemudian menjadi busana nasional perempuan Tiongkok. Tak seperti sosialita Asia lainnya, Madame Wellington Koo bersikeras untuk memakai sutra dan bahan-bahan lokal, yang menurutnya memiliki kualitas yang lebih tinggi.
Ia muncul beberapa kali dalam Majalah Vogue pada daftar wanita berbusana terbaik pada 1920-an, 1930-an, dan 1940-an. Vogue memuji Madame Koo pada tahun 1942 sebagai "seorang warga negara dunia berdarah Tionghoa, sebuah kecantikan mancanegara", atas pendekatannya yang bijaksana untuk memajukan hubungan baik antara Timur dan Barat.
Sebagai penikmat seni yang handal dan avant-garde, Madame Wellington Koo dilukis oleh Federico Beltrán Masses, Edmund Dulac, Leon Underwood Olive Snell, Olive Pell, dan Charles Tharp, dan foto-fotonya diambil oleh para fotografer sosialita dan busana Henry Walter Barnett, E. O. Hoppé, Horst P. Horst, Bassano, dan George Hoyningen-Huene.
Lukisan, foto dan busananya sekarang menjadi bagian dari koleksi Galeri Potret Nasional di London, Museum Seni Metropolitan di New York, dan Museum Peranakan di Singapura.
Dalam budaya kontemporer
Warisan mode Madame Koo masih meraih perhatian mancanegara. Ia tampil sebagai "wanita bergaya" di China: Through the Looking Glass, sebuah pameran seni rupa yang diadakan oleh Andrew Bolton dan Harold Koda, dan meraih sambutan besar pada 2015 di Metropolitan Museum of Art. Pada 2018, perancang Indonesia Toton Januar membuat sebuah kampanye video untuk koleksi Fall Winter-nya, berdasarkan pada pencitraan ulang salah satu potret Madame Koo.
Di negara asalnya Indonesia, Madame Koo telah menjadi subjek serangkaian publikasi terkini. Dengan nama pena Agnes Davonar, para penulis populer Agnes Li dan Teddy Li menulis sebuah biografi sentimental dan sensasionalis dari Madame Koo, Kisah tragis Oei Hui Lan, putri orang terkaya di Indonesia, yang terbit pada 2009 oleh AD Publisher. Oei Hui Lan: anak orang terkaya dari Semarang, biografi populer lainnya, diterbitkan oleh Eidelweis Mahameru pada 2011. Pada tahun yang sama, Mahameru menerbitkan sebuah biografi populer dari ayah Madame Koo, Oei Tiong Ham: Raja Gula, Orang Terkaya dari Semarang.
Silsilah
Daftar karya
Hui-lan Koo (Madame Wellington Koo): An Autobiography as Told to Mary Van Rensselaer Thayer New York: Dial Press (1943)
No Feast Lasts Forever New York: Times Books (1975)
Lihat pula
Cabang Atas: kelas sosialnya di Indonesia pada masa kolonial
Sejarah Republik Tiongkok
Politik Republik Tiongkok
Ibu Negara Republik Tiongkok
Nellie Yu Roung Ling – penari dan perancang busana Tionghoa modern pertama
Catatan
Referensi
Pranala luar
Oei Hui Lan Putri Seorang Terkaya di Indonesia
Kisah di Balik Lukisan 'Oei Hui Lan' Hotel Tugu Diarsipkan 2014-07-17 di Wayback Machine.
Kata Kunci Pencarian:

Oei Hui Lan : Anak Orang Terkaya Dari Semarang by Eidelweis Mahameru ...

