Astaman (juga dikenal dengan nama Tirtosari; lahir ca Sidoarjo, Hindia Belanda, 16 Mei 1903 - wafat 20 Agustus 1980) adalah seorang aktor Indonesia yang aktif sejak 1910-an sampai pertengahan 1970-an. Ia adalah aktor ternama di grup sandiwara Dardanella dan memiliki karier akting di 43 film. Karier aktingnya diawali di film Kartinah pada tahun 1940.
Biografi
Astaman lahir pada 16 Mei 1903 di Sidoarjo, Jawa Timur, Hindia Belanda, sebagai putra dari seorang aktor bernama Wagimin dan istrinya yang juga aktris. Ia bersekolah dasar di sana, namun keluar pada tahun ketiga. Pada usia 10 tahun,
Astaman bergabung dengan grup sandiwara ayahnya Wagimin & Keluarga, yang terdiri dari ayah, ibu, dan dua sepupunya.
Astaman pertama menjual tiket, kemudian berakting dan tur di pedesaan Jawa Timur bersama mereka. Ia keluar sekitar tahun 1915, kemudian bergabung dengan Theater se Souvenir, lalu Constantinople Opera.
Tahun berikutnya,
Astaman keluar dari Constantinople dan bergabung dengan Dardanella, yang dijalankan oleh aktor kelahiran Penang keturunan Rusia, Willy A. Piedro, dan istri pribuminya, Dewi Dja'. Grup yang sangat sukses dan sudah keliling Asia Tenggara ini mendongkrak ketenaran
Astaman. Ia memainkan beberapa tokoh bersama mereka dan membintangi beberapa pementasan mereka, termasuk Dr Samsi karya Andjar Asmara dan adaptasi panggung Boenga Roos dari Tjikembang karya Kwee Tek Hoay. Dalam wawancara tahun 1964 bersama majalah Varia, ia mengatakan bahwa setiap kali ia memerankan raja, penonton Eropa akan tertawa terbahak-bahak.
Astaman kemudian mengetahui kostumnya menyerupai matador.
Astaman dikaruniai seorang putra, Lilik Sudjio, pada tahun 1930. Lilik kelak menjadi sutradara. Pada tahun 1936,
Astaman bergabung dengan tur Dardanella di India dengan harapan bisa membuat film Dr Samsi. Rencana ini gagal dan Dardanella bubar: Piedro dan Dja' pindah ke Amerika Serikat, sedangkan Andjar dan Ali Yugo membentuk grup sandiwaranya sendiri dan pulang ke Hindia Belanda.
Astaman pulang secara terpisah, tepatnya ke Kediri. Setelah menolak bergabung di grup Njoo Cheong Seng, Fifi Young's Pagoda,
Astaman bergabung dengan Tuan Mannuk.
Pasca kesuksesan Terang Boelan karya Albert Balink tahun 1937, banyak aktor teater yang pindah ke perfilman – termasuk
Astaman. Ia tampil perdana pada tahun 1940. Ia dan mantan aktris Dardanella, Ratna Asmara, membintangi Kartinah besutan Andjar. Di sana ia berperan sebagai dokter yang jatuh cinta dengan perawatnya meski sudah menikah. Tahun berikutnya,
Astaman bermain di tiga film buatan Java Industrial Film milik The Teng Chun. Setelah studio ini ditutup akibat pendudukan Jepang di Hindia Belanda tahun 1942,
Astaman kembali ke dunia teater. Selama masa pendudukan, ia berperan di satu film saja, film propaganda Djatoeh Berkait.
Tahun 1949, menjelang akhir Revolusi Nasional Indonesia,
Astaman masuk studio Bintang Surabaya milik Fred Young dan berakting di film-filmnya. Penampilan perdananya ada di film Saputangan tahun 1949. Ia dikontrak Persari milik Djamaluddin Malik pada tahun 1951 sampai 1958. Setelah itu, ia berfokus di dunia teater, tetapi tetap berakting di beberapa rumah produksi sampai akhir 1970-an. Menjelang akhir hayatnya, ia ambil bagian di beberapa film televisi.
Pada tanggal 20 Agustus 1980,
Astaman meninggal dunia di Rumah Sakit Angkatan Laut Dr. Mintohardjo, Tanah Abang, Jakarta Pusat setelah dirawat karena penyakit hipertensi yang dideritanya selama 7 tahun dan menyebabkan pendarahan otak pada usia 77 tahun. Jenazahnya dibaringkan di rumah putranya, Asmadi, di Perumnas Depok 1, Depok, Jawa Barat, tempat ia menghabiskan tahun-tahun terakhirnya di sana.
Filmografi
Astaman bermain di 43 film selama 34 tahun. Pada masa itu, ia juga menulis skenario untuk dua film.
= Aktor
=
= Kru
=
Hidup Baru (1951)
Tarmina (1954)
Referensi
Daftar pustaka