Senjata biologis (bahasa Inggris: biological weapon) adalah
Senjata yang menggunakan patogen (bakteri, virus, atau organisme penghasil penyakit lainnya) sebagai alat untuk membunuh, melukai, atau melumpuhkan musuh. Dalam pengertian yang lebih luas,
Senjata biologis tidak hanya berupa organisme patogen, tetapi juga toksin berbahaya yang dihasilkan oleh organisme tertentu. Dalam kenyataanya,
Senjata biologis tidak hanya menyerang manusia, tetapi juga hewan dan tanaman.
Pembuatan dan penyimpanan
Senjata biologis telah dilarang oleh Konvensi
Senjata Biologi 1972 yang ditandatangani oleh lebih dari 100 negara. Alasan pelarangan ini adalah untuk menghindari efek yang dihasilkan
Senjata biologis, yang dapat membunuh jutaan manusia, dan menghancurkan sektor ekonomi dan sosial. Namun, Konvensi
Senjata Biologi hanya melarang pembuatan dan penyimpanan
Senjata biologis, tetapi tidak melarang pemakaiannya.
Sejarah
Sejarah penggunaan
Senjata biologis dimulai pada tahun 400 SM, ketika orang Iran Kuno (scythians) menggunakan panah yang dicelupkan ke dalam feses (kotoran) dan mayat makhluk hidup yang telah membusuk. Hal serupa juga dilakukan oleh bangsa Roma yang mencelupkan pedangnya ke dalam pupuk dan sisa hewan yang telah membusuk sebelum berperang dengan musuhnya. Apabila musuhnya terluka oleh
Senjata tersebut, maka terjadi infeksi penyakit yang dapat menyebabkan kematian. Peristiwa penting dalam sejarah kuno penggunaan
Senjata biologis terjadi ketika bangsa Mongol mengusir bangsa Genoa dari kota Kaffa di Laut Hitam dengan memanfaatkan mayat-mayat manusia yang terinfeksi wabah pes. Ketika bangsa Genoa menyingkir hingga ke Venice, mereka tetap diikuti oleh kutu dan tikus yang terinfeksi pes sehingga akhirnya menimbulkan "kematian hitam" (black death) di wilayah Eropa.
Pada tahun 1754-1760, terjadi peperangan antara bangsa Britania Utara dan bangsa Indian yang melibatkan penggunaan virus cacar. Ketika itu, Britania Utara memberikan pakaian dan selimut dari rumah sakit yang merawat penderita cacar kepada bangsa Indian untuk memusnahkan bangsa tersebut. Pada Perang Dunia I, Jerman menggunakan dua bakteri patogen, yaitu Burkholderia mallei penyebab Glanders dan Bacillus anthracis penyebab Antrax untuk menginfeksi ternak dan kuda tentara Sekutu. Pada tahun 1932-1935, Jepang mengembangkan program pembuatan
Senjata biologis di Cina yang dinamakan Unit 731. Sebanyak 3.000 ilmuwan Jepang bekerja untuk melakukan penelitian terhadap berbagai agen
biologis yang berpotensi sebagai
Senjata, misalnya kolera, pes, dan penyakit seksual yang menular. Eksperimen yang dilakukan menggunakan tahanan Cina yang mengakibatkan ± 10.000 tahanan mati pada masa itu. Sejak saat itu, tidak hanya Jepang yang mengembangkan
Senjata biologis, tetapi juga diikuti oleh negara-negara lain seperi Amerika Serikat dan Uni Soviet.
