- Pasca kebenaran
- Politik pascakebenaran
- Dwifungsi
- Pemilihan umum Gubernur Jawa Barat 2024
- Politik sayap kiri
- Sultan Bachtiar Najamudin
- Sutan Sjahrir
- Demokrasi
- Prabowo Subianto
- Vladimir Lenin
politik pasca kebenaran
Politik pascakebenaran GudangMovies21 Rebahinxxi LK21
Politik pascakebenaran (disebut juga politik pascafakta) adalah budaya politik yang perdebatannya lebih mengutamakan emosi dan keluar dari inti kebijakan. Selain itu, poin topik pidato ditegaskan berkali-kali tanpa mendengarkan balasan yang berbobot. Pascakebenaran berbeda dengan kebiasaan menantang dan mencari kelemahan kebenaran. Pascakebenaran justru menempatkan kebenaran di posisi kedua. Meski pascakebenaran dianggap sebagai masalah modern, ada kemungkinan bahwa ini sudah lama menjadi bagian dari kehidupan politik, tetapi kurang terkenal sebelum kehadiran Internet. Dalam novel Nineteen Eighty-Four, George Orwell membayangkan sebuah negara yang mengganti catatan sejarah setiap hari agar pas dengan tujuan propaganda saat itu.
Komentator politik mengamati berkembangnya politik pascakebenaran di perpolitikan Amerika Serikat, Australia, Britania Raya, Cina, India, Jepang, Rusia, Katalunya, Spanyol, dan Turki, serta di berbagai bidang debat yang didorong oleh perpaduan siklus berita 24 jam, keseimbangan palsu dalam laporan berita, dan pemasyarakatan media sosial. Pada tahun 2016, "post-truth" terpilih sebagai Oxford Dictionaries' Word of the Year karena merebak semasa referendum Brexit dan liputan media mengenai pilpres A.S..
Politik pasca-kebenaran (atau post-truth) disinyalir merupakan penyesuaian dari kata 'truthiness' yang kali pertama diciptakan Stephen Colbert dan terpilih sebagai Word of the Year tahun 2005 menurut American Dialect Society (ADS). Kata truthiness sendiri memiliki arti yang hampir serupa, yakni informasi yang dianggap atau dirasakan sebagai sesuatu yang mendekati kebenaran --maka terdapat imbuhan '-y' dalam kata dasar 'truthy' atau '-ish' dalam kata 'truthish'. Penambatan partikel 'post-' di depan bukan dimaknai dalam dimensi waktu, melainkan bentuk pengikisan makna ortodoks atau 'kemurnian' kata yang dimaksud.
Referensi
Bacaan lanjutan
"Post-truth politics: Art of the lie: Politicians have always lied. Does it matter if they leave the truth behind entirely?" (leader) The Economist, Sept 20, 2016
Communication: Post-truth predicaments, Virginia Gewin, Nature 541, pp 425–427 (19 January 2017), doi:10.1038/nj7637-425a
Parmar, Inderjeet. "US Presidential Election 2012: Post-Truth Politics." Political Insight 3#2 (2012): 4–7.
Rabin Havt, Ari, and Media Matters for America. Lies, Incorporated: The World of Post-Truth Politics (2016) online
Soldatov, Andrei and Irina Boroganhe. Red Web: The Struggle Between Russia’s Digital Dictators and the New Online Revolutionaries (2015).
Tallis, Benjamin. "Living in Post-truth." New Perspectives. Interdisciplinary Journal of Central & East European Politics and International Relations 24#1 (2016): 7–18.
Harsin, Jayson (February 24, 2015). "Regimes of Posttruth, Postpolitics, and Attention Economies". Communication, Culture & Critique. 8 (2): 327–333.
Pomerantsev, Peter. Nothing Is True and Everything Is Possible: The Surreal Heart of the New Russia (November 2014) ISBN 978-1-61039-455-0
Alloa, Emmanuel. "Who's Afraid of the Post-Factual?" Los Angeles Review of Books, The Philosophical Salon (July 2017)