OEI HUI LAN - R A I S A S H A

Biografi Oei Hui Lan – Penggambar

Biografi Oei Hui Lan – Penggambar

Review - Kisah Tragis OEI HUI LAN - beYOUtiful

Neverland Recitation: Oei Hui Lan

Oei Hui Lan, Sosialita Putri Bos Gula yang Mendunia

Lemari Buku Keluarga Cinta: Oei Hui Lian

Tiara Mania: Oei Hui Lan's Diamond Tiara

12 - Oei Hui Lan.pdf | DocDroid

Biografi Oei Hui Lan – Penggambar
Jual kisah tragis oei hui lan | Shopee Indonesia
oei hui lan
Daftar Isi
Oei Hui-lan - Wikipedia
Oei Hui-lan (Chinese: 黃蕙蘭; Pe̍h-ōe-jī: Ûiⁿ Hūi-lân; 21 December 1889 – 1992), known as Madame Wellington Koo, was a Chinese-Indonesian international socialite and style icon, and, from late 1926 until 1927, the First Lady of the Republic of China.
Oei Hui-lan - Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Oei Hui-lan (Hanzi: 黃蕙蘭; Pinyin: Huáng Huìlán; Wade–Giles: Huang Hui-lan; Pe̍h-ōe-jī: Ûiⁿ Hūi-lân; 21 Desember 1889 – 1992), atau yang dikenal sebagai Madame Wellington Koo, adalah seorang sosialita mancanegara dan ikon gaya yang berdarah Tionghoa-Indonesia.
Glamorous Facts About Hui-Lan Koo, The Chinese Flapper
Mar 25, 2021 · In the golden glamour of the Jazz Age in the 1920s, perhaps no beautiful socialite was as celebrated as Hui-Lan Koo, AKA, Madame Wellington Koo. Born Oei Hui-lan, the Indonesian heiress rose to prominence in all the best parties of her day for her elegance, her intelligence, and her eccentricity.
From Semarang to Paris: The Life Story of Oei Hui Lan, Chinese …
May 18, 2024 · Born into a wealthy Chinese Peranakan family in Semarang, Indonesia, Oei Hui Lan went on to become a fashion icon, a diplomat, and a socialite. Her life was a remarkable journey that took her from the bustling streets of Southeast Asia to the glamorous salons of Paris.
“Madame Wellington Koo”: a diplomatic wife and a Peranakan …
Koo's second wife died in the United States during the 1918 Spanish flu. Koo's longest marriage was his third, to Oei Hui-lan (黃蕙蘭, 1889–1992), which lasted for more than thirty years, from 1920 until he retired from the Chinese diplomatic service in 1956.
‘As Equals’: a historic tale of Penang’s remarkable women
Feb 18, 2024 · Oei Hui-Lan is the main character in Daryl Yeap’s book ‘As Equals’. (Wikipedia pic) Whilst living in London, Hui-Lan skilfully manoeuvred her way through European society, regardless of anti ...
Hui-lan Oei (1899-1992) | WikiTree FREE Family Tree
May 28, 2022 · Explore genealogy for Hui-lan Oei born 1899 Hindia Belanda died 1992 including ancestors + children + 1 photos + more in the free family tree community.
Madame Wellington Koo (née Hui-lan Oei) - National Portrait Gallery
Madame Wellington Koo (née Hui-lan Oei) (1889-1992), Former wife of Beauchamp Caulfield-Stoker, and later wife of Vi Kyuin Wellington Koo; daughter of Oei Tiong Ham (Oei Tyong Han) Sitter in 7 portraits Born 'Hui-Lan' meaning 'meteor heavenly orchid' in recognition of the sighting of one at the time of her birth.
Soong Mei-Ling, Oei Hui-Lan. Once upon a time - Vogue.it
Jun 16, 2015 · Oei Hui-lan, on the other hand, was someone who unconditionally adored fashion and its changing trends. Between the two world wars she became one of the most admired and envied...
Jarang Orang Tahu! Kisah Perempuan Indonesia Jadi Ibu …
Feb 13, 2024 · Setelah Presiden China, Sun Yat Sen wafat, Koo lantas menjadi pelaksana tugas Presiden Republik China, yang lantas membuat Oei Hui Lan praktis jadi ibu negara. Dia bercerita di memoarnya kalau sang suami selalu mengawal eksistensi Republik China dengan menggalang dukungan di seluruh dunia.