Agen
biologis adalah mikroorganisme (atau toksin yang dihasilkannya) yang dapat menyebabkan penyakit pada tanaman, hewan, atau tumbuhan, atau menyebabkan kerusakan material. Dalam pembuatan
Senjata biologis, agen
biologis merupakan komponen penting yang harus diteliti terlebih dahulu sebelum diaplikasikan. Beberapa agen
biologis dan penyakit yang pernah direncanakan untuk dijadikan
Senjata atau sudah pernah dijadikan
Senjata biologis di dunia antara lain:
Karakteristik
Karakteristik dari
Senjata biologis adalah mudah diproduksi dan disebar, aman digunakan oleh pasukan penyerang yang menyebarkannya, serta dapat melumpuhkan atau membunuh individu berulang kali dengan hasil yang sama/konsisten. Hal ini berarti, apabila kita menggunakan
Senjata biologis yang sama untuk menyerang beberapa daerah berbeda, maka dampak yang terjadi haruslah sama. Agen
biologis pada
Senjata biologis juga harus dapat diproduksi dengan cepat dan murah. Untuk membuat suatu
Senjata biologis yang berkualitas baik, ada beberapa persyaratan tambahan yang harus dipenuhi, yaitu dapat ditularkan, menimbulkan sakit berkepanjangan yang membutuhkan perawatan intensif, dan gejala yang ditimbulkan bersifat non-spesifik sehingga menyulitkan diagnosis. Umumnya,
Senjata biologis yang baik juga memiliki waktu inkubasi yang cukup panjang di dalam tubuh penderita sehingga penyakit dapat ditularkan dan menyebar secara luas sebelum dapat terdeteksi.
Klasifikasi
Klasifikasi atau pengelompokkan
Senjata biologis dapat dilakukan berdasarkan taksonomi, inang, sindrom yang ditimbulkan, efek yang dihasilkan, cara penyebarannya, dan respon praktis atau menurut sifat fungsionalnya. Salah salah klasifikasi yang sering digunakan klasifikasi fungsional yang dibuat oleh Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (Centers for Disease Control and Prevention atau CDC), meliputi:
Kategori A
penyebarannya dapat dilakukan dengan mudah dan ditularkan dari manusia yang satu ke yang lain;
penyebabkan tingkat kematian yang tinggi dan berpotensi memengaruhi kesehatan publik;
dapat menyebabkan kepanikan dan gangguan sosial;
memerlukan penanganan khusus untuk persiapan kesehatan masyarakat.
Contoh kategori A: cacar, antrax, botulisme, dll.
Kategori B
kemampuan penyebarannya bersifat moderat;
menimbulkan tingkat kesakitan yang moderat dan tingkat kematian yang rendah;
memerlukan peningkatan kapasitas diagnostik yang spesifik dan peningkatan pengawasan penyakit.
Contoh kategori B: brucellosis, demam Q, Glanders, dll.
Kategori C, meliputi patogen yang dapat dimodifikasi untuk disebarluaskan pada masa depan, karena memiliki karakeristik:
ketersediaan memadai;
mudah diproduksi dan disebarkan;
berpotensi menyebabkan tingkat kematian dan kesakitan yang tinggi, serta mampu memengaruhi kesehatan publik.
Contoh kategori C: Virus Hanta, Virus Nipah, demam kuning, dll.
Keuntungan
Penggunaan
Senjata biologis memiliki beberapa keuntungan dan keunggulan dibandingkan jenis
Senjata militer lainnya. Beberapa keuntungan pemakaian
Senjata biologis adalah biaya produksi relatif murah dibandingkan
Senjata penghancur lainnya, alat dan bahan yang dibutuhkan untuk pertumbuhan agen
biologis cukup sederhana, dan waktu yang diperlukan dalam pembuatannya relatif lebih pendek. Secara ekonomis, pembuatan
Senjata biologis juga menguntungkan karena dapat dibuat vaksin atau penawar dari
Senjata biologis yang telah diciptakan dengan alat yang sama namun vaksin dapat diperdagangkan kembali dengan harga tinggi. Penyerangan dengan
Senjata biologis disukai oleh banyak negara karena penyebarannya tidak terdeteksi dan musuh tidak menyadari adanya penyerangan dengan
Senjata biologis. Selain itu, agen
biologis yang hidup di dalam tubuh manusia dapat berkembang biak dan menyebar dari individu satu ke individu lain secara alami. Hal ini sangat mungkin terjadi karena agen
biologis (terutama virus) yang disebar tidak terlihat oleh mata telanjang, tidak berbau, dan tidak berasa. Dibandingkan dengan
Senjata nuklir,
Senjata biologis lebih unggul karena penggunaannya tidak merusak infrastruktur atau fasilitas yang ada dalam daerah yang diserang, sehingga infrastruktur yang tertinggal dapat dimanfaatkan kembali.
