Pangkalan TNI Angkatan
Udara Rembiga hadir di Nusa Tenggara Barat pada tahun 1959. Awal perkembangannya merupakan suatu Detasemen Perwakilan dari Kodau IV Surabaya, dan merupakan salah satu satuan pendukung operasi
Udara di wilayah Indonesia Bagian Timur. Pada saat itu Detasemen Rembiga dipimpin oleh seorang Komandan yaitu Letnan Dua CH. Chalil dengan dibantu oleh para staf diantaranya: Kepala Personel (Kadisbin), Bendaharawan ( Pekas ), Perminyakan, Sekkum dan Perhubungan. Keberadaan anggota pada saat itu didatangkan dari Lanud-Lanud terdekat seperti Lanud Eltari Kupang, Ambon dan sebagainya. Walaupun dengan keterbatasan anggota baik dari segi kwalitas maupun kwantitas tidak membuat pelaksanaan tugas menjadi terhambat, namun sebaliknya semua tugas pokok dapat dilaksanakan dengan baik.
Lapangan terbang yang berada di Rembiga pada waktu itu berstatus milik sipil, dan baru pada bulan Mei 1959 diresmikan menjadi Bandara
Selaparang oleh Perusahaan Angkasa Pura. Bandara
Selaparang berada pada koordinat 08035’5”S – 116005’08”E, dengan dimensi panjang landasan 2100 x 40 m, elevasi 16 m, dan runway azimuth 09-27. Sampai dengan saat ini Bandara
Selaparang masih berstatus In clove Militer.
Dua tahun setelah diresmikannya Bandara
Selaparang, tepatnya pada tanggal 12 Agustus 1961 Detasemen Rembiga ditingkatkan statusnya menjadi Pangkalan TNI Angkatan
Udara Rembiga yang bermarkas di jalan Adisutjipto Rembiga, dengan luas tanah 60.025 m2 serta Base ops yang berada di Bandara
Selaparang dengan luas 5.000 m2. Kemudian pada tahun 1969 di wilayah Nusa Tenggara Barat didirikan Kodau IV yang bermarkas di Jalan Yos Sudarso Ampenan, Mataram dengan dipimpin oleh Komodor
Udara Slamet Santoso, namun lima tahun kemudian Kodau IV tersebut dibubarkan seiring dengan terjadinya perampingan organisasi di tubuh TNI AU. Berdasarkan Surat Keputusan Pangkoopsau II Makassar Nomor: Skep/05/III/1986 tanggal 27 Maret 1986, Pangkalan TNI AU Rembiga merupakan Lanud Type “C” yang berada di bawah operasional Koopsau II Makassar. Nama Lanud Rembiga ini disesuaikan dengan posisi Pangkalan tersebut yang terletak di desa Rembiga yaitu suatu desa di Mataram Pulau Lombok atau yang dikenal dengan sebutan Bumi GORA (Pulau sejuta Mesjid). Dimana Pulau Lombok merupakan salah satu tujuan pariwisata internasional, dengan keindahan alam pantainya dan keramah tamahan penduduknya ditambah keunikan budaya dan tradisi suku Sasak yang terus dilestarikan. Selain Pulau Lombok, pulau besar lainnya adalah Pulau Sumbawa, komposisi penduduk yang beraneka ragam sudah tentu memerlukan perhatian yang cukup serius dari pihak Lanud Rembiga. Pendekatan secara personal maupun instansi kerap dilakukan untuk menumbuhkan rasa simpati masyarakat terhadap keberadaan Lanud Rembiga khususnya dan TNI AU pada umumnya.
Saat terjadi kerusuhan di NTB awal Januari 2000, Lanud Rembiga dengan dibantu satu Kompi Paskhas 464 Malang tampil dalam menjaga dan mengamankan Bandara
Selaparang beserta aset-aset TNI AU yang ada. Markas Lanud pun menjadi tempat penampungan yang aman bagi para pengungsi dan korban kerusuhan. Dengan kesiapan dan koordinasi yang baik semua tindakan pengamanan dan penyelamatan dapat berjalan dengan lancar tanpa adanya korban jiwa. Hal ini ternyata membuat TNI AU, khususnya lanud Rembiga semakin disegani dan diakui eksistensinya oleh masyarakat Lombok.
Komandan
Kolonel Pnb Khairun Aslam (2022)
Kolonel Pnb R. Endri Kargono, S.M., M.Han. (2022-2023)
Kolonel Pnb Erwin Sugiandi (2023-Sekarang)
Lihat pula
Daftar
Bandar Udara di Indonesia
Referensi
Pranala luar
(Inggris) World Aero Data
(Indonesia) http://www.angkasapura1.co.id
(Indonesia)
Selaparang Airport Website
(Indonesia) [1]