Kerugian
Penggunaan
Senjata biologis juga memiliki kelemahan yang apabila tidak diperhitungkan secara cermat dapat merugikan. Di antaranya adalah perlunya perhitungan cuaca atau kondisi yang tepat untuk melakukan penyebaran
Senjata tersebut karena sedikit perubahan arah angin dapat mengakibatkan agen
biologis berbalik menyerang diri sendiri. Untuk agen
biologis yang disebar melalui udara, waktu tinggal atau ketahanan mereka di udara merupakan hal yang penting untuk diketahui agar tidak terjadi infeksi sekunder pada pasukan penyerang ketika mereka memasuki daerah yang telah berhasil dilumpuhkan/diinfeksi. Pasukan yang bertugas menyebarkan
Senjata biologis juga harus dilengkapi dengan berbagai alat pelindung karena risiko terinfeksi agen
biologis yang digunakan sebagai
Senjata dapat dialami oleh mereka. Beberapa jenis
Senjata biologis juga diketahui rentan terhadap radiasi matahari maupun perubahan cuaca sehingga agen
biologis dapat terinaktivasi dan tidak dapat berfungsi dengan baik. Untuk beberapa jenis
Senjata biologis seperti itu, biasanya dilakukan penyebaran pada larut malam atau pagi subuh sehingga radiasi matahari tidak akan mengganggu dan agen
biologis dapat menyebar pada ketinggian yang rendah dan menyelimuti daerah yang diserang. Kerugian lain dari penggunaan
Senjata biologis adalah adanya beberapa agen
biologis yang dapat bertahan lama di lingkungan (seperti spora Bacillus anthracis) sehingga daerah yang telah diinfeksi tidak dapat dihuni/ditinggali dalam jangka waktu yang cukup lama.
Peran bioteknologi dalam pembuatan Senjata biologis
Kemajuan ilmu bioteknologi (terutama rekayasa genetika) memiliki dampak negatif dan positif dalam pengembangan
Senjata biologis. dalam positif yang ditimbulkan adalah munculnya metode dan berbagai cara deteksi, identifikasi, dan neutralisasi agen
biologis patogen secara lebih cepat. Berbagai jenis vaksin dan anti-toksin juga telah dikembangkan untuk mengontrol bakteri dan virus patogen yang digunakan sebagai
Senjata biologis. Modifikasi materi genetik/DNA organisme juga telah diterapkan untuk membuat racun, elemen yang menular, maupun
Senjata biologis yang mematikan. Data Proyek Genom Manusia (Human Genome Project) juga telah dimanfaatkan untuk meningkatkan sistem pertahanan sipil dan nasional suatu negara dalam melawan penggunaan dan pembuatan
Senjata biologis serta mengembangkan antibiotik dan vaksin baru.
Kemajuan bioteknologi juga dapat disalahgunakan oleh sebagian orang untuk mengembangkan
Senjata biologis yang sangat berbahaya, contohnya adalah menghasilkan organisme makroskopis yang secara genetik sudah dimodifikasi untuk memproduksi toksin atau racun berbahaya. Berbagai agen
biologis patogenik juga dapat direkayasa secara genetik agar lebih tahan atau stabil pada kondisi lingkungan yang kurang menguntungkan dan memiliki resistensi terhadap antibiotik, vaksin, dan terapi yang sudah ada. Selain itu, bioteknologi juga dimanfaatkan untuk pembuatan agen
biologis yang tidak dapat dikenali oleh sistem imun atau antibodi tubuh karena profil imunologisnya telah diubah. Apabila
Senjata biologis yang telah dikembangkan dimanfaatkan untuk bioterorisme atau penyalahgunaan lainnya maka akan timbul kekacauan di dunia.
Daftar Program dan Institusi Senjata biologis di Berbagai Negara
= Amerika Serikat
=
Fort Detrick, Maryland
Laboratorium Peperangan
biologis A.S. atau U.S. Army Biological Warfare Laboratories
Gedung 470 atau Building 470
Gedung 527 atau Building 527
Program Operasi mantel putih atau Operation Whitecoat
United States Army Medical Unit (1954–69)
U.S. Army Medical Research Institute of Infectious Diseases (USAMRIID)
National Biodefense Analysis and Countermeasures Center (NBACC)
Proyek Bacchus
Proyek Clear Vision
Proyek SHAD
Proyek 112.
= Inggris
=
Porton Down
Pulau Gruinard.
= Rusia
=
Biopreparat, 18 laboratorium dan pusat produksi yang beberapa di antaranya berlokasi di:
Stepnagorsk Scientific and Technical Institute for Microbiology, Stepnogorsk
Vector State Research Center of Virology and Biotechnology (VECTOR), Koltsovo
Institute of Applied Biochemistry, Omutninsk
Kirov bioweapons production facility, Kirov,
Zagorsk smallpox production facility, Zagorsk
Berdsk bioweapons production facility, Berdsk
Sverdlovsk bioweapons production facility
Poison laboratory of the Soviet secret services
Pulau Vozrozhdeniya.
= Jepang
=
Unit 731
Benteng Zhongma
Unit 100
Unit 2646
Unit 8604
Unit Ei 1644.
= Irak
=
Al Hakum
Fasilitas Salman Pak
Fasilitas Al Manal.
Pencegahan dan Pengendalian
Upaya pengendalian
Senjata biologis telah dilakukan sejak tahun 1925 melalui perjanjian internasional yang disebut Protokol Geneva (Geneva Protocol) yang memuat larangan penggunaan
Senjata biologis. Namun, perjanjian itu terbukti masih dilanggar oleh beberapa negara. Oleh karena itu, pada tahun 1972, PBB mengadakan Konvensi
Senjata Biologi dan Toksin (Biological and Toxin Weapon Convention atau BTWC) yang mempertegas larangan pengembangan, pembuatan, dan penyimpanan segala jenis
Senjata biologis. Namun perjnajian tersebut juga masih dilanggar oleh beberapa negara, seperti Rusia dan Irak karena BTWC tidak melakukan pengawasan dan pembuktian tidak adanya kegiatan produksi
Senjata biologis pada setiap negara. Pada tahun 1995, Ad Hoc membentuk protokol inspeksi dan pembuktian di lapangan yang sayangnya tidak didukung penuh oleh seluruh negara penandatangan perjanjian terdahulu, seperti Amerika Serikat. Pemerintah Amerika memiliki cara sendiri untuk mengendalikan
Senjata biologis di negaranya, di antaranya melalui produksi vaksin skala besar dan pendistribusiannya serta pengembangan strategi dan taktik untuk mencegah dampak buruk
Senjata biologis. Melalui Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (Centers for Disease Control and Prevention atau CDC), Amerika meningkatkan kemampuan diagnostik dengan membangun jaringan yang menghubungkan berbagai pusat kesehatan regional sehingga penyakit yang diakibatkan
Senjata biologis atau bioterorisme dapat dideteksi dengan lebih cepat.
Pada tahun 2008, Konvensi
Senjata Biologi (Biological Weapons Convention) membahas tentang peningkatan pemahaman tentang pentingnya mengembangkan keamanan biologi, termasuk di dalam laboratorium yang menggunakan patogen maupun toksin berbahaya. Pada pertemuan tersebut juga dibahas tentang pencegahan penyalahgunaan ilmu biologi dan bioteknologi untuk
Senjata biologis dengan cara meningkatkan kesadaran akan risiko
biologis yang dapat timbul, memperketat pengawasan, serta memberikan pendidikan dan peningkatan bioetika dalam aplikasi ilmu kehidupan. Untuk pengendalian dan pengawasan
Senjata biologis, telah dilakukan pembuatan data yang berpotensi menjadi
Senjata biologis. Selain itu, pengembangan molekul anti-bakteri juga telah dilakukan untuk mengeliminasi patogen namun tidak membahayakan manusia dan hewan.
Referensi
Pranala luar
The Biological and Toxin Weapons Convention (BTWC) website. Diarsipkan 2008-04-10 di Wayback Machine.
Biological weapons; Malignant Biology. Diarsipkan 2010-02-13 di Wayback Machine.
Biological Warfare
Summary of Biological Warfare